Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Sabrinaaaaaaa!" teriak Zidan panik.
Pak Yadi dan Niken yang sedang tidur sampai bangun karena terkejut. Keduanya langsung terduduk.
"Aduuuuuh." Niken mengerang kesakitan.
"Ada apa, Zidan?" tanya Pak Yadi di waktu yang bersamaan.
"Pak, Sabrina sedang dikepung sama geng motor yang membawa senjata tajam," jawab Zidan.
"Apa!" teriak Pak Yadi dan Niken terkejut.
"Kalau gitu cepat kamu susul dia! Jika terjadi sesuatu sama Sabrina, mamamu bisa ngamuk nanti sama kita," perintah Pak Yadi.
"I-ya, sana pergi!" lanjut Niken. "Kalau sampai mamamu ngamuk sangat menakutkan. Bahkan lebih menakutkan dari setan," lanjutnya gumam tidak terdengar oleh Zidan.
"Kalau perlu sesuatu atau ada apa-apa, tekan bel merah ini. Nanti akan ada perawat yang datang," kata Zidan tanpa dia tahu kalau belum itu tidak berfungsi.
Tanpa membuang-buang waktu lagi Zidan segera pergi untuk menyelamatkan sang istri. Dia memacu kuda besinya dengan kecepatan tinggi.
Begitu sampai di lokasi terjadinya perkara, Zidan melihat Sabrina sedang dielu-elukan sama banyak orang. Wanita itu tersenyum lebar penuh kemenangan.
"Neng!" Zidan berlari, lalu memeluk Sabrina. Perasaan ketakutan yang dia rasakan sejak di rumah sakit, kini digantikan perasaan lega.
"Apa kamu terluka?" tanya Zidan sambil memeriksa tubuh Sabrina.
"Mereka tidak berhasil melukai aku. Karena aku bisa menjaga diriku sendiri," jawab Sabrina tersenyum lebar dan penuh rasa bangga.
"Bukan dia yang terluka, tapi mereka!" ucap Bang Ojol sambil menunjuk ke arah orang-orang yang dikumpulkan menjadi satu tempat.
Zidan melihat ke arah kerubungan orang. Mata dia terbelalak ketika melihat muka para anggota geng motor di sudah babak belur seperti muka alien yang habis mengalami kecelakaan UFO.
"Astaghfirullah. Neng, mereka habis kamu apain sampai seperti itu bentuknya?" Zidan shock melihat para preman muda yang dalam keadaan tidak berdaya.
"Aku kasih sedikit pelajaran, Kang. Biar kapok!" bisik Sabrina.
Dua mobil polisi datang untuk membawa para anggota geng motor ke kantor polisi. Rupanya manajer minimarket yang melaporkan dan meminta pihak keamanan segera datang.
Sabrina dan Zidan, dua karyawan minimarket, juga Bang Ojol, diminta ke ikut ke kantor polisi untuk dimintai keterangan atas kejadian yang baru saja terjadi. Mau tidak mau mereka pergi.
Niat ingin segera pulang ke rumah karena kasihan kepada Bu Maryam, Sabrina malah harus ke kantor polisi. Mereka di sana sampai jam satu dini hari. Zidan tidak kembali ke rumah sakit, tetapi pulang ke rumah.
***
Gara-gara kejadian di minimarket tempo hari, kini Sabrina dikenal sebagai pahlawan oleh warga di Kampung Sukabagja. Karena setiap hari Sabtu dan Minggu malam sering terjadi balapan liar atau penjarahan serta begal. Kini keadaan kota sudah aman karena mereka di penjara.
Sabrina kembali ke rutinitas keseharian, setiap pagi akan menyiram tanaman di halaman depan sampai belakang. Sambil menyiram dia kadang suka bernyanyi.
"Jatuh bangun aku mengejarmu, hibah! Namun, dirimu tak mau berhenti, syalala-lala. Ku bawakan segelas cinta, namun kau meminta lautan, terlalu sungguh terlalu!" Sabrina bernyanyi dengan versinya sendiri. Tentu saja suaranya cempreng, bikin orang sakit gigi langsung cenat-cenut.
"Woi, salah! Kalau nyanyi yang bener!" teriak Ceu Romlah yang lagi nyapu di halaman rumahnya.
Sabrina masa bodo, yang penting dia senang. Dia terus saja nyanyi lagu dangdut karena setiap hari tetangga itu suka nyetel MP4 dengan suara keras sampai kedengaran ke rumah Bu Maryam.
Prang!
Bunyi keras terdengar dari dalam rumah Ceu Romlah. Sabrina dan Ceu Romlah otomatis menoleh.
"Aku tidak punya uang, Bang!" teriak Dewi sampai terdengar keluar.
Ceu Romlah berlari ke dalam rumah. Dia sempat melempar sapu lidi yang tadi dipegangnya.
Duak!
"Ada apa, tuh?" Sabrina semakin penasaran apa yang terjadi di rumah tetangganya.
"Ampun, Bang!" teriak Dewi lagi.
"Apa yang kamu lakukan, Dudi? Berani-beraninya kamu pukul anakku!" Kali ini Ceu Romlah yang berteriak.
Sabrina terbelalak karena terjadi KDRT pada Dewi. Karena takut terjadi sesuatu yang buruk kepada tetangganya, dia pun berlari pergi ke sana untuk melihat apa yang terjadi.
"Sabrinaaaaaaa! Mau ke mana kamu?" teriak Bu Maryam yang kebetulan ke luar rumah.
"Dewi kayaknya di KDRT, Mah!" balas Sabrina yang kini sudah berada di halaman rumah Ceu Romlah.
"Apa!" Bu Maryam terkejut. Lalu, dia pun ikut menyusul. Dia takut sang menantu berbuat sesuatu di luar dugaan.
"Loh, Ceu Maryam ada apa? Kenapa lari-lari begitu?" tanya Wa Eneng yang baru pulang dari pasar.
"Katanya ada KDRT di rumah Ceu Romlah," jawab Bu Maryam.
"Apa!" Wa Eneng sambil membawa barang belanjaan ikut masuk ke rumah Ceu Romlah.
Sabrina melihat Dewi duduk di lantai, segera dibantu berdiri. Ada pecahan kaca dari piring, juga nasi berserakan. Sementara Dudi, berdiri berhadapan dengan Ceu Romlah.
"Kemanakan uang yang aku berikan? Masa baru tiga minggu uang empat juta sudah habis. Pasti kamu sudah boros!" teriak Dudi.
"Heh, Dudi! Kamu pikir sekarang uang empat juta cukup sebulan untuk makan, bayar listrik, susu sana makanan anakmu. Belum lagi bayar sampah, kas RT, dan arisan RT," ucap Ceu Romlah nyolot sambil nunjuk muka sang menantu. "Asal kamu tahu harga bahan pokok semuanya naik. Makanya kita sudah itung-itung beli yang perlu-perlu aja. Bukan boros."
Ceu Romlah terlihat marah kepada Dudi. Sabrina tidak bisa mengalahkan siapa pun. Dudi bekerja sebagai mandor pabrik dengan gaji 4,5 juta. Empat jutanya diberikan kepada Dewi, sisa untuk keperluan dia.
Baik Dewi atau Ceu Romlah tidak punya penghasilan. Mereka sangat mengandalkan uang pemberian Dudi. Di tengah-tengah perekonomian yang serba mahal dan sulit mendapatkan uang, tentu saja uang empat juta sekarang tidak bisa memenuhi keluarga itu.
"Sudah-sudah, kalian jangan bertengkar. Memangnya tidak bisa dibicarakan baik-baik," ucap Sabrina memcoba menengahi.
"Aku capek-capek kerja selama ini dan uangnya diberikan sama istri. Berharap dia bisa pintar mengatur-atur uang. Masa selama dua tahun lebih tidak ada seperak pun di tabungan," ujar Dudi dengan nada galak.
"Kamu pikir kita sudah korupsi uangmu itu! Sebaiknya mulai bulan depan kamu sendiri yang atur uang empat juta itu," tukas Ceu Romlah dengan ketus.
Bu Maryam menggelengkan kepala. Sejak dulu, dia sudah menasehati Ceu Romlah dan Dewi agar mau usaha untuk mendapatkan uang tambahan. Agar jajan tidak menggunakan uang pemberian Dudi. Karena sejak dulu ibu dan anak kompak suka jajan, mau itu jajan mie ayam, bakso, seblak, es doger, cingcau, atau es krim.
Selama kerja, Zidan juga setiap bulan mengirim uang untuk kebutuhan Bu Maryam. Namun, jarang digunakan karena beras dan sayuran nanam sendiri. Telur dan ikan juga hasil ternak sendiri. Dia takut suatu waktu putranya butuh uang banyak.
"Bang, kamu butuh uang untuk apa?" tanya Sabrina kepada Dudi.
"Bukan urusan kamu!" jawab Dudi ketus.
"Jangan-jangan Bang Dudi butuh uang untuk selingkuhannya, ya?" celetuk Wa Eneng.
"Apa?" Semua orang terkejut dan menoleh kepada wanita tua yang berdiri di samping Bu Maryam.
***
ngajak ribut nich.....