Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti Apa Wujudnya?
Awan merasakan denyutan di kepalanya ketika terbangun. Mabuk membuat tubuhnya terasa lemas. Bola matanya berputar menatap seisi ruangan. Pria itu bernapas lega setelah menyadari tubuhnya terbaring di kamar pribadinya. Awan menatap arah jarum jam di dinding. Waktu masih menunjuk di angka tiga.
Tak terbesit pertanyaan sedikitpun dalam benaknya, tentang siapa yang mengantarnya pulang. Karena biasanya, Ben, sang pemilik tempat hiburan malam tempatnya minum akan meminta salah seorang karyawannya mengantar pulang jika mabuk.
“Tapi kan si Ben belum tahu alamat baruku. Lalu siapa yang mengantarku pulang?” Awan segera bangkit dan masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya dengan air. Ia merasa lebih segar sekarang.
Setelah mengganti kemeja dan celana bahan dengan pakaian rumahan, ia menuju dapur. Tenggorokannya terasa kering dan gatal akibat terlalu banyak menenggak minuman keras.
Hampir saja awan terlonjak ketika akan memasuki dapur. Ia pasti sudah berteriak sekencang mungkin jika tak segera sadar bahwa yang dilihatnya adalah Pelangi. Wanita itu tampak masih menggunakan pakaian tertutup lengkap dengan khimarnya. Hal yang membuat Awan merasa heran dan kadang bertanya-tanya, apa tidak gerah menggunakan pakaian itu?
“Sedang apa dia di dapur di jam seperti ini?” Ia bergumam dalam hati seraya menatap punggung istrinya. Bunyi sendok dan garpu yang saling beradu membuat Awan yakin bahwa istrinya itu sedang makan. “Kenapa dia punya kebiasaan aneh, makan di jam segini.”
Awan mengurungkan niatnya ke dapur dan memilih tiduran sebentar di sebuah kursi panjang. Ia akan ke dapur setelah Pelangi kembali ke kamarnya. Untuk beberapa saat kepingan rasa bersalah terasa begitu nyata. Pulang dalam keadaan mabuk pasti membuat Pelangi merasa takut.
“Jangan-jangan Pelangi tidak sempat makan tadi dan baru makan sekarang.”
Berselang beberapa menit kemudian, Pelangi selesai makan. Ia membersihkan dapur terlebih dahulu sebelum keluar. Awan yang masih berbaring di sofa panjang menatap punggung istrinya yang sedang berjalan menuju tangga. Saat melewati ruang televisi, khimar panjangnya tersangkut pada ranting pohon hias.
Awan terus menatapnya. Pelangi tampak kesulitan melepas khimarnya yang tersangkut. Ia pun menjadi sangat penasaran.
“Seperti apa wujud Pelangi tanpa kain panjang itu?” pikirnya.
Jika Awan pikir Pelangi akan membuka kain menjulur yang menutupi kepalanya itu, maka salah besar. Walaupun sedikit kesulitan, pelangi akhirnya berhasil melepas bagian yang tersangkut. Wanita itu tampak menghela napas panjang saat mendapati sobekan kecil.
Awan kembali membaringkan tubuhnya sambil menatap Pelangi yang kemudian menghilang dalam pandangannya.
..........
Pagi harinya Awan terbangun dengan perut yang terasa lapar. Biasanya sepagi ini Pelangi sudah berada di dapur untuk membuat sarapan.
Awan bergegas menuju meja makan untuk melihat. Namun, tak seperti biasanya, pelangi tak terlihat di dapur.
“Jangan-jangan dia masih tidur,” pikirnya. Namun, bias cahaya yang berasal dari pintu belakang yang terbuka setengah menandakan Pelangi sedang berada di taman kecil di belakang rumah.
Benar saja, wanita itu sedang menyirami tanaman.
Awan masih duduk di dapur dengan apel di tangannya ketika Pelangi datang. Ia tampak terkejut melihat suaminya duduk di dapur. Tidak seperti biasanya.
“Kamu tidak buat sarapan?” Pertanyaan itu menjadi sapaan pertama Awan kepada istrinya pagi itu.
Pelangi menggelengkan kepala pelan. “Kemarin Mas meminta aku untuk tidak membuat sarapan.”
Untuk pertama kali, Awan menyesali ucapannya. Nyatanya saat ini ia sedang merasa sangat lapar, hingga memilih makan apel sebagai pengganjal perut. Keluar untuk mencari sarapan pun rasanya malas.
“Maksudku untuk kamu sendiri. Apa kamu tidak sarapan?”
“Tidak, Mas. Ini hari kamis, aku sedang berpuasa.”
Awan mengangguk. Pantas saja semalam pelangi makan di jam yang bagi Awan bukan waktu makan. Rupanya Pelangi sedang sahur. “Jadi kamu puasa setiap hari kamis?”
“Senin dan kamis,” jawab pelangi.
“Memangnya kenapa puasanya Senin dan Kamis?”
“Selain pada bulan ramadhan, Senin dan Kamis adalah hari dimana pintu-pintu surga dibuka. Amal manusia juga diperiksa, jadi pada kedua hari itu semua orang yang beriman akan diampuni dosanya. Kecuali, bagi mereka yang sedang bermusuhan.”
“Berbanding terbalik, ya! Kamu mencari pahala di Senin dan Kamis, sementara aku berbuat dosa setiap hari,” gumam Awan dalam batin.
Mereka terdiam beberapa saat. Pelangi terheran menatap suaminya. Ini adalah obrolan santai terpanjang mereka sejak menyandang status sebagai suami istri. Biasanya Awan irit bicara dan bersikap sangat dingin.
“Oh ya, aku minta maaf. Semalam aku minum lagi. Kamu pasti takut karena aku pulang dalam keadaan mabuk.”
Diamnya Pelangi seolah membenarkan semua ucapan Awan. Ia memang ketakutan setiap kali suaminya mabuk. Berbeda dengan Priska yang sudah terbiasa melihat Awan mabuk.
“Ngomong-ngomong, kamu kenal orang yang antar aku pulang?”
“Kenal,” jawab Pelangi singkat diiringi anggukan kepala. Awan tersentak, pikirannya langsung menerawang mencari jawaban.
“Memang siapa yang mengantarku pulang?”
Pelangi menatap Awan. Kali ini kesedihan terlihat sangat jelas dalam tatapannya.
“Zidan.”
Sebuah jawaban yang membuat Awan terkejut.
..........