Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bujuk Rayu
Setengah jam sudah Anjani duduk termenung di salah satu meja restoran. Sudah hampir dua botol air mineral yang ia habiskan dan hingga saat ini Andrew belum terlihat batang hidungnya. Padahal laki-laki itu sudah berpesan agar Anjani datang tepat waktu, tetapi rupanya, pria itu yang ingkar janji.
Anjani masih berusaha bersabar. Ia mengabaikan setiap pasang mata yang menatapnya dengan aneh dan tersenyum seolah mengejek penantiannya. Mungkin mereka bertanya, sedang apa arca borobudur berdiam diri di sini? Tidak mungkin hanya untuk numpang minum air mineral yang ia bisa ia beli di warung pinggir jalan 'kan?
“Permisi Kak, barangkali Kakak mau order sekarang?” Seorang pelayan restoran kembali menghampiri Anjani untuk ke empat kalinya. Keberadaan Anjani yang tidak jelas, mungkin bisa merugikan restoran yang diminati kalangan terpandang ini. Harusnya ia sudah memesan dari tadi, menghabiskan makanannya dan meninggalkan meja yang bisa diisi oleh pengunjung lainnya.
“Em, sebentar lagi ya Mbak. Saya coba hubungi suami saya dulu. Takutnya beliau masih lama atau berhalangan untuk datang.” Walau merasa tidak enak, Anjani kembali mengulur waktu.
“Oh baik Kak. Kalau sudah mau memesan, Kakak boleh panggil saya.” Beruntung pelayan itu paham dan tetap bersikap baik padanya.
“Baik, terima kasih.”
Anjani mengusap perutnya yang sudah berbunyi meminta di isi. Ia mengeluarkan ponselnya dan kembali menghubungi Andrew. Sudah beberapa pesan ia kirim pada suaminya, tetapi tidak ada satupun yang dibalasnya. Dibacapun tidak.
“Semoga kali ini di baca.” Anjani menguatkan mentalnya terlebih dahulu sebelum mengirim pesan pada Andrew.
“Mas, apa pekerjaannya masih banyak? Aku udah sampe di restoran sejak satu jam lalu. Kalau gak bisa datang, gak apa-apa. Kita ngobrol di rumah aja.” Ini pesan terakhir yang Anjani kirimkan pada Andrew. Ia menatap layar ponselnya dengan gelisah, berharap Andrew segera membaca pesannya lalu membalasnya.
Tiga menit berlalu, masih belum ada tanda-tanda Andrew akan membalas pesannya. Dengan banyak pengharapan Anjani memberanikan diri untuk menelepon suaminya. Deringan pertama tidak di angkat, pada deringan kedua ia melihat laki-laki itu muncul di pintu resto.
Hah, syukurlah. Anjani bisa menghembuskan napasnya dengan lega. Ia mengangkat tangannya memberi tanda pada Andrew dan laki-laki itu segera menghampiri. Dia berjalan sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
“Sorry, bikin kamu nunggu,” ucap laki-laki itu. Ia mengambil botol minuman Anjani dan langsung meminum sisanya hingga habis. Sepertinya laki-laki ini sangat haus.
“Mas naik ojek?” Anjani penasaran. Ia perhatikan rambut Andrew yang sedikit berantakan, kancing kedua dan ketiganya bersilangan juga jasnya yang sedikit kusut.
“Hah, nggak. Tadi aku baru selesai rapat dan langsung ke sini. Agak pusing kepalaku. Kamu udah pesen?” Laki-laki itu berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia membuka buku menu sambil tersenyum pada Anjani. Anjani memperhatikan suaminya dengan lekat, lalu tersenyum kecil saat melihat noda lipstick di dekat kerah baju suaminya.
"Saat tadi menunggu Mas, aku udah kirim pesan berisi foto menu makan, barangkali Mas mau aku pesankan makanannya lebih dulu." Anjani menunjuk ponsel Andrew yang ada di saku kemeja laki-laki itu.
"Oh, ya. Hpnya aku silent, soalnya tadi lagi rapat. Kamu pilihlah mau makan apa. Pilih yang paling enak dan paling mahal." Laki-laki itu bersikap begitu baik pada Anjani, sangat berbeda dari biasanya.
"Kita pesan langsung ke pelayannya ya Mas." Anjani mengangkat tangannya dan Andrew tidak keberatan.
Seorang pelayan segera menghampiri dan membawa catatan kecil di tangannya. "Silakan mau pesan apa Kak?"
Anjani menatap sang suami dan memintanya memilih menu lebih dulu. "Oh, saya stenderloin steak aja. Saucenya mushroom sauce aja. Kamu apa sayang?"
Pertanyaan Andrew membuat Anjani terhenyak. Baru kali ini lelaki yang ia nikahi selama satu tahun memanggilnya dengan panggilan itu. Sangat asing.
"Hey, ayo pilihlah." Suara hangat dari laki-laki itu membuyarkan keterkejutan Anjani dan seketika wajah wanita itu memerah. Jantungnya masih berdebar kencang mendengar panggilan mesra itu.
"Saya, sama aja dengan pesanan suami saya." Anjani menutup buku menunya dan menaruhnya di atas meja
"Minumnya dengan jus mungkin? Kami memiliki varian jus spesial khas resto kami."
"Boleh." Dua orang itu menjawab bersamaan dan keduanya kompak tersenyum.
"Baik, di tunggu sebentar ya Kak." Pelayan itu segera pergi hendak membuatkan pesanan. Sementara Andrew masih memandangi sang istri. Hari ini wanita itu berias. Riasannya cukup rapi walau tidak separipurna Cheryl. Tentu saja kelas mereka berbeda. Cheryl seorang model dan Anjani seorang ibu rumah tangga yang banyak menghabiskan waktunya di dapur.
"Mas mau bicara apa?" Anjani memberanikan dirinya untuk bertanya. Andrew tersenyum kecil lantas meraih tangan Anjani yang berada di atas meja.
Nyaris saja Anjani menariknya karena kaget, tetapi laki-laki itu tetap memeganginya. "Aku gak tau harus memulai pembicaraan kita dari mana. Yang jelas, aku mau minta maaf," ucap pria itu tiba-tiba. Anjani sampai terhenyak kaget mendengar ucapan suaminya.
Anjani terdiam, bingung menimpali ujaran suaminya. Di satu sisi laki-laki ini meminta maaf, tetapi di sisi lain masih ada noda lipstick di kemejanya. Anjani bisa menduga kalau noda itu milik Cheryl.
"Kok kamu diem sih sayang? Aku serius loh sama ucapan aku. Sebelum ke sini aku bahkan memutuskan hubunganku dengan Cheryl. Dia sampe nangis-nangis dan melukin aku, katanya gak mau pisah. Tapi aku memutuskan untuk tetap mengakhiri hubunganku dengan wanita perayu itu. Aku sadar aku salah, aku khilaf. Aku harap, masih ada kesempatan buat aku, sayang." Ucapan laki-laki itu benar-benar manis. Matanya menatap Anjani dengan sendu.
Bibir Anjani terasa begitu kelu walau akhirnya ia tetapi bisa berbicara dengan cukup jelas. "Tapi, sebuah perselingkuhan itu bisa berulang Mas. Aku sadar kalau aku tidak secantik wanita-wanita yang Mas kenal. Secara penampilan fisik, aku tidak cukup percaya diri untuk berrebut Mas dengan para model itu, termasuk Cheryl. Mas pasti sering malu membawaku ke tempat-tempat yang biasa Mas kunjungi. Lagi pula, aku liat Mas lebih bahagia saat bersama Cheryl. Benar 'kan Mas?" Anjani menegaskan keraguannya lewat pertanyaan itu.
"Nggak sayang, nggak gitu." Andrew semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Anjani. "Seperti yang aku bilang, aku sadar kalau aku salah. Aku berharap kamu masih mau ngasih kesempatan untuk kita. Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku bahkan membeli tiket liburan untuk kita berdua. Kamu mau kan?" Andrew memang jagonya merayu. Kalimat manisnya membuat Anjani berpikir ulang.
"Jani, sayang. Kita sama-sama manusia yang bisa melakukan kesalahan. Seperti halnya manusia lain yang berhak diberi kesempatan kedua. Tidakkah kamu mau memberikan kesempatan itu padaku? Aku janji kalau aku akan memperlakukan kamu lebih baik. Melindungi kamu dari sikap ketus mamah dan semua hal yang membuat kamu tidak nyaman. Jadi, aku mohon. Bisa kah kita tetap bersama?" Andrew terlihat bersungguh-sungguh dengan kata-katanya. Matanya bahkan terlihat berkaca-kaca. Hati Anjani yang lembut membuatnya tidak tega mendengar permohonan Andrew.
"Tapi Mas, aku perlu waktu untuk berpikir. Aku gak mau terluka lagi." Anjani berusaha tegas dengan prinsipnya. Wanita itu menatap Andrew dengan tajam, seolah masih meragukan permintaan maaf Andrew.
"Ya, okey. Aku memang sangat jahat sama kamu. Aku pantas untuk ditinggalkan dan aku suami yang sangat bodoh. Tidak masalah kalau kamu masih memerlukan waktu untuk memikirkan semuanya. Tapi paling tidak, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Menempatkan kamu di prioritas aku. Kamu mau kan memikirkan hal ini sambil menemaniku liburan? Mungkin saja dengan begitu, kamu bisa memiliki pemikiran lain tentang aku. Bisa 'kah?" Andrew menggenggam tangan Anjani dengan erat, seolah tidak ingin melepaskan genggaman tangannya.
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️