NovelToon NovelToon
REVENGE

REVENGE

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nona Jmn

Sejak kematian ayahnya yang misterius, Elina diam-diam menyimpan dendam. Saat Evan—teman lama sang ayah—mengungkapkan bahwa pelakunya berasal dari kepolisian, Elina memutuskan menjadi polisi. Di balik ketenangannya, ia menjalankan misi berbahaya untuk mencari kebenaran, hingga menyadari bahwa pengkhianat ada di lingkungan terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelukan terakhir

"Ayah!"

Teriakan Elina pecah di lorong sempit rusun itu. Air matanya tak terbendung ketika melihat ayahnya tergeletak di lantai. Wajah Erlangga penuh lembam, darah mengalir dari pelipis hingga membasahi pipi, sementara dari perutnya darah terus merembes tanpa henti.

"Ayah... Hiks... Ayah!"

Tangisnya pecah, tubuh mungil itu bergetar hebat saat meraih dan memeluk ayahnya. Jarinya gemetar memeriksa nadi di pergelangan tangan sang ayah—namun hampa. Tak ada lagi denyut kehidupan di sana.

"Ayaaahhhh!" jeritnya parau, menggema, namun tak seorang pun peduli.

Elina semakin erat memeluk tubuh Erlangga, rasa penyesalannya menyesakkan dadanya. Andai saja aku tidak memaksa ayah pulang... mungkin ayah masih ada bersamaku sekarang.

"Tolong! Tolong!" Elina memanggil dengan suara memelas pada tetangga-tetangga rusunnya. Tapi pintu-pintu tetap rapat, hanya bayangan dari celah jendela yang mengawasinya tanpa niat membantu.

"Hiks... hiks... Jangan tinggalkan aku, Ayah... maafkan El. Maafkan Elina, Ayah..." isaknya pecah, tangannya terus mengguncang tubuh sang ayah, seolah berharap keajaiban bisa membangunkannya kembali.

Tiba-tiba, sebuah suara lirih terdengar di belakangnya.

"El..."

Elina menoleh dengan mata sembab. Tubuhnya kaku melihat sosok Evan berlari menghampirinya.

"Om Evan..." panggilnya serak.

Evan melangkah cepat, matanya membelalak begitu melihat Erlangga. Ia berlutut di sisi kakaknya, tangannya gemetar menyentuh wajah Erlangga yang dingin.

"Apa yang terjadi... Kak Erlan..." suaranya bergetar, air mata mulai mengalir. Pandangannya kabur, dadanya sesak menahan duka.

"Kak... kenapa kamu bisa seperti ini..."

Evan memeluk tubuh Erlangga yang kaku, dan di sampingnya, Elina masih terisak, terjebak dalam penyesalan dan kehilangan yang tak terbalas.

•●•

Di pemakaman Erlangga, suasana terasa sepi dan sendu. Hanya Elina, Evan dan segelintir orang yang hadir. Tangis Elina tak terbendung saat melihat peti ayahnya perlahan diturunkan ke liang lahat. Isaknya pecah, seolah setiap sekop tanah yang menutupi peti itu menimbun hatinya juga.

Evan melangkah mendekat, lalu merangkul bahu Elina yang gemetar.

"Sabar, El... sedih itu wajar. Tapi jangan sampai berlarut. Ayahmu pasti nggak ingin melihat kamu begini," ucapnya pelan, berusaha menenangkan.

Dengan suara serak, Elina bergumam, "Ayah jahat, Om... Ayah ninggalin El... tanpa ajak El."

Evan menarik napas dalam. Tatapannya lembut saat menunduk menatap gadis kecil itu.

"Ayah kamu nggak ninggalin kamu, El. Dia selalu ada di hati kamu, selalu," ujarnya penuh keteguhan.

Upacara pemakaman selesai. Perlahan, semua orang pergi, menyisakan hanya Elina dan Evan. Elina terduduk di tanah basah, menatap makam ayahnya dengan mata sembab. Air matanya masih terus jatuh.

"Ayah... kenapa ayah nggak ngajak El ikut pergi? Apa ayah tega ninggalin El di dunia yang kejam ini?" suaranya lirih, nyaris tenggelam oleh isakan.

Kepalanya menoleh ke sisi kanan, ke makam lain yang tak asing baginya—makam ibunya. Wajah Elina semakin berkerut, hatinya remuk.

"Bu... ibu seneng, kan? Cinta ibu sekarang udah sama ibu." Ia tersenyum getir, suaranya bergetar. "Terus... gimana sama aku, Bu? Kalian berdua cinta El... kenapa ninggalin El sendirian? Hiks... hiks..."

Evan hanya bisa menatap iba. Hatinya sendiri ikut perih melihat anak dari seseorang yang ia anggap kakak harus menanggung duka sebesar ini. Ia menunduk, lalu tanpa banyak pikir memeluk Elina erat-erat.

"El... kita pulang sekarang, ya," ucapnya lembut, tangannya mengusap punggung Elina.

"Aku mau kemana, Om? Rumah aku... ya di sini," jawab Elina dengan suara yang nyaris putus.

Evan menghela napas, lalu berbisik, "El... ayahmu bakal sedih lihat kamu kayak gini. Kamu harus ingat satu hal, meski ayah dan ibumu udah nggak ada di dunia ini... cinta mereka tetap ada di hati kamu. Itu nggak akan hilang."

Butuh waktu lama, tapi akhirnya Elina pasrah. Evan pun sedikit lega. Ia menggandeng Elina pulang.

Sepanjang perjalanan, Elina hanya diam. Tatapannya kosong menembus kaca mobil, membiarkan kenangan bersama ayahnya berputar dalam kepalanya. Evan, yang sedang menyetir, tak berusaha mengganggu. Ia tahu duka sebesar ini hanya bisa dirasakan, bukan dipaksa hilang.

Mobil akhirnya berhenti di depan rusun.

"Makasih, Om," ucap Elina lirih.

Evan tersenyum tipis. "Sama-sama, El. Ingat... jangan berlarut dalam kesedihan."

Elina tak menanggapi. Tatapannya kosong.

"El..." panggil Evan pelan.

"Aku perlu sendiri, Om," potong Elina cepat.

Evan mengangguk pelan. "Baiklah."

Tanpa kata lagi, Elina masuk ke dalam rusunnya. Pintu berderit lalu tertutup.

klik!

Sesampainya di kamar, tubuh Elina langsung ambruk di atas ranjang. Tangisnya kembali pecah, kali ini tanpa bisa ia tahan. Ingatan bersama ayahnya berputar begitu jelas—senyumnya, suaranya, dan hangat pelukannya.

"Ayah... maafkan El... kalau saja El nggak nyuruh Ayah pulang..." suaranya tercekat, penuh penyesalan.

Ia meraih baju ayahnya yang masih tergantung di kursi, lalu memeluknya erat-erat. Aroma sang ayah masih melekat di kain itu, seakan Erlangga belum benar-benar pergi.

Dalam dekapannya, Elina menangis hingga tubuhnya bergetar hebat.

"Ayah..." bisiknya patah, menggantung di udara malam yang dingin.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!