Follow IG othor @ersa_eysresa
Anasera Naraya dan Enzie Radeva, adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun tepat di hari pernikahan, sebuah tragedi terjadi. Pesta pernikahan yang meriah berubah menjadi acara pemakaman. Tapi meskipun begitu, pernikahan antara Ana dan Enzie tetap di laksanakan.
Namun, kebahagiaan pernikahan yang diimpikan oleh Ana tidak pernah terjadi. Karena bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, tapi neraka rumah tangga yang ia terima. Cinta Enzie kepada Ana berubah menjadi benci di waktu sama.
Sebenarnya apa yang terjadi di hari pernikahan mereka?
Apakah Ana akan tetap bertahan dengan pernikahannya atau menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Sikap
Dihari yang sama, pernikahan dan pemakaman itu pun di lakukan. Tidak ada acara resepsi ataupun bulan madu, yang ada adalah acara berkabung. Semua orang menundukkan kepala memberikan penghormatan terakhir kepada kedua orang tua Enzi. Tidak ada tawa kebahagiaan yang di berikan kepada kedua pengantin baru itu. Yang ada kesedihan yang menyelimuti rumah duka. Janur kuning sudah berganti dengan bendera kuning yang diletakkan di depan rumah tanda keluarga sedang berduka.
"Mas, ikhlaskan. Mama dan papa akan merasa sedih jika kamu terus terpuruk seperti ini. " Ana mencoba berbicara kepada suaminya, karena sejak tadi Enzi mengabaikannya dan tidak bicara padanya sama sekali.
Enzi langsung menoleh dan menatap tajam ke arah Ana. Tatapannya begitu tajam dan menusuk ke dalam hati Ana. Wanita itu tidak menyangka kalau Enzi akan menatapnya seperti itu.
"Sebaiknya kamu diam saja, jangan pedulikan aku. " Enzi langsung beranjak dari duduknya dan meninggalkan kamar mereka.
Tidak ada malam pertama karena Enzi memutuskan untuk pisah kamar di malam pertama mereka. Ana mencoba memaklumi sikap Enzi malam itu, karena mungkin Enzi sedang berkabung dan bersedih karena kehilangan kedua orang tuanya di hari yang bersamaan.
Ana keluar dari kamarnya dan turun ke dapur, melihat suasana di rumah itu. Terasa dingin dan sepi, bahkan pelayan pun sudah tidak terlihat. Rumah juga sudah terlihat rapi, benar-benar bukan seperti rumah seseorang yang memiliki hajatan atau sedang berkabung. Enzi benar-benar membersihkan rumah itu, tanpa ada satupun barang yang berserakan.
"Kenapa sepi sekali seperti ini?" gumamnya, dan terus berjalan ke dapur untuk memasak sesuatu, karena perutnya terasa lapar.
Terdengar pintu kamar terbuka, dan sosok Enzi keluar dari kamar tamu berjalan mendekat kearah dapur dengan tatapan dingin. Sepertinya dia tidak tau kalau Ana juga sedang berada di dapur. Karena saat melihat sosok Ana, Enzi terlihat sangat terkejut.
"Kenapa kamu ada disini?" tanya Enzi sambil berlalu dan mengambil air di dalam lemari es lalu duduk di kursi meja makan.
"Aku lapar, jadi aku membuat mie instan. Apa kamu mau. " tawar Ana sambil terus memasak.
Enzi hanya diam tak menjawab dan terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh Ana.
Ana yang tidak mendapatkan jawaban segera mengambil dua mangkok dan menyajikan mie yang dia masak ke hadapan Enzi dan satu lagi untuknya. Enzi hanya memperhatikan mie di dalam mangkok yang masih mengepul tanpa menyentuhnya. Sedangkan Ana mencoba menikmati mie yang sudah dia masak.
Enzi masih tetap dengan diamnya tanpa menyentuh mie nya dan menatap Ana dengan tatapan aneh, tidak selembut biasanya, tidak sehangat sebelumnya.
"Kenapa, Mas. Makanlah. " kata Ana yang melihat Enzi hanya diam saja sejak tadi tanpa menyentuh makanannya.
"Apa kamu sudah kenyang." tanya Enzi dengan suaranya berat dan dingin.
"Iya, aku akan mencuci mangkok ini." Jawab Ana.
"Baguslah, kalau kamu sudah kenyang. Aku ingin bicara denganmu." kata Enzi.
Ana menghentikan langkahnya sebentar, lalu melanjutkan langkahnya ke wastafel untuk mencuci mangkok bekasnya makan mie. Setelah selesai dia segera kembali duduk di kursi dan berhadapan dengan Enzi.
"Ada apa mas, apa yang ingin kamu bicarakan denganku? " tanya Ana penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh suaminya.
"Mulai besok kamu yang membersihkan rumah ini, aku akan mengurangi pelayan untuk mengurangi pengeluaran rumah tangga. " ucap Enzi.
Ana terdiam mendengar ucapan Enzi, dia tidak menyangka kalau suaminya akan melakukan hal itu kepadanya. Padahal Enzi tau kalau dia juga bekerja.
"Kenapa mas, aku kan... "
"Aku tidak mau tau, mulai besok kamu melakukan pekerjaan di rumah ini. " kata Enzi dan langsung berdiri lalu meninggalkan Ana sendirian.
Ana terdiam melihat kepergian suaminya. Bukan pergi ke kamar mereka, melainkan kembali ke kamar tamu. Ana tidak menyangka kalau Enzi akan melakukan hal ini kepadanya. Kenapa Enzi bisa berubah drastis seperti itu? itulah yang menjadi pertanyaan Ana saat ini.
Ana segera kembali ke kamarnya untuk beristirahat, dia tidak peduli lagi tentang Enzi yang memilih tidur terpisah di kamar tamu. Dia ingin melihat apa yang akan terjadi besok, apakah Enzi benar-benar melakukan apa yang tadi dia katakan kepadanya.
**********
Pagi datang, dengan begitu cerahnya. Ana yang masih libur kerja karena cuti menikah dengan santainya dia segera membersihkan tubuhnya dan langsung turun untuk menikmati sarapan. Tapi sayang, bukan sarapan yang dia dapatkan, melainkan tatapan tajam dari Enzi yang lagi-lagi menghujam jantungnya.
Memangnya apa kesalahannya, hingga membuat Enzi menatapnya dengan penuh kebencian.
"Apa kamu tuli?" bentak Enzi saat Ana sudah sampai di depannya.
"Apa maksudmu, mas? " tanya Ana kebingungan sekaligus terkejut dengan sikap Enzi yang tiba-tiba membentaknya.
"Jangan pura-pura bodoh. Semalam aku sudah menyuruhmu untuk melakukan semua pekerjaan di rumah ini karena aku sudah memberhentikan pelayan dirumah ini. Dan hanya menyisakan Bi Darmi saja karena dia sudah lama mengabdi untuk keluargaku. Selebihnya, rumah ini adalah tanggung jawabmu. " kata Enzi mengingatkan kembali apa yang semalam dia katakan kepada Ana.
"Tapi, mas, kenapa? Aku kan harus kerja juga setelah cuti. Kenapa kamu tidak membicarakan hal ini dulu denganku? Kenapa kamu mengambil keputusan ini sendiri. Jika kamu tidak bisa membayar pelayan, aku bisa membantumu. " Ana mencoba protes dan bernegosiasi dengan suaminya.
"Ini rumahku, jadi akulah yang mengambil keputusan tentang rumah ini. Kamu tidak berhak, kamu hanyalah istriku dan harus melakukan apa yang aku perintahkan. " kata Enzi tidak menerima apa yang di sampaikan Ana.
Ana terdiam, dia tidak menyangka kenapa suaminya bisa berubah begitu pesat dalam waktu satu hari. Padahal baru kemarin mereka menikah, dan sebelum menikah hubungan mereka sudah berjalan lima tahun. Seharusnya setelah pernikahan, mereka bisa hidup bahagia. Tapi nyatanya sekarang apa yang dia dapatkan setelah pernikahan, tidak seindah apa yang dia impikan. Enzi berubah 180° dari sebelumnya. Apakah ini karena kematian kedua orang tuanya? Tapi kenapa?
"Jangan melamun," bentak Enzi, "Cepat lakukan tugasmu, jangan manja. "
Setelah mengatakan itu, Enzi segera meninggalkan Ana dan pergi ke kamar utama. Ana hanya memandangi punggung Enzi yang menjauh dengan hembusan nafas berat.
"Mbak Ana, ayo. " ajak Bi Darmi membawa Ana ke dapur.
"Bi, sebenarnya apa yang terjadi pada mas Enzi. Kenapa dia bisa berubah seperti itu. " tanya Ana dengan mata berkaca-kaca.
"Bibi juga nggak tau, mbak. Mbak Ana yang sabar ya, mungkin mas Enzi masih berduka karena kehilangan orang tua yang sangat dia sayangi. Apalagi mereka sudah lama tidak bertemu, dan bertemu dengan keadaan seperti ini. " Bi Darmi mencoba menenangkan hati Ana.
"Tapi, bi, kami juga baru menikah. Kenapa dia begitu tega sama aku... "
dia sudah memilih
be strong woman you can do it
marah atau pura pura ga tau