Dalam tahap Revisi!!!
Menceritakan seorang gadis introvert dan sangat pemalu yaitu NAFISA ZAHRA FITRIANI. Ia terus merasa insecure dengan dirinya, dan selalu menganggap dirinya tidak pantas untuk siapapun. Namun hal itu berubah ketika seorang pria datang ke dalam hidupnya yang memberi banyak kisah cinta manis dalam hidup nafisa. Pria itu adalah orang yang ditolong nafisa saat ia mengalami kecelakaan mobil, pria itu jatuh hati pada nafisa saat pandangan pertama. dia adalah AZLAN SYARAHIL,seorang ustadz muda yang sangat tampan dan di kagumi semua orang. Ia merasa nafisa telah mengambil hatinya dengan kesederhanaannya yg tidak ia temukan pada wanita manapun.
"Cintamu menyempurnakan diriku"
_NAFISA ZAHRA FITRIANI
"Aku mencintaimu itu bukan tanpa alasan, tapi karena kesederhanaanmu yang tiada kutemukan pada orang selain dirimu "
_AZLAN SYARAHIL
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon achamout, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Kini Nafisa dan Ustadz Azlan berada di dalam mobil. Nafisa asyik memperhatikan pemandangan di balik kaca jendela, sementara Ustadz Azlan yang tengah menyetir sesekali melirik ke arah istrinya.
"Sayang," panggil Ustadz Azlan lembut.
"Iya, kenapa, Mas?" Nafisa menoleh ke arahnya.
"Nanti pas sampai di Jakarta, kita nggak langsung pulang ke rumah, tapi singgah dulu sebentar di rumah Rahman," ujar Ustadz Azlan sambil tetap fokus menyetir.
"Oh, nggak apa-apa kok, Mas. Tapi kenapa kita harus ke rumah Bang Rahman dulu?" tanya Nafisa.
"Mas mau ambil kunci rumah. Waktu ke Bandung kemarin, Mas nitip kuncinya di sana. Sekalian kita silaturahmi," jawab Ustadz Azlan.
"Oh, begitu..." Nafisa mengangguk pelan.
"Iya, Sayang," balas Ustadz Azlan sambil tersenyum.
Setelah beberapa jam menyetir, mereka akhirnya tiba di Jakarta. Namun, sebelum menuju rumah Rahman, mereka mampir ke sebuah restoran untuk makan. Nafisa dan Ustadz Azlan menikmati hidangan mereka dengan santai, mengisi energi setelah perjalanan panjang.
Selesai makan, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah Rahman. Sesampainya di sana, Ustadz Azlan mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
"Assalamualaikum," ucapnya.
"Waalaikumussalam," sahut seorang wanita yang membuka pintu, Sinta, istri Rahman.
"Sin, aku ke sini mau minta kunci rumah," kata Ustadz Azlan.
"Iya, Lan. Mas Rahman sudah bilang tadi. Masuk dulu, pasti capek kan seharian di jalan," ujar Sinta sambil mempersilakan mereka masuk.
Nafisa dan Ustadz Azlan pun masuk dan duduk di ruang tamu.
"Tunggu sebentar ya, aku ambilkan minuman dulu," kata Sinta menuju dapur.
"Eh, nggak usah repot-repot, Sin," ujar Ustadz Azlan.
"Ah, nggak apa-apa, Lan. Tunggu sebentar ya," balas Sinta sambil tersenyum.
"Rumah Mbak Sinta sama Bang Rahman bagus ya, Mas," kata Nafisa sambil memperhatikan sekeliling ruang tamu.
"Iya, bagus." balas Ustadz Azlan tersenyum.
Sinta kembali dari dapur, membawa nampan berisi teh dan cemilan. "Ini tehnya, diminum ya."
"Terima kasih, Mbak," kata Nafisa sambil menyesap teh hangat itu.
"Eh, Aira mana, Mbak? Kok nggak kelihatan?" tanya Nafisa tiba-tiba.
"Oh, Aira lagi tidur. Capek banget habis main kejar-kejaran sama anak tetangga tadi," jawab Sinta sambil tersenyum.
"Ooh, begitu..."
"Rahman mana, Sin?" kini giliran Ustadz Azlan yang bertanya.
"Masih di kantor, Lan. Katanya lembur," jawab Sinta.
"Sering lembur Rahmannya, Sin? Maaf ya, Sin, gara-gara aku, jadi Rahman lembur terus ngurusin kantor," ujar Ustadz Azlan merasa tidak enak.
"Ah, nggak apa-apa, Lan. Lagi pula, perusahaan ini kan kalian bangun bersama. Tanggung jawab Mas Rahman juga buat bantu kamu ngurus," ujar Sinta sambil tersenyum.
"Terima kasih ya, Sin, karena sudah mengerti," ucap Ustadz Azlan tulus.
Sinta kemudian menawarkan mereka makan, tetapi Nafisa dan Ustadz Azlan menolak dengan sopan karena sudah makan di restoran sebelumnya.
"Ya sudah, tunggu sebentar ya, aku ambilkan kunci rumah kalian," kata Sinta pergi mengambil kunci.
Setelah memberikan kunci, Sinta menyarankan mereka untuk salat Isya dulu di rumahnya karena waktu sudah masuk. Ustadz Azlan, Nafisa, dan Sinta pun mengambil wudhu dan salat berjamaah bersama.
Selesai salat, mereka berpamitan.
"Terima kasih banyak ya, Sin. Kami pamit dulu," kata Ustadz Azlan.
"Iya, lan. Kalian hati-hati di jalan. Sering-sering main ke sini ya," jawab Sinta.
Ustadz Azlan dan Nafisa mengangguk.
Mereka kemudian masuk mobil, dan Ustadz Azlan melajukan mobil meninggalkan rumah Sinta.
Di dalam mobil, Nafisa memecah keheningan. "Mas, aku dengar Mas punya kantor. Mas kerja di perusahaan ya?"
"Iya, Sayang. Mas punya perusahaan yang Mas bangun bareng Rahman. Perusahaan ini hasil kerja keras kami," jawab Ustadz Azlan.
"Wah, Mas hebat banget. Pasti Umi sama Abi bangga banget sama Mas," ujar Nafisa dengan senyum kagum.
"Kalau kamu gimana? Bangga nggak punya suami seperti Mas?" tanya Ustadz Azlan sambil tersenyum.
"Bangga, Mas. Bangga banget malah. Mas hebat, pintar, dan seorang ustadz. Siapa sih yang nggak senang punya suami seperti Mas?" Nafisa tersenyum tulus.
Mendengar itu, Ustadz Azlan tersenyum bahagia. "Besok Mas ajak kamu ke kantor, ya. Mau nggak?"
"Mau banget, Mas!" Nafisa berseru girang.
Sesampainya di rumah, Ustadz Azlan hendak mengajak Nafisa turun, tetapi senyumnya merekah melihat istrinya sudah tertidur pulas. Dengan lembut, dia menggendong Nafisa ke dalam rumah, menidurkannya di kamar, lalu mengeluarkan barang-barang dari mobil.
Setelah semuanya selesai, Ustadz Azlan berbaring di samping Nafisa, menatap wajah istrinya yang lelap.
"Entah kenapa, setiap kali Mas lihat wajah kamu tidur seperti ini, rasa lelah Mas langsung hilang," bisiknya lembut sambil mengecup ubun-ubun Nafisa. Dia memeluknya erat, lalu memejamkan mata, menyusul Nafisa ke alam mimpi.
🌻🌻🌻🌻
Pukul 04.00 pagi, Nafisa terbangun dari tidurnya. Ia agak terkejut mendapati dirinya sudah berada di kamar bersama Ustadz Azlan yang tengah tertidur pulas sambil memeluknya.
"Kok aku sudah di kamar? Apa kita sudah sampai di rumah Mas Azlan yang di Jakarta?" gumam Nafisa sambil mencoba mengingat kejadian semalam.
Setelah beberapa saat berpikir, ia pun tersadar. "Oh, pasti tadi malam aku ketiduran, dan Mas Azlan yang membawaku ke sini," ujarnya pelan.
Nafisa lalu mengalihkan pandangannya pada wajah Ustadz Azlan yang tertidur lelap. Ia tersenyum lembut melihat suaminya. "Mas Azlan pasti capek banget, nyetir seharian begini," katanya sambil mengelus rambut Ustadz Azlan dengan penuh kasih.
Karena waktu sholat Subuh tinggal sebentar lagi, Nafisa memilih untuk tidak kembali tidur. Ia beranjak dari kasur, mengambil wudhu, dan melaksanakan sholat Tahajud. Setelah itu, ia duduk berdoa dan mulai membaca Al-Qur'an dengan suara lembut.
Di tengah lantunan ayat-ayat suci, Ustadz Azlan perlahan terbangun. Tangannya meraba kasur di sampingnya, mencari tubuh Nafisa, namun kosong. Ia membuka mata, dan pandangannya tertuju pada Nafisa yang sedang mengaji. Melihat istrinya begitu khusyuk, senyuman manis tersungging di bibirnya.
Tanpa suara, Ustadz Azlan bangkit dari tempat tidur dan mendekati Nafisa. Dengan lembut, ia memeluk istrinya dari belakang.
"Merdu banget suara istri Mas ngajinya," bisik Ustadz Azlan.
Nafisa yang sedang mengaji langsung terkejut. "Mas... Mas sudah bangun?" tanyanya sambil menoleh.
"Iya, Sayang. Suara kamu merdu banget. Hati Mas adem dengernya," ucap Ustadz Azlan sambil mengecup pipi Nafisa.
"Ah, nggak kok, Mas. Suara Nafisa biasa aja. Mas yang merdu suaranya," jawab Nafisa dengan nada malu.
"Beneran, Sayang. Suara kamu bikin hati Mas tenang," balas Ustadz Azlan sambil tersenyum.
"Terima kasih, Mas. Mas selalu bikin Nafisa senang," ujar Nafisa dengan senyum malu-malu. Tanpa sadar, ia mengecup pipi Ustadz Azlan sebagai balasan.
Ustadz Azlan mengerjapkan matanya dan menatap Nafisa dengan senyuman penuh arti. "Kamu cium Mas? Udah nggak malu lagi, nih?" godanya sambil menaik-turunkan alis.
Pipi Nafisa langsung memerah. Ia buru-buru menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Hahaha, kamu nggak usah malu, Sayang. Kita ini suami istri. Mas malah senang kalau kamu udah nggak malu-malu lagi," ujar Ustadz Azlan sambil memegang tangan Nafisa yang menutupi wajahnya.
"Nafisa malu, Mas..." jawabnya pelan, masih tak berani menatap suaminya.
"Nggak papa, Sayang. Kamu harus mulai belajar hilangin rasa malu itu dari Mas. Mas pengen kamu lebih terbuka sama Mas," kata Ustadz Azlan, lalu memeluk Nafisa erat.
"Iya, Mas... Nafisa coba, ya," balas Nafisa dengan suara pelan.
"Iya, Sayang," ucap Ustadz Azlan sambil tersenyum lembut.
Tak lama, suara azan Subuh berkumandang. Mereka pun segera mengambil wudhu dan melaksanakan sholat Subuh berjama'ah dengan khusyuk.
Setelah selesai, Ustadz Azlan menatap Nafisa penuh cinta dan berkata, "Semoga setiap hari kita selalu dekat dengan Allah, Sayang. Itu doa Mas untuk kita." Nafisa hanya tersenyum dan mengangguk, merasa begitu beruntung memiliki suami sebaik Ustadz Azlan.