Salwa Nanda Haris, anak sulung dari pasangan Haris dan Raisya. Salwa menolak perjodohannya dengan Tristan, pria yang berstatus duda anak satu.
Awalnya Salwa sangat menolak lamaran tersebut. Ia beralasan tak ingin dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya. Padahal saat itu ia belum sama sekali tahu yang namanya Tristan.
Namun pernikahan mereka terpaksa dilakukan secara mendadak lantaran permintaan terakhir dari Papa Tristan yang merupakan sahabat karib dari Haris.
Sebagai seorang anak yang baik, akhirnya Salwa menyetujui pernikahan tersebut.
Hal itu tidak pernah terpikir dalam benak Salwa. Namun ia tidak menyangka, pernikahannya dengan Tristan tidak seburuk yang dia bayangkan. Akhirnya keduanya hidup bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lautan asmara
Mengecup bibir Salwa satu kali serasa ada magnet yang menarik. Tristan ingin mrngecupnya kembali. Namun saat Tristan akan melakukan aksinya, tiba-tiba mata Salwa terbuka. Keduanya saling menatap. Salwa mengedip-ngedipkan matanya, mengumpulkan kesadara. Sudah terlanjur bagi Tristan, ia tidak bisa mundur lagi. Intinya nampak menggemaskan di matanya. Tristan pun mengecup bibir Salwa sekali lagi.
cup
Salwa shock dengan hal tersebut. Sontak ia menggigit bibirnya. Ia tidak sadar bahwa hal tersebut justru semakin membuat iman suaminya tipis.
"Oh tidak! Apa harus sekarang juga? Lama-lama bisa pusing kepalaku!" Batin Tristan.
Salwa merasa tengggorokannya kering, ia bangun dan duduk untuk minum. Setelah minum, ia letakkan kembali gelas di atas nakas.
Tristan keluar ke balkon depan kamarnya. Ia menetralisir perasaannya saat ini.
"Kamu harus mengatakan apa yang kamu rasakan, Tris! Ini nggak salah, dia istrimu! halal bagimu menyentuhnya. Dia juga berhak mendapatkan nafkah batin darimu. Tapi apa dia mau?" Batin Tristan.
"Wa, kamu tahu tugasmu sebagai istri. Kamu harus melayani suamimu! Cinta bisa datang dari terbiasa! Atau mungkin kamu sudah jatuh cinta, Wa? Itu sah-sah saja, kamu istrinya! Buat dia nyaman di sisimu!" Batin Salwa.
Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Sore harinya, Tristan pamit kepada Salwa untuk ziaroh ke makam Nabila. Khumairah pun ikut bersama Abinya.
"Sampaikan salamku ke Mbak Nabila, Mas! Kapan-kapan aku juga ingin mengunjungi makamnya."
"Oke, baik-baik di rumah! Kalau perlu sesuatu minta Bi Eni atau Lastri."
Makam Nabila tidak jauh dari rumah Tristan. Mungkin hanya dengan jarak 4km dan dapat ditempuh sekitar 5-10 menit.
Tristan membawa bunga tabur untuk Nabila. Khumairah yang menenteng keranjang bunga untuk Mamanya.
"Assalamu'aikum, Ma! Ira datang sama Abi."
Tristan membaca surah Yasin dan berdo'a. Khumairah mengamini do'a Abinya.
Setelah selesai mengutarakan isi hatinya kepada mendiang istrinya, Tristan mengajak Khumairah pulang.
Malam harinya.
Saat ini Salwa, Tristan, dan Khumairah shalat isya' berjama'ah di dalam kamar. Setelah selesai mereka makan malam bersama.
"Bunda, tadi Ira ke makam Mama."
"Iya, Ira sudah berdo'a untuk Mama?"
"Sudah, Ira sudah do'ain biar Mama masuk surga."
"Good girl!" Salwa mencium pipi Khumairah dengan gemas.
Hal tersebut tidak luput dari perhatian Tristan.
"Kenapa cuma Ira yang dicium? Aku kan, juga pingin!" Batin Tristan.
"Mau lauk apa, Mas?"
"Duduklah! Biar aku ambil sendiri. Kamu kan, masih sakit?"
"Nggak pa-pa, bukan tangan aku yang sakit."
Salwa melayani suami dan anaknya dengan telaten.
Setelah selesai makan malam, Khumairah segera kembali ke kamarnya. Ia merasa sangat mengantuk. Salwa meminta Encus untuk menemaninya.
Di kamar Tristan.
Salwa saat ini sedang memakai baju tidurnya. Baju tidur kimono berbahan satin motif bunga membalut tubuhnya yang langsing. Saat ia keluar dari ruang ganti, Tristan sudah berada di kamar membaca laporan dari Handphone-nya. Melihat Salwa sudah berganti baju tidur, ia pun menaruh Handphone-nya, dan berganti baju tidur. Saat ini keduanya tengah duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur sambil nonton televisi.
Tristan melirik ke arah Salwa. Salwa tidak sadar, baju bagian bawah tersingkap hingga menampakkan kaki dan pahanya yang putih mulus. Tristan menelan salivanya sendiri.
"Belum ngantuk, Wa?"
"Belum, Mas!"
"Oh..."
"Kalau kamu mengantuk, tidur saja duluan, Mas!"
"Belum juga."
Keduanya masih lanjut nonton televisi. Tapi hati dan pikiran mereka berkelana tak tahu ke mana.
"Wa..."
"Hem..."
Tristan melihat telapak tangan kanan Salwa diletakkan di samping tubuhnya. Ia pun mencoba menyentuhnya. Sontak Salwa terkejut dan menoleh ke samping, namun dia tidak menarik tangannya. Tatapan mereka bertemu. Saat ini Tristan melihat bibir Salwa nampak basah, benar saja beberapa waktu lalu ia memasang serum bibir untuk melembabkan bibirnya yang terasa kering akibat musim kemarau.
Tanpa aba-aba, Tristan mengecup bibir Salwa yang nampak menggoda. Merasa tidak ada penolakan, Tristan justru melanjutkan aksinya. Memagut dan mengeksplor lebih dalam lagi. Salwa memejamkan mata. Ia baru merasakan hal seperti ini. Ia hanya mengikuti alur dan belum bisa membalasnya. Sampai ia pun kehabisan oksigen.
Merasa istrinya gelagapan, Tristan melepas pagutannya.Ia paham, istrinya masih pemula. Salwa menundukkan kepala. Tristan menyentuh dagunya agar Salwa mengangkat kepalanya. Tatapan mereka begitu mendamba. Tristan menyelipkan rambut Salwa yang menutupi pipinya.
"Wa, aku bukan pria yang romantis. Aku tidak bisa merangkai kata yang indah. Aku sudah berjanji di depan penghulu dan Tuhanku, aku akan menjalankan hak dan kewajibanku sebagai kepala rumah tangga. Maukah kamu menemaniku menjalankan hak dan kewajiban kita?"
Salwa menganggukkan kepala. Ia tidak mampu mengeluarkan suara.
"Wa, aku sudah mencintaimu." Tristan mengecup kening, kemudian pelipis, hidung, dan yang terakhir bibir Salwa.
Salwa tidak berkutik, ia masih shock dengan perkataan suaminya. Tristan tidak butuh jawaban. Melihat Salwa diam menahan senyum, itu artinya Salwa menerima setiap perkataannya.
"Maaf, boleh aku meminta hakku malam ini?"
Salwa menatap dalam mata suaminya. Ia meyakinkan diri untuk menyerahkan suatu hal yang besar dalam dirinya.
"Bismillahirrohmanirrohim... Mas aku istrimu, kamu berhak atasku. Dan kamu tidak perlu meminta izinku lagi! Perlakukan aku dengan semestinya!"
"Ayo kita shalat dulu!"
Keduanya shalat sunnah bersama sebelum menunaikan hajat mereka.
"Benar kata Ayah, Mas Tristan pria yang baik. Dia bukan hanya tampan dan mapan, tapi juga bisa menjadi imam yang baik. Pantas saja Ayah ngotot ingin menjodohkan kami. Orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya." Batin Salwa. Ia mengagumi suaminya saat suaminya dengan khusuk memimpin do'a.
Mereka telah selesai shalat bersama.Tristan membukakan mukenah istrinya. Kemudian ia menggendong Salwa ala bridal style. Saat ini Salwa sudah berbaring di atas tempat tidur. Tristan menarik tali kimono yang Salwa pakai.
"Mas, malu!" Salwa masih mempertahankan kimononya.
Tristan membaca do'a dan membuka bajunya sendiri. Roti sobeknya terpampang dengan nyata. Membuat Salwa menelan salivanya sendiri.Tristan menindih istrinya. Kemudian mencumbunya dengan halus.
Hasrat keduanya semakin menggebu. Baju Salwa sudah terbuka, bagian atasnya yang menonjol menarik perhatian Tristan. Tristan sedang dimabuk asmara. Ia pun bermain-main di sana. Memijat benda kenyal itu, kemudian mengem*t ujungnya seperti bayi kecil yang sedang kehausan.Tubuh Salwa menggelinjang seperti cacing kepanasan.
Tristan pun sudah tidak tahan, ia mulai mengarahkan senjata miliknya. Meraba jalan basah yang akan dilewati senjatanya.
"Mas..." Suara Salwa Parau.
"Aku akan pelan, tahanlah sedikit!"
"Sshhh..." Desis Salwa menahan sakit.
Setelah mencoba beberapa kali, barulah senjata Tristan bisa menembus pertahanan Salwa. Salwa mencengkram seprey kasur, ia merasakan sakit yang cukup dahsyat.
"Ah..!" ******* pun keluar dari mulut Salwa.
Ada sesuatu yang robek di bawah sana. Sontak Salwa menggigit leher dan bahu suaminya untuk meredam suara desahannya.
Setelah bisa menyesuaikan, Tristan memainkan dengan pelan. Dan lambat laun rasa sakit pun berubah menjadi nikmat. Keduanya berlayar di lautan asmara mengarungi samudera cinta. Tristan pun sampai di puncaknya. Ia melafadzkan do'a. Setelah itu ia ke kamar mandi.
"Tidurlah! Terima kasih!" Tristan menutup tubuh istrinya dengan selimut dan tidak lupa mengecup keningnya.
Kini keduanya bisa tidur dengan nyenyak.
Bersambung
...----------------...
Next ya kak...
Bahasanya Sangat Sempura..
Ceritanya Suka Bgt...👍🏻😍😘
Bagus Baca Ceritanya Si Salwa...😘🤗