NovelToon NovelToon
Rembulan Yang Dilupakan

Rembulan Yang Dilupakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Persahabatan / Fantasi / Fantasi Wanita / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Puvi

Dibesarkan oleh keluarga petani sederhana, Su Yue hidup tenang tanpa mengetahui bahwa darah bangsawan kultivator mengalir di tubuhnya. Setelah mengetahui kebenaran tentang kehancuran klannya, jiwanya runtuh oleh kesedihan yang tak tertahankan. Namun kematian bukanlah akhir. Ketika desa yang menjadi rumah keduanya dimusnahkan oleh musuh lama, kekuatan tersegel dalam Batu Hati Es Qingyun terbangkitkan. Dari seorang gadis pendiam, Su Yue berubah menjadi manifestasi kesedihan yang membeku, menghancurkan para pembantai tanpa amarah berlebihan, hanya kehampaan yang dingin. Setelah semuanya berakhir, ia melangkah pergi, mencari makna hidup di dunia yang telah dua kali merenggut segalanya darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puvi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebangkitan, dan Fajar Berwarna Darah

Keesokan harinya, langit masih kelam, bintang-bintang terakhir berkedap-kedip seperti sisa-sisa jiwa yang ragu untuk pergi. Desa itu tenggelam dalam tidur yang paling damai, masih berduka atas kepergian gadis bulan mereka, Su Yue. Jenazahnya yang dingin terbaring di rumah sederhana Pak Li, dikelilingi bunga-bunga liar dan wajah-wajah yang diliputi kesedihan yang tak terperi. Udara terasa berat, seakan alam sendiri menahan napas.

Namun, kedamaian itu adalah ilusi terakhir.

Dari ujung lembah, seperti gerombolan serigala bayangan yang merayap, sejumlah figur bergerak cepat dan senyap mendekati desa. Mereka mengenakan jubah hitam dengan simbol api menyala di dada. Sisa-sisa Klan Api Neraka. Mereka tidak semua mati. Sekelompok kecil, dipimpin oleh seorang pria bermata elang bernama Yan Jiao, telah menghabiskan enam belas tahun memburu keturunan terakhir Baihua. Jejak Pengembara itu, meski hati-hati, ternyata meninggalkan bau. Dan mereka datang, bukan untuk konfirmasi, tetapi untuk pemusnahan total. Prinsip mereka sederhana dan kejam: bakar semua yang terkait, bunuh semua yang mungkin menyaksikan, pastikan benih Baihua yang terakhir benar-benar punah.

Sebelum ayam berkokok, sebelum asap pertama perapian mengepul, teriakan pertama membelah kesunyian. Bukan teriakan peringatan, tapi teriakan kesakitan yang mencekik, diikuti oleh gemeretak kayu roboh dan lolongan api yang rakus.

Yan Jiao berdiri di tengah desa, tangan terkepal, bola api berwarna merah menyala menggelora di setiap telapaknya. Dengan gerakan dingin, dia melemparkannya ke atap jerami rumah pertama. Api menyala dengan dahsyat, melahap dengan lapar.

"Periksa setiap rumah! Bawa setiap bayi, setiap anak perempuan seusia itu ke hadapanku! Sisanya... habisi!" perintahnya, suaranya seperti batu gerinda.

Kekacauan pun merajalela.

Para petani yang keluar dari rumah dengan panik disambut oleh kilatan pedang dan hujan api. Darah muncrat, menghitam di tanah berdebu sebelum sempat basah. Jeritan anak-anak, tangisan ibu, teriakan marah para lelaki desa yang mencoba melawan dengan pacul dan sabit, semuanya tenggelam dalam deru api dan tawa sadis para kultivator jahat. Ini bukan pertarungan. Ini adalah pembantaian. Penyembelihan.

Bu Li terbangun karena bau asap dan jeritan. Dia melihat tubuh suaminya, Pak Li, terbaring di depan pintu, dadanya berlubang menganga, matanya masih terbuka lebar menatap langit yang mulai memerah. Darahnya mengalir membentuk genangan kecil. Dia tidak menjerit. Matanya langsung mencari ke arah kamar Su Yue. Dengan kekuatan yang tidak diketahuinya, dia berlari, menerobos dinding asap.

Di dalam kamar, tubuh Su Yue terbaring tenang di atas papan kayu, wajahnya pucat tapi damai, seolah tak tersentuh kekejian di luar. Bu Li meraih tangan gadis itu, dingin dan kaku.

"Nak... jangan takut. Ibu di sini," bisiknya, air mata bercampur abu mengalir di wajahnya yang keriput.

Tiba-tiba, pintu kamar pecah berantakan. Seorang kultivator bertubuh besar dengan pedang berdarah berdiri di sana. Matanya melirik jenazah Su Yue, lalu ke wajah Bu Li yang putus asa.

"Larilah, nak!" teriak Bu Li, tiba-tiba berdiri membelakangi Su Yue, merentangkan tangannya yang kurus seperti induk ayam melindungi anaknya.

Pedang itu menyambar cepat. Bu Li terengah, tubuhnya terbelah dari bahu hingga pinggang. Darahnya memercik, menodai kain yang menyelimuti Su Yue, membentuk pola bunga plum yang mengerikan. Wanita tua itu jatuh tersungkur, tubuhnya separuh menutupi kaki Su Yue, seolah dalam pelukan terakhir.

Sang kultivator mendekat, ingin memastikan kematian si gadis. Saat jarinya hampir menyentuh leher Su Yue, sinar biru pucat tiba-tiba memancar dari batu di dada Su Yue, menyengat tangannya. Dia mengutuk, mengangkat pedangnya untuk menghancurkan jenazah itu.

"Berhenti!"

Suara yang dingin, datar, dan penuh dengan kematian menggema dari ambang pintu.

Di sana, berdiri Su Yue.

Tapi bukan Su Yue yang mereka kenal. Tubuhnya berdiri tegak, mata yang dulu seperti danau beku sekarang menjadi lautan es yang retak, memancarkan cahaya biru pucat yang mengerikan. Wajahnya pucat bagai mayat, tapi ada aura mengerikan yang bergema di sekelilingnya, mendesak udara. Rambutnya yang hitam berkibar tanpa angin. Di tangannya, Batu Hati Es Qingyun berdenyut dengan cahaya yang sama.

Kultivator itu terkesiap. "Kau... kau masih hidup?"

Su Yue tidak menjawab. Matanya melihat tubuh Bu Li yang terbelah, darah yang menggenang, rumah yang terbakar, dan melalui jendela yang pecah, dia melihat panggung neraka di desanya. Setiap teriakan, setiap nyala api, seolah masuk langsung ke dalam otaknya dan meledak.

Proses kebangkitan Su Yue bukanlah sebuah keajaiban yang indah. Itu adalah tragedi dalam tragedi.

Jiwa sebenarnya belum sepenuhnya meninggalkan raganya. Ia terapung di ambang, tenggelam dalam kenangan pahit. Saat darah orang yang mengasuhnya, darah yang tulus dan tanpa pamrih, menyentuh kulitnya dan kalung pusakanya, sesuatu yang terpendam bangkit. Darah pengasuh yang tulus memicu sebuah mekanisme perlindungan terakhir yang ditanamkan Madam Ling dalam batu itu. Sebuah segel terpecahkan.

Bukan segel kultivasi, tetapi segel emosi.

Seluruh kesedihan, kepedihan, kemarahan, dan keputusasaan yang selama ini tertahan oleh segel ibunya untuk melindunginya, kini membanjiri dirinya sekaligus. Rasa sakit itu begitu dahsyat, begitu nyata secara fisik, hingga menarik jiwa yang hendak pergi itu kembali dengan paksa ke dalam tubuh yang telah mati rasa. Ini adalah kebangkitan yang menyiksa. Setiap sel dalam tubuhnya berteriak. Dia merasakan setiap nyawa yang padam di desa itu, seolah ada benang tak terlihat yang menghubungkannya dengan setiap orang yang pernah memberinya senyum, sepiring makanan, sebuah kata baik.

Dia melihat wajah Yan Jiao di tengah desa. Dalam ingatannya yang baru terbuka, wajah itu muncul dalam visi pembantaian di Klan Baihua. Dia mengenalinya.

Api di matanya padam, digantikan oleh es yang tak terbatas.

Kultivator di depannya, merasakan aura aneh yang mengerikan, memberanikan diri menyerang. Pedangnya melesat.

Su Yue hanya menatapnya.

Udara di sekitar kultivator itu tiba-tiba membeku. Napasnya membentuk kristal es di udara. Matanya membelalak saat kulitnya mulai membiru, darahnya membeku dalam pembuluh, organ-organ dalamnya berderak terdiam oleh embun beku. Dalam sekejap, dia berubah menjadi patung es yang sempurna, ekspresi teror membeku di wajahnya. Su Yue mengangkat tangan sedikit. Patung es itu pecah berkeping-keping, remuk menjadi serpihan halus seperti salju yang terkontaminasi.

Tanpa emosi, tanpa ragu, Su Yue melangkah keluar dari rumah yang terbakar. Langkahnya meninggalkan jejak es di tanah yang terbakar.

Pembantaian berubah menjadi mimpi buruk bagi para penyerang.

Su Yue bergerak seperti arwah. Dia tidak berteriak, tidak menangis. Setiap kali tangannya terangkat, angin beku bertiup, memadamkan api yang melahap rumah, tetapi juga membekukan para kultivator Klan Api Neraka di tempat mereka berdiri. Ada yang terkunci dalam balok es saat sedang mengayunkan pedang. Ada yang membeku saat wajahnya masih menyeringai puas. Ada yang mencoba melarikan diri, hanya untuk menemukan kaki mereka tertambat oleh es yang menjalar dari tanah.

Yan Jiao, sang pemimpin, wajahnya berubah. "Kekuatan Es Qingyun! Memang ada keturunan yang hidup!" Dia mengerahkan seluruh kekuatannya, mengelilingi tubuhnya dengan lingkaran api yang menderu.

Su Yue akhirnya berhadapan dengannya. Di antara puing-puing yang terbakar dan tubuh-tubuh yang beku, mereka berdiri berhadapan.

"Bajingan kecil! Aku akan mengirimmu menyusul ibumu!" Yan Jiao menggeram, meluncurkan semburan api naga yang dahsyat.

Su Yue tidak menghindar. Dia mengangkat tangan, dan di telapaknya, batu biru itu bersinar. Api naga itu, begitu mendekatinya, padam seketika, seperti lilin diterpa badai. Dingin yang dipancarkan Su Yue bukanlah dingin biasa. Itu adalah dingin dari hati yang mati, dari kesedihan yang tak terhingga, dari kenangan yang menjadi beban.

"Kau mengambil segalanya dariku," Su Yue berbicara untuk pertama kalinya, suaranya serak dan datar, tapi setiap kata sekeras palu yang memecah es. "Bukan sekali. Dua kali. Klan Baihua. Dan sekarang, satu satunya rumahku."

Yan Jiao menyerang lagi, dengan senjata api dan ilmu rahasia. Setiap serangan padam sebelum menyentuh Su Yue. Dinginnya merayap masuk, melalui pertahanannya, menusuk tulangnya.

"Kau tahu bagaimana rasanya?" Su Yue melangkah mendekat, es menjalar di tanah di setiap langkahnya. "Rasanya bangun dan menemukan dunia telah mati. Rasanya tahu ada yang mencintaimu, tetapi cinta itu hanya bisa ditunjukkan dengan kematian mereka. Rasanya memiliki nama, tetapi tak ada yang memanggilnya."

Yan Jiao mulai ketakutan. Kekuatannya terkikis. Napasnya membentuk kabut putih.

"Desa ini," Su Yue terus berbicara, matanya kosong menatap Yan Jiao, "mereka tidak tahu apa apa. Mereka hanya memberiku mie panjang umur dan selimut hangat. Dan kau membakar mereka."

Dia mengulurkan tangan, menyentuh dahi Yan Jiao yang berkeringat dingin.

"Kini, rasakan kedinginanku. Rasakan kesepianku. Rasakan beban kenangan yang kau wariskan padaku."

Yan Jiao tidak berteriak. Tubuhnya gemetar hebat, lalu diam. Matanya membeku, masih memancarkan ketakutan. Dari dalam tubuhnya, es merembes keluar melalui setiap pori, hingga dia seluruhnya tertutup lapisan es yang jernih. Di dalamnya, wajahnya yang terdistorsi oleh terror terlihat jelas. Su Yue mengepalkan tangan. Patung es itu retak, lalu meledak menjadi debu halus yang berkilauan di bawah sinar fajar yang mulai merekah, seperti salju yang najis.

Dengan pemimpinnya musnah, sisa kultivator yang panik mencoba melarikan diri. Tapi Su Yue hanya memandang ke arah mereka. Angin beku berembus, membekukan mereka semua di tempat mereka berdiri, lalu menghancurkan mereka menjadi kristal es yang berhamburan.

Kemudian, segalanya sunyi. Hanya derak kayu yang terbakar dan desau angin yang membawa abu dan bau daging hangus.

Su Yue berdiri di tengah kehancuran. Desa itu telah menjadi kuburan terbuka. Mayat-mayat warga desa yang dikasihinya berserakan di antara reruntuhan. Api telah padam, digantikan oleh asap hitam yang membumbung ke langit kelabu.

Satu per satu, dengan tangan kosong, Su Yue mulai menggali. Tangannya yang halus terkoyak oleh batu dan tanah, tetapi dia tidak merasakan sakit fisik. Rasa sakit di hatinya jauh lebih besar. Dia menggali lubang kubur yang luas di tepi sungai, dekat batu tempat dia ditemukan. Dengan penuh penghormatan yang sunyi, dia mengangkat setiap jenazah, membersihkan wajah mereka sebisa mungkin, dan menempatkannya di peristirahatan terakhir. Terakhir, dia membawa tubuh Pak Li dan Bu Li. Dia memisahkan mereka, membersihkan darah di wajah Bu Li, merapikan pakaian Pak Li. Dia meletakkan mereka bersebelahan.

Dia berlutut di depan kuburan massal itu selama berjam-jam. Tidak ada air mata yang tersisa. Air matanya telah membeku di dalam, menjadi inti dingin yang akan selamanya ada di dadanya.

Dia mengambil Batu Hati Es Qingyun. Batu itu kini terasa hangat, seakan menyesuaikan dengan keadaan barunya. Dia mengerti sekarang. Kalung ini bukan sekadar penyembunyi. Ini adalah warisan, beban, dan satu satunya keluarganya.

Dia memandang ke arah timur, dari mana pengembara itu datang, dari mana asal usulnya yang penuh darah berada. Dunia kultivasi yang kejam, yang telah merenggut dua keluarganya darinya.

Dengan pakaian lusuh yang penuh darah dan abu, dengan rambut yang kusut diterpa angin, Su Yue berdiri. Di matanya, tidak ada lagi kabut, tidak lagi danau beku. Yang ada adalah tekad yang tajam dan pedih bagai pecahan es.

Dia tidak mencari kekuatan untuk balas dendam. Dendam sudah selesai dengan kematian Yan Jiao. Itu kosong.

Dia mencari arti.

Arti dari hidupnya yang dua kali dirampas. Arti dari cinta yang hanya bisa diungkapkan melalui pengorbanan. Arti dari menjadi satu satunya yang selamat, dua kali.

Apakah hidup hanyalah untuk menderita? Apakah cinta selalu berakhir dengan perpisahan berdarah? Apakah dia dilahirkan hanya untuk menjadi saksi dan penerus kenangan pahit?

Dia harus mencari jawabannya sendiri. Di dunia yang luas dan kejam ini, di jalan kultivasi yang penuh intrik dan pertumpahan darah, dia harus berjalan. Bukan untuk menjadi yang terkuat, bukan untuk mendirikan klan baru. Tetapi untuk memahami. Untuk menemukan apakah ada makna di balik semua penderitaan ini. Apakah ada kehangatan yang tidak berakhir dengan pembekuan.

Dia memberi hormat terakhir ke kuburan massal itu, ke batu di sungai, ke sisa sisa rumahnya yang hangus.

Kemudian, tanpa menoleh lagi, dia melangkah pergi, meninggalkan lembah yang penuh kenangan pedih.

Angin pagi berhembus, membawa abu dan kesedihan. Di langit, fajar mulai menyingsing, berwarna oranye dan merah, seperti warna api yang menghanguskan, seperti warna darah yang telah mengering.

Dan di hati Su Yue, fajar itu tidak membawa harapan. Hanya membawa sebuah jalan panjang, dingin, dan sepi yang harus dia tempuh, sambil memikul beban dua klan, dua keluarga, dan satu kehidupan yang dipenuhi tragedi.

1
Melvina Sary
Menangkan suyue
Melvina Sary
Gao Feng jahat
Melvina Sary
Hehee takut dia itu
Melvina Sary
Bagus kerjasamanya 🙏
Mistik 55
Good senior song
Mistik 55
Mantap thor lanjut
Melvina Sary
Lohh udah bab terakhir nya. Perasaan cepat banget. Satu kopi thor ☕
Puvi: Makasih kk🙏
total 1 replies
Melvina Sary
Mari berangkat misi kedua 🏇
Melvina Sary
Gooooo misi kedua 💪
Melvina Sary
Mantap untuk permulaan 👍
Melvina Sary
Tetua aneh
Melvina Sary
Loh. Jumpa tuh orang
Melvina Sary
Mantap thor
HUOKIO
Bagus. Cepat up nya thor
Puvi: Makasih kak
total 1 replies
Melvina Sary
Seru banget ada komedi nya
Puvi: Makasih kakak🙏
total 1 replies
Melvina Sary
UP lagi thor 👍
Melvina Sary
Mantap untung banyak
Mistik 55
Bagus banget 🙏
Puvi: Makasih kak🙏
total 1 replies
Melvina Sary
Pedagang Chen sangat baik☺️
Puvi: iya tuh
total 1 replies
Melvina Sary
Semakin seru thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!