Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Bayangan masalalu
Bude Sukma pamit pulang, meninggalkan Ratih yang masih duduk di ruang tamu, pikirannya melayang ke masa lalu. Ki'Jambu Arsa, nama itu masih menghantui dirinya hingga sekarang. Ratih tidak bisa melupakan kejadian itu, kejadian yang mengubah hidupnya selama-lamanya.
Sati keluar dari kamar, menatap ibunya dengan mata yang masih merah karena menangis. "Ibu, aku mau tidur," kata Sati dengan suara yang lembut.
Ratih mengangguk, "Baik, Nduk. Istirahatlah, ibu juga akan tidur nanti."
Sati kembali ke kamar, meninggalkan Ratih yang masih duduk di ruang tamu, pikirannya masih melayang ke masa lalu. Ratih tidak bisa melupakan kejadian itu, kejadian yang mengubah hidupnya selama-lamanya.
Di luar, hujan masih turun, tetapi tidak sekeras sebelumnya. Suara petir masih terdengar, tetapi tidak sekeras sebelumnya. Ratih merasa ada sesuatu yang tidak beres, ada sesuatu yang menghantui dirinya.
Ratih berdiri, berjalan ke jendela, dan melihat ke luar. Hujan masih turun, tetapi dia tidak melihat apa-apa. Tiba-tiba, dia merasa ada seseorang yang menatapnya. Ratih merasa bulu kuduknya merinding, dia tidak bisa melupakan perasaan itu.
"Ki'Jambu Arsa?" Ratih bergumam, suaranya hampir tidak terdengar.
Tiba-tiba, lampu di ruang tamu mulai berkedip, dan suara petir terdengar lebih keras. Ratih merasa ada sesuatu yang tidak beres, ada sesuatu yang menghantui dirinya.
Ia Langsung beranjak masuk kedalam kamar, malam ini Ratih tidur bersama anaknya Sati, karena Ratih sedikit merinding dengan kejadian barusan.
Ditambah ibunya hari ini juga baru meningal dunia.
Ratih merasa dirinya tidak tenang, dia tidak bisa melupakan perasaan itu.
Dia mencoba untuk tidur, tapi pikirannya masih melayang ke masa lalu. Ki'Jambu Arsa, nama itu masih menghantui dirinya hingga sekarang.
Sati anaknya tidur nyenyak di sebelahnya, tapi Ratih tidak bisa tidur. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, ada sesuatu yang menghantui dirinya. Ratih mencoba untuk menutup mata, tapi dia tidak bisa. "Kenapa susah sekali untuk pulas!" Ratih mengusap keningnya yang sudah mulai pening.
Tiba-tiba, dia mendengar suara aneh di luar kamar. Suara itu seperti langkah kaki, tapi tidak jelas siapa yang membuat suara itu.
Ratih merasa bulu kuduknya merinding, dia tidak bisa melupakan perasaan itu.
Ratih mencoba untuk tidak memikirkannya, tapi suara itu semakin keras. Dia tidak bisa menahan rasa takutnya, dia mulai berdoa dan berharap agar semuanya baik-baik saja.
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka sendiri, dan sosok Ki'Jambu Arsa berdiri di depan pintu. Ratih merasa jantungnya berhenti berdetak, dia tidak bisa berteriak atau bergerak.
Ki'Jambu Arsa tersenyum, dan berkata, "Aku sudah kembali, Ratih. Aku sudah kembali untukmu..." Senyumnya begitu menakutkan.
Tenggorokan Ratih seolah tercekat, suaranya tertahan di tenggorokan, ia bahkan sangat sulit untuk mengeluarkan kata-katanya.
Ratih mencoba untuk berteriak, tapi suaranya tidak keluar. Dia mencoba untuk bergerak, tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan.
Ki'Jambu Arsa semakin mendekat, senyumnya masih menakutkan.
Sati, yang tadinya tidur nyenyak, tiba-tiba bangun dan melihat ke arah pintu. Dia melihat Ki'Jambu Arsa dan langsung berteriak, "Ibu, Ibu, ada orang!"
Ratih, yang masih dalam keadaan terkejut, langsung sadar dan mencoba untuk melindungi Sati. Dia berdiri di depan Sati dan berkata, "Jangan dekat-dekat, pergi!" Ratih bisa berteriak lancar
Ki'Jambu Arsa berhenti sejenak, lalu berkata, "Aku tidak akan menyakiti kalian. Aku hanya ingin..."
Ratih tidak percaya, dia tahu bahwa Ki'Jambu Arsa tidak bisa dipercaya.
Dia terus berkata, "Pergi, pergi dari sini!" Sambil di iringi air mata.
Ki'Jambu Arsa tidak bergerak, dia terus menatap Ratih dengan mata yang tajam. Sati, yang masih berteriak, tiba-tiba berhenti dan berkata, "Ibu, aku takut."
Ratih langsung memeluk Sati berusaha menenangkan putrinya, "Jangan takut, ibu ada di sini."
Tiba-tiba, lampu di kamar mulai berkedip, dan suara petir terdengar lebih keras. Ki'Jambu Arsa menghilang, dan ruangan menjadi gelap.
Ratih membuka matanya, nafasnya tersegal-sengal ternyata ia hanya bermimpi, mimpinya begitu menakutkan bahkan keringat dingin membasahi kening dan lehernya.
"Ibu, ibu kenapa?" Sati mengucek matanya ia langsung mengangsurkan segelas air putih pada sang ibu.
"Ini, diminum dulu bu, ibu mimpi buruk lagi?" tanya Sati menatap wajah ibunya.
Ratih terdiam, setelah minum, tatapan matanya kosong, ia tidak menjawab pertanyaan Sati, Ratih hanya mengaguk pelan, mimpinya malam ini begitu menakutkan.
"Tidurlah Nduk, hari sudah larut, besok kita harus kembali memulai bekerja." Ratih tersenyum simpul, ia meminta anaknya tidur
"Wajah ibu terlihat pucat, sebenarnya ibu kenapa?" Sati menarik kain Jarik yang ia gunakan untuk menutup kakinya, sambil wajahnya tidak berpaling melihat wajah ibunya yang nampak cemas dan ketakutan.
Ratih memeluk Sati dan berkata, "Ibu baik-baik saja, Nduk. Tidurlah, besok kita akan menghadapi hari baru bersama-sama." Ratih menarik nafas dalam, berusaha tetap bersikap biasa saja.
Sati mengangguk dan kembali tidur, tapi Ratih masih terjaga, pikirannya masih dipenuhi dengan bayang-bayang Ki'Jambu Arsa. Dia tidak bisa melupakan mimpinya yang menakutkan itu.
Ratih mencoba untuk menenangkan dirinya, dia berdoa dan berharap agar mimpinya itu tidak menjadi kenyataan.
Setelah beberapa saat, Ratih akhirnya bisa tidur, tapi tidurnya tidak nyenyak, dia masih merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Apakah kematian ibu juga ada kaitannya dengan semua ini?" Gumam Ratih dalam hening, mengingat ucapan Bude Sukma siang tadi ia terus kepikiran kalau sebelum meningal ibunya pernah bercerita soal Ki'Jambu Arsa. Pada Bude Sukma.
Tiba-Tiba ia juga mengingat kejadian 14 tahun yang lalu, saat itu ia mengikat sumpah dan juga pengikatan jiwanya kalau jiwanya dan jiwa Ki'Jambu Arsa telah terikat.
Jika dirinya tidak kembali bersekutu, maka keluarganya akan dapat mala petaka.
"Benarkan semua ini karena ada kaitannya dengan mimpi ibu!" Ratih bergumam lirih, matanya terpejam namun fikirannya terus wara-wiri.
Hingga sampai jam lima pagi, Ratih masih tetap terjaga ia bahkan melewati malam panjang. Karena tidak bisa tidur saat matahari mulai muncul, ia langsung beranjak dari ranjang tidurnya, menyiapkan bekal untuk ke ladang, meskipun fikirannya begitu kacau tapi ia tidak bisa membagi beban itu pada Sati.
"Ibu sudah bangun selamat pagi ibuku yang cantik." Sati memeluk Ratih dari belakang, melingkarkan tangannya di pundak sang ibu, setiap pagi Sati selalu bangun dengan ceria, meskipun kemarin tidak karena di tingal neneknya adalah duka terberatnya.
"Kamu siap-siap langsung, hari ini kita akan tanam padi di sawah juragan Mukti." Kata Ratih sambil menyiapkan bekal untuk ke sawah.
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥