NovelToon NovelToon
Balas Dendam Sang CEO

Balas Dendam Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:23.5k
Nilai: 5
Nama Author: PurpleLinaa

Pernikahan yang terjadi tiba-tiba antara Alvar CEO muda yang selama ini tak pernah menampakkan dirinya di khalayak umum bahkan orang-orang di kantor saja pun belum ada yang bertemu dengannya secara langsung. Tapi saat kedatangan Alvar untuk menikah dengan manager yang ada di kantornya membuat gempar seisi kantor.

Natala Mika Sherina—seorang manager yang dinikahi oleh CEO tanpa alasan yang jelas. Namun yang pasti diketahui oleh Natala bahwa Alvar menikahinya bukan karena cinta, melainkan karena dendam. Dendam atas kematian sang adik.

***

"Kamu menuduhku yang telah memb*nuh adikmu?"

"Ya. Tidak ada orang lain selain kamu di sana, Natala. Terimalah nasib kamu sekarang."

***

"Siapa dia?"

"Kekasih saya Shylla Qara Adiwana."

***

Apakah Natala akan bertahan dengan pernikahan yang dilatarbelakangi oleh dendam ini? Apa benar Natala adalah orang yang telah membunuh adik Alvar? Dan bagaimana cara Natala untuk tetap bertahan dengan perilaku menyakitkan yang Alvar berikan padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PurpleLinaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: Ini semua karenamu, Natala

Natala menangis sepanjang perjalanan. Dengan tangan memegang setir mobil, Natala histeris di dalamnya. Dengan suara lirih terdengar menyedihkan, Natala menghentikan mobilnya di salah satu tempat.

Gadis itu keluar dari kendaraan beroda empat itu, dia berlari masuk ke sebuah pemakaman umum. Mencari makam yang sejak tadi ia tuju.

"Ayah...."

Natala terduduk di sebelah makam bertuliskan nama ayahnya. Sosok pria yang meninggalkan Natala lima tahun lalu membiarkan gadis itu berjalan dalam kesesatan tanpa ada yang memberi arahan. Karena kepergiannya, Natala kehilangan sesuatu yang membuatnya bisa bangkit saat dirinya terpuruk, kepergian Ayahnya membuat Natala kerap kala terjebak di dalam lingkup kesedihan yang disiapkan dunia.

"Nata capek, Ayah ..." lirih Natala.

Gadis itu memeluk nisan Ayahnya seakan-akan dia memeluk tubuh Ayahnya.

"Nata salah apa, Yah? Kenapa semua orang jahat sama Nata? Nata cuma mau bahagian Ibu, tapi kenapa banyak orang yang nggak suka?"

Natala menangis histeris di sebelah makam sang Ayah. Menumpahkan segala kesedihan dan kesesakan yang menimpa. Sampai-sampai saat Natala ingin bersuara, suaranya tercekat karena tangisan lebih mendominasi. Hingga akhirnya tidak ada suara keluhan keluar dari mulut Natala selain hanya suara isak tangis pedih mewakili isi hatinya.

Seakan tak ingin Natala sendirian menangisi hidupnya, semesta menemani Natala dengan memberi tetes hujan di bumi tempat manusia berpijak. Semesta ikut menangis bersama Natala. Meyakinkan gadis itu bahwa di setiap kesedihannya dia tidak akan sendirian.

Arsen datang dari belakang memayungi Natala yang sudah mulai basah terkena tetesan hujan. Gadis yang masih menangis dengan memeluk nisan Ayahnya tak memperdulikan sosok Arsen yang memayunginya.

"Everything will be okay, Nat." Arsen menyentuh pundak Natala yang bergetar hebat.

Lelaki itu berjongkok di sebelah Natala masih dengan tangan memegang payung agar gadis itu tidak lagi kebasahan.

"Capek. Gue capek. Sudah nggak tahan lagi ..." parau Natala masih belum melepaskan tangannya dari batu nisan Ayahnya.

"Nyatanya gue nggak sekuat itu. Gue masih butuh Ayah gue, masih butuh Ibu gue. Gue nggak bisa jalan di dunia tanpa mereka, gue nggak bisa, Ar. Gue nggak sanggup."

Natala mulai melonggarkan pelukannya dari batu nisan Ayahnya. Perlahan gadis itu menoleh ke Arsen. Dengan air mata menetes bersamaan dengan tetesan hujan. Natala menatap Arsen penuh kesedihan. Seakan gadis itu berharap temannya itu tidak akan meninggalkannya.

"Ar, gue memang salah. Gue sadar gue pendosa tapi nggak seharusnya gue dapat ini semua, kan? Gue sudah berusaha sampai di titik ini. Gue berusaha, Ar. Dari segala hal yang bisa diambil sama Pak Alvar kenapa dia ngambil pekerjaan gue juga, Ar? Kenapa?!"

Natala masuk ke pelukan Arsen. Menjatuhkan payung putih lelaki itu. Kini tidak ada yang melindungi kedua insan ini dari tetesan hujan. Natala dengan pelukan eratnya mencari ketenangan dari Arsen dan Arsen yang merasa nyaman dengan pelukan Natala meskipun mereka tidak memiliki hubungan.

"Ar, tolong jangan tinggalin gue. Gue nggak bisa kalau lo pergi, Ar. Setidaknya, walau gue pendosa lo tetap ada sama gue. Mau nemenin gue yang pendosa ini, kan Ar?"

Natala memeluk Arsen dengan punggungnya yang bergetar hebat. Hingga Arsen harus mengelus punggung gadis itu agar Natala merasakan sedikit ketenangan.

"Gue ada sama lo, Nat. Lo nggak akan sendirian. Ada gue, kapanpun itu lo bisa lari ke gue. Kapanpun itu."

...***...

Alvar sampai ke rumah keluar dari mobil silver mewah miliknya. Lelaki itu masuk dengan perasaan kelewat senang. Dengan Keenan ada di belakang mengekori sahabatnya, Alvar merekahkan senyum setiap kali dia melangkah masuk ke dalam rumah besar itu.

"Shylla!"

Jantung Alvar seakan berhenti saat itu juga. Dia kelewat lemas. Melihat kekasihnya terbaring tak sadarkan diri di lantai, hidup Alvar seakan ingin berhenti sekarang juga.

"Sayang, kamu kenapa? Shylla bangun. Sayang bangun!" Alvar menepuk pipi Shylla berharap kekasihnya itu akan memberi respon. Namun mata Shylla masih tertutup sempurna bahkan tidak menunjukkan gejala ingin terbuka.

"Telfon dokter sekarang! Telfon dokter, Nan!" Alvar membentak Keenan menyuruh sahabatnya untuk bertindak cepat memanggil ahli medis ke rumahnya.

Alvar menggendong tubuh Shylla yang lemas. Dia membawa masuk gadis itu ke kamarnya. Membaringkan tubuh Shylla penuh kehati-hatian, khawatir kekasihnya itu akan merasakan sakit.

"Sayang bangun, kamu kenapa? Bangun, Shylla." Alvar menggenggam tangan Shylla, mengelusnya perlahan berharap dari sentuhan lembutnya akan membuat kekasihnya mau membuka mata.

Alvar dengan penuh kekalutan dan di sini Natala bersama Arsen duduk di sebuah bangku taman. Menikmati suasana sore hari setelah hujan deras melanda. Tubuh mereka berdua masih basah tapi tidak ada satupun dari mereka yang berinisiatif ingin mengeringkannya. Seakan-akan kedua insan ini sengaja membiarkan tubuhnya basah untuk menambahkan hawa dingin di hidupnya yang sudah dingin.

"Mau pulang, Nat?" tanya Arsen memecah keheningan setelah mereka berdiam diri sejak hujan mulai berhenti.

"Kalau mau, pulang sama gue," lanjut Arsen berdiri dari duduknya.

"Gue bisa pulang sendiri, Ar." Natala menolak.

"Kalau gue bisa nganter lo pulang, kenapa lo harus sendirian?"

"Gue nggak mau ngerepotin lo lebih banyak, Ar—"

"Tapi gue suka direpotin sama lo. Kayak punya sensasi tersendiri di repotin sama sahabat gue ini." Arsen mencubit pipi Natala gemas menciptakan kegeraman di hati Natala hingga gadis itu memukul lengan Arsen sebagai pelampiasan.

"Galak amat sih, Neng." Arsen mengelus tangannya namun itu malah memunculkan senyum Natala walau hanya sepintas saja.

Natala bangkit, dia berjalan menuju tempat di mana dia memarkirkan mobilnya. Dan tentu saja Arsen mengikuti dari belakang. Ketika Natala pergi mengendarai mobilnya, Arsen mengikuti gadis itu dari belakang menggunakan motornya.

Natala sadar akan itu, ketika Natala melihat motor Arsen dari rear view mirror, Natala tersenyum. Sampai saat ini Arsen masih jadi orang yang akan Natala percaya akan selalu menjaganya.

Natala menghentikan kendaraan beroda empat itu di depan gerbang rumah Alvar. Dia keluar dari mobilnya menghampiri Arsen yang tepat di belakang mobilnya dengan wajah tertutup oleh helm full face.

"Gue sudah sampai dan gue baik-baik saja, jadi sekarang lo bisa pulang."

Arsen menaikkan kaca helm nya. Dia menatap Natala sejenak sebelum tangannya terangkat untuk mengelus surai rambut Natala lembut.

"Gue pulang, Nat. Jaga diri baik-baik, bahagia selalu. Lari ke gue kalau butuh," ucap Arsen begitu lembut.

"Berarti kalau gue nggak butuh, gue nggak perlu kari ke lo?" tanya Natala.

"Jadi orang yang dibutuhkan saat seseorang bersedih lebih luar biasa dibanding jadi orang yang diingat waktu bahagia aja."

Arsen menjawab dengan ketulusan. Dari tatapan yang dia berikan pada Natala, Natala tidak menemukan satu titik pun celah untuk Arsen tidak tulus padanya. Lelaki sederhana nan humoris itu nyatanya masih menjadi tahta tertinggi laki-laki tulus pada Natala selain Ayahnya.

"Gue duluan, Nat."

Arsen menghidupkan motornya pergi dari sana. Natala memandangi motor Arsen yang perlahan menjauh. Rasanya ada sesuatu yang tidak bisa Natala artikan. Semuanya seakan seperti asap yang mengepul di dada dan membuat sesak.

Arsen begitu luar biasa tulusnya tapi mengapa Natala tidak bisa jatuh cinta?

Natala masuk ke rumah besar milik Arsen setelah memarkirkan mobilnya dengan benar. Saat dia masuk ke dalam, ada presensi seorang pria berjas putih dengan stetoskop di leher.

"Ngapain dokter ke sini? Emangnya Pak Alvar sakit?" batin Natala.

Natala tidak bertanya, dia hanya melihat saja saat dokter itu dan Keenan berjalan melewatinya. Dengan segera, Natala mempercepat langkah masuk lebih dalam hingga dia bisa menemukan Alvar berdiri di ruang santai tempat di mana Alvar sering memberinya tamparan.

"Pak—"

Plakk

Tidak membiarkan Natala untuk sekedar menyapanya Alvar lebih dulu memberikan gadis itu tamparan. Tamparan untuk kesekian kali hingga Natala merasa pipinya bisa mati rasa karena terus-terusan mendapatkan kekerasan.

"DI MANA AKAL KAMU NATALA?!" bentak Alvar.

"APA KAMU PERNAH BERBUAT SATU HAL BAIK DALAM HIDUP KAMU? APA PERNAH?!"

Alvar mencengkram kuat tangan Natala. Gadis yang tidak tahu apa-apa dibuat ketakutan setengah mati oleh Alvar. Tatapan Alvar sudah berada di level melebihi ketajaman. Tatapan itu sudah menusuk tubuh Natala sampai gadis itu benar-benar tidak tahu apa gunanya dia ada di dunia.

"Kamu sudah membunuh adik saya dan kamu mau membunuh Shylla juga? Apa salah saya dalam hidup kamu, Natala? Kenapa kamu sangat ingin mengambil segala hal yang saya cinta? Kenapa Natala?!"

Alvar memelintir tangan Natala. Hingga gadis itu membelakanginya tapi masih berada dalam penjara Alvar.

"Kamu ingin mati sekarang, Natala?"

Dada Natala naik turun. Dia keringat dingin, seketika dia teringat dengan mimpi buruk hari itu. Amarah Alvar sama seperti di mimpinya. Apa Alvar akan melakukan hal yang sama juga?

"Pa-pak, saya salah ap-apa?" Natala memberanikan diri untuk bertanya meskipun dia tahu Alvar akan membentaknya lagi setelah ini.

"Meninggalkan Shylla," jawab Alvar jelas.

"Apa kekasih saya itu jahat padamu? Apa dia menggangu hidupmu? Tidak kan! Lalu mengapa kamu sengaja menyakitinya Natala?!"

"Pak, saya tidak tahu apa-apa."

"Saya sampai di rumah dan Shylla sudah pingsan. Siapa lagi yang bisa membuat kekasih saya kesakitan selain dirimu? Saya tahu kamu begitu membenci Shylla tapi tidak seperti ini caranya meluapkan kebencian kamu, Natala."

Alvar melepaskan cengkramannya dari tangan Natala. Mendorong gadis itu kasar hingga dia nyaris terjatuh jika tidak menjaga keseimbangan tubuh. Pergelangan tangan Natala memerah. Rasanya begitu perih karena memang Alvar menggunakan seluruh kekuatannya untuk menyakiti Natala.

"Saya membenci kamu, Natala. Dan itu akan berlangsung selamanya!"

"Pak, apa Bapak tidak ingin mendengar penjelasan saya?"

Lagi-lagi suara Natala menghentikan langkah kaki Alvar.

"Saya tidak bersalah, Pak. Saya bahkan tidak tahu apa yang terjadi di rumah ini. Saya tidak pulang, saya pergi ke makam ayah saya. Jadi, kalau Bapak menyalahkan saya untuk kondisi Shylla saat ini, saya rasa Bapak salah!" jelas Natala lantang.

"Saya tidak pernah salah, Natala," balas Alvar.

"Saya tidak peduli apa yang kamu lakukan di luar sana. Entah kamu bersenang-senang atau kamu menangis hingga hampir gila, yang saya tahu semua kesialan dan duka dalam hidup saya terjadi karenamu, Natala. Kehidupanmu merenggut kehidupan saya. Ini semua terjadi karenamu, Natala."

Alvar pergi dari sana masuk ke kamarnya di mana Shylla sudah duduk di atas kasur dengan menyenderkan punggungnya. Begitu Alvar masuk, dia memeluk kekasihnya itu erat menyalurkan segala kekhawatiran dan ketakutannya lewat pelukan agar Shylla mau memberinya ketenangan.

"Sudah aku katakan, bukan? Kamu tidak bisa lepas dari Alvar sekarang. Dia sudah terlalu jauh, Natala."

Natala berbalik badan menoleh ke sumbernya suara. Di mana Keenan berjalan ke arahnya sambil memasukkan tangan kirinya ke kantung celana.

"Hadapi Alvar, Natala. Jika dia keras kamu harus lebih keras, jika dia lembut kamu harus lebih lembut. Jangan biarkan Alvar meyakini bahwa dirimu sesakit itu. Kamu tidak mencintai Alvar jadi seharusnya tak sesakit ini jika dia berlaku kasar padamu."

Setelah itu Keenan keluar dari rumah besar Alvar, membawa mobilnya sambil menatap jalanan dan pikirannya kalut dengan apa yang akan Alvar lakukan selanjutnya.

1
Aniw_rawrrr
gak percaya gue teh
Aniw_rawrrr
loh pulang kerja nya siang ya?
Yusria Mumba
kasiang, natali, sabar
Emy S
jadi bingung SM alur ceritanya
Elok Pratiwi
buruk
Elok Pratiwi
cerita ga jelas ... judul cerita sama isi nya ga nyambung
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!