Sekuel Pesona Twins S
"Abang seperti namanya, 'Langit' yang tak mudah untuk digapai."
Sebuah pertemuan yang tidak di sengaja, namun tak mampu terlupakan begitu saja bagi seorang gadis cantik bermata coklat, bernama Emily Cantika Putri.
Dulu saat ia masih duduk dibangku SD ia kira rasa sukanya hanya sebatas kagum saja pada sosok tampan Arbi Langit Perkasa.
Namun, ketika mereka dipertemukan kembali setelah sekian lama terpisah oleh jarak dan waktu, rasa suka Cantika justru semakin bertambah besar terhadap Langit.
Penolakan demi penolakan Langit tak membuat Cantika menyerah.
Hingga perkataan Langit diakhir pertemuannya, membuat Cantika terluka, dan memutuskan untuk pergi dari hidupnya.
Bagaimana akhir kisah mereka?
Menggapai Langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawarjingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My Heart Will Go On
"Oy, udah pada ngopi aja, wah curang nih gue ditinggalin." seru Haikal yang baru saja tiba dengan mengendarai kuda besi kesayangannya.
"Nungguin Lo lama, keburu ubanan gue." seloroh Andre yang sudah menghabiskan satu mangkuk mie rebus dan segelas teh manis.
"Tahu gitu tadi gue makan dulu dirumah, emak gue kebetulan bikin sayur temannya hati."
"Apaan tuh temannya hati?"
"Jantung."
"Anjir! extreme banget makanan Lo Kal." sahut Adam yang baru saja keluar dari dapur Cang Naim, dengan membawa segelas kopi hitam ditangannya.
Ya, saat ini mereka sedang berada di warung cang Naim yang sudah mereka anggap sebagai Cafe kedua tempat mereka menongkrong.
"Nih makan punya si Langit, sayang kan dari tadi cuma di anggurin doang, lagi kagak selera makan dia, galau kayaknya karena beberapa hari kedepan nggak bakalan ketemu kita, iya nggak Lang." ujar Adam seraya menepuk pundaknya.
"Segitunya Lo Lang, gue kan jadi terharu." Andre memeluknya dari samping, membuat Langit berdesis pelan.
"Lepas ah! berasa berkurang kejantanan gue kalau begini." Langit mendorong tubuh Andre yang mendengus tak terima.
"Gue sumpahin Lo tergila-gila karena kangen sama gue."
"Na jis!"
"Eh ngomong-ngomong Lo serius Lang, mau berangkat ke Bandung besok?" kini giliran Satria yang bertanya.
Sementara yang diajak berbicara kembali melamun seperti sebelumnya.
"Oy, Lang."
"Eh, Lo ngomong apa tadi?"
"Elahh, ngelamun mulu sih Lo, ngelamunin apa sih?"
"Sorry." Langit memijat pangkal hidungnya, dalam hati merutuki dirinya sendiri yang terus-menerus tidak fokus hanya karena memikirkan satu wanita.
"Kal buruan habisin mie nya, soalnya malam ini kita mau jadi artis dadakan, buat mengenang perpisahan sama si Langit." ujar Adam yang sudah memangku gitar milik Satria yang baru saja ia ambil dari atas motornya.
"CK, kayak yang kagak bakalan ketemu lagi, si Langit perginya kan cuma sepuluh hari, bukan selamanya." sahut Andre.
"Ya bagi gue itu kayak lama banget."
"Wah, si Adam nyumpahin Lo nih Lang."
"Sialan! salah mulu gue kalau ngomong sama Lo, asem!"
Santai, Adam mulai memetik gitar, menyanyikan bait demi bait lagu yang sudah sering ia nyanyikan saat sejak SMA dulu, sekaligus salah satu lagu terfavoritnya.
Near, far, wherever you are
Dekat, jauh, dimanapun kau berada
I believe that the heart does go on
Aku percaya hati ini akan bertahan
Once more you open the door
Sekali lagi kau membuka pintu
And you're here in my heart
Dan kau ada di sini di dalam hatiku
And my heart will go on and on
Dan hatiku akan terus bertahan
Celine Dion_ My Heart Will Go On..
*
Suasana yang cukup hening di malam itu, serta suara Adam yang khas dan cukup enak untuk didengar, membuat perasaan Langit justru semakin tak karuan, ia menyandarkan tubuh dipinggiran Gazebo yang saat ini tengah ia duduki.
Mengusap wajahnya kasar, dengan jambakan kecil diujung rambutnya, mengingat betapa dinginnya wajah Cantika ketika sedang bersamanya, sangat jauh berbeda saat gadis itu sedang bersama Satria ataupun orang lain disekitarnya.
"Why? Cantika?" gumamnya, sebelum kemudian beranjak menghampiri Satria, yang duduk sendirian dibagian pojok gazebo sementara Andre, Adam dan Haikal masih di posisi semula didepan teras Cang Naim memperebutkan gitar.
"Sat?"
"Hmmm." jawab singkat Satria tanpa menoleh, karena tengah sibuk berbalas pesan chat bersama Stela, hingga ia selesai dan menyimpan ponselnya di saku celana.
"Kenapa, lo mau ngomong apa?"
Langit terlihat ragu dan sedikit salah tingkah, "Gue_"
"Gue hitung sampai tiga, kalau dalam hitungan ke tiga Lo nggak ngomong, nggak bakalan gue kasih."
"Hah? tunggu, Lo_ Lo barusan ngomong apa?"
"CK, Lo mau minta nomor adek gue kan?"
"Lo_"
"Tebakan gue benar kan, Lo suka sama adek gue Lang."
Glek!
Kenapa Satria bisa menebak isi isi kepalanya?
Langit menelan ludahnya susah payah, rupanya berhadapan dengan sikap Satria yang terllihat dingin dengan kedua sorot mata tajamnya seperti saat ini, membuat nyalinya sedikit menciut, melebihi seperti saat ia sedang di introgasi guru BK, dan ke lima kakak perempuan nya.
"Gue_"
"Gue bakalan kasih nomor Cantika ke elo, tapi gue nggak jamin, kalau dia_" Satria sengaja menjeda ucapannya, kemudian menghela napas, dengan sentakan kasar.
"Udahlah lupain! mana handphone Lo?"
Ragu, bercampur bahagia, Langit mengeluarkan ponselnya dari saku jaket, menyerahkan nya ketangan Satria.
"Nih!" Satria mengembalikan ponsel Langit setelah menyimpan kontak sang adik disana.
"Tunggu Lang!" Satria menahan tangan Langit yang hendak beranjak.
"Iya Sat, kenapa?"
"Jangan coba-coba buat mainin perasaan adek gue."
Deg!
"Ok." Langit mengangguk pelan.
"Adek gue selalu terlihat ceria, tapi gue tahu hatinya sedang nggak baik-baik aja."
Deg!
"Sebenarnya dulu, adek gue suka sama seseorang, tapi cintanya nggak terbalas, dan dari cintanya yang bertepuk sebelah tangan itu, dia jadi lebih banyak melamun, dan terlihat putus asa."
Deg!
Tenggorokan Langit terasa memanas, menerka-nerka siapa orang yang Satria maksud, mungkinkah Cantika menceritakan segalanya pada Satria atau_
Lamunan Langit buyar, saat sebuah tepukan lembut mendarat di bahunya.
"Gue mau bayar kopi dulu."
"Eh Sat, tunggu dulu bentar! itu soal_ soal kepindahan Cantika ke Jogja enam tahun yang lalu apa ada hubungannya dengan_"
"Gue nggak tahu sih, tapi mungkin juga salah satunya karena itu, oh iya Lang gue sangat menghargai Lo sebagai sahabat baik gue, tapi Lo harus tahu kalau gue nggak bakalan segan-segan kalau sampai Lo nyakitin adek gue."
"Ok, gue kesana dulu." Satria menepuk bahunya sekali lagi, sebelum kemudian melenggang pergi menghampiri Cang Naim yang tengah sibuk meracik kopi.
Langit menjatuhkan tubuhnya kembali, bersender di tiang Gazebo, entah mengapa ucapan Satria tadi sedikit mengganggu pikiran, seperti ada sebuah sindiran yang penuh ancaman didalamnya.
Menunduk, menatap layar ponselnya kemudian mengusapnya secara perlahan, mengulas sedikit senyuman saat sebuah nama Cantika tertera disana.
Semakin melebarkan senyuman, saat mengetahui ternyata kontak tersebut terhubung langsung dengan pesan chat.
*
*
