NovelToon NovelToon
MUTIARA SETELAH LUKA

MUTIARA SETELAH LUKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Keluarga / CEO / Penyesalan Suami / Ibu Pengganti
Popularitas:522
Nilai: 5
Nama Author: zanita nuraini

“Mutiara Setelah Luka”

Kenzo hidup dalam penyesalan paling gelap setelah kehilangan Amara—istrinya yang selama ini ia abaikan. Amara menghembuskan napas terakhir usai melahirkan putra mereka, Zavian, menyisakan luka yang menghantam kehidupan Kenzo tanpa ampun. Dalam ketidakstabilan emosi, Kenzo mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh dan kehilangan harapan untuk hidup.

Hidupnya berubah ketika Mutiara datang sebagai pengasuh Zavian anak nya. Gadis sederhana itu hadir membawa ketulusan dan cahaya yang perlahan meruntuhkan tembok dingin Kenzo. Dengan kesabaran, perhatian, dan kata-kata hangatnya, Mutiara menjadi satu-satunya alasan Kenzo mencoba bangkit dari lembah penyesalan.

Namun, mampukah hati yang dipenuhi luka dan rasa bersalah sedalam itu kembali percaya pada kehidupan?
Dan sanggupkah Mutiara menjadi cahaya baru yang menyembuhkan Kenzo—atau justru ikut tenggelam dalam luka masa lalunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2 PERNIKAHAN YANG DINGIN

Pernikahan Kenzo dan Amara berlangsung dengan dekorasi mewah, tamu-tamu penting, dan senyum-senyum formal yang dipaksakan. Tapi setelah lampu pesta dimatikan, tidak ada kebahagiaan tersisa di antara pasangan itu.

Kenzo tidak menatap Amara lebih dari beberapa detik, dan saat acara selesai, ia langsung melangkah pergi ke mobil, meninggalkan Amara bersama keluarga.

Di rumah utama keluarga aditama, Kenzo masuk lebih dulu, membuka jas dan melemparkannya begitu saja ke sofa.

“Kamu bisa tidur di mana saja. Jangan ganggu aku,” katanya tanpa menoleh.

Amara yang baru masuk hanya mengangguk. “Baik, Kenzo.”

Kenzo masuk kamar dan menutup pintu tanpa suara tambahan.

Malam pertama yang seharusnya jadi awal hubungan mereka justru berakhir tanpa percakapan.

---

Keesokan harinya, Amara bangun paling awal. Ia menyiapkan sarapan, menggosok baju kerja Kenzo, lalu membuat kopi kesukaannya. Ia melakukan semuanya tanpa mengharap ucapan terima kasih.

Saat Kenzo turun, ia hanya duduk tanpa bicara.

“Selamat pagi,” ucap Amara lembut.

Kenzo tidak menjawab, hanya memindahkan cangkir kopi ke arahnya. Amara tersenyum kecil.

“Aku buat sedikit lebih kental, seperti—”

“Aku tidak butuh kamu ingat apa yang aku suka,” potong Kenzo dingin.

Amara menunduk. “Maaf.”

Kenzo meletakkan cangkir lebih keras dari seharusnya. “Jangan sok tahu. Kita hanya menikah karena keluarga. Jangan berpikir kamu bisa mendekat.”

Amara hampir menyerah menjelaskan apa pun. “Aku hanya mencoba jadi istri yang baik.”

“Aku tidak butuh.”

Tiba-tiba langkah kaki terdengar dari belakang. Saras Aditama, ibu Kenzo, muncul dengan senyum ramah. Ia selalu berusaha membuat keadaan membaik.

“Pagi, kalian.” Saras duduk, memakai kacamata baca, lalu menatap putranya. “Kenzo, bicara baik-baik sama istrimu.”

Kenzo langsung berdiri. “Aku berangkat.”

“Kopinya belum—”

“Aku tidak butuh,” ulang Kenzo lalu pergi begitu saja.

Saras memijat pelipis, lalu menatap Amara. “Maaf ya, Nak. Kenzo memang keras kepala. Tapi dia anak baik aslinya.”

Amara tersenyum tipis. “Tidak apa-apa, Bu.”

Saras menggenggam tangan menantunya. “Sabar, ya. Ibu yakin dia akan berubah.”

Amara hanya mengangguk walau hatinya berat.

---

Di kantor, Kenzo menjalani hari dengan wajah muram. Beberapa karyawan menghindari tatapan matanya. Setelah istirahat, ponsel Kenzo berdering—Rendra Aditama, ayahnya.

Kenzo menjawab dengan nada kesal, “Ada apa?”

“Kenapa bicaramu begitu?” suara Rendra terdengar tegas namun lembut. “Ayah hanya ingin tanya bagaimana keadaan rumah.”

“Biasa.”

“Bagaimana Amara?”

“Baik-baik saja.”

“Baik-baik saja bagaimana? Kamu memperlakukannya dengan benar?” tanya Rendra lagi.

Kenzo memutar matanya. "Pah, tolong jangan ikut campur.”

“Kamu sudah menikah. Kamu punya tanggung jawab. Istrimu itu baik, Nak. Jangan sakiti hatinya.”

Kenzo langsung menutup telepon tanpa menjawab. Rendra menghela napas panjang dari rumah.

---

Sementara itu, di rumah, Amara kembali menjalani hari dengan tenang. Ia menyapu, menata barang-barang, dan memastikan rumah rapi. Meski ada asisten rumah tangga, Amara tetap ingin melakukan tugasnya sebagai istri.

Siang hari, Saras datang dengan kantong belanjaan.

“Amara, Ibu bawakan rempah-rempah yang kamu suka.”

Amara menyambutnya. “Terima kasih, Bu. Ibu repot-repot.”

“Tidak apa. Ibu juga ingin lihat kamu.” Saras duduk. “Kenzo tadi pagi bagaimana?”

“Tidak banyak bicara, Bu.”

Saras menghela napas panjang. “Nak, kamu tidak salah. Kenzo saja yang masih keras dan belum bisa melepas masa lalunya.”

Amara tersenyum. “Aku akan tetap berusaha.”

“Kamu menantu yang baik,” ujar Saras sambil menepuk bahunya. “Ibu bangga.”

Meski dipuji, dalam hati Amara merasa sedih karena sikap Kenzo semakin menjauh.

---

Malam harinya, Kenzo pulang. Amara menyambutnya dengan hangat.

“Aku masak ayam kuah jahe. Kamu pasti capek setelah seharian di kantor.”

Kenzo melihat meja makan, lalu mendengus kecil. “Aku bisa beli makanan sendiri. Tidak usah repot.”

“Tidak repot kok. Aku ingin—”

“Amara,” Kenzo menatapnya tajam, “ini bukan rumah sakit. Berhenti memperlakukan aku seperti pasien yang harus dirawat.”

Amara terdiam. “Maaf.”

Tiba-tiba Saras keluar dari dapur. “Kenzo! Bicara yang lembut, Nak!”

“Bu, jangan ikut campur,” jawab Kenzo dengan nada tinggi.

Rendra yang baru pulang mendengar suara itu. “Kenzo, apa yang kamu lakukan?”

“Aku tidak mau diatur!” seru Kenzo. “Dari dulu semua orang mengatur aku. Sekarang juga sama!”

Rendra maju beberapa langkah, suaranya tegas. “Kami orang tua kamu. Kami mengingatkan karena kamu mulai melampaui batas.”

Kenzo memukul meja. “Aku tidak mau pernikahan ini! Dan aku tidak mau dipaksa bersikap seolah aku bahagia!”

Setelah itu, ia masuk kamar dan membanting pintu.

Saras memandang Amara dengan mata berkaca-kaca. “Maaf ya Nak… kamu yang kena marah.”

“Tidak apa-apa, Bu,” jawab Amara meski hatinya mulai retak.

Rendra menepuk pundak menantunya. “Sabar. Kenzo akan belajar, pada waktunya.”

---

Beberapa jam kemudian, saat rumah sudah tenang, Amara mengetuk pintu kamar.

“Kenzo… Kalau kamu mau tidur sendiri, aku bisa pindah ke kamar tamu.”

Tidak ada jawaban.

“Tapi aku harap kita bisa saling menghormati. Aku tidak ingin jadi beban.”

Pintu tiba-tiba terbuka. Kenzo menatapnya dengan mata lelah.

“Aku sudah bilang dari awal. Aku tidak akan mencintai kamu. Jangan berharap apa pun dariku.”

“Aku tidak berharap apa pun,” jawab Amara. “Aku hanya ingin melakukan tugasku sebagai istri.”

Kenzo memalingkan wajah. “Terserah kamu. Jangan ganggu aku.”

Pintu tertutup.

Amara berjalan menuju kamar tamu sambil membawa selimut. Malam itu ia tidur sendirian, memeluk dirinya sendiri.

Ia belum tahu bahwa perjalanan rumah tangga ini akan lebih berat dari yang ia bayangkan.

Haii readers karya baru author..

Tinggalkan jejak kalian ya...

Like komen subscribe vote juga hadiah nya..

Selamat membaca..

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!