NovelToon NovelToon
Perjalanan Mengubah Nasib

Perjalanan Mengubah Nasib

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / CEO
Popularitas:437
Nilai: 5
Nama Author: clara_yang

Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang dulunya selalu diabaikan suaminya bereinkarnasi kembali kemasalalu untuk mengubah nasibnya agar tidak berakhir tragis. jika ingin tau kelanjutannya ikuti cerita nya,,!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon clara_yang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Hujan turun lebih deras ketika konvoi kendaraan memasuki halaman rumah sakit swasta milik keluarga Kenny—tempat paling aman, paling cepat, dan paling mampu menangani pendarahan besar. Lampu-lampu di lorong darurat menyilaukan mata, namun Keyla tidak merasakan apa-apa. Ia hanya menggenggam tangan Kenny yang semakin dingin, seolah tubuh pria itu tengah berpindah perlahan ke dunia lain.

Begitu pintu mobil dibuka, tim medis langsung menyerbu ke dalam.

“Pasien laki-laki, luka tusuk dalam! Pendarahan masif! Turunkan tandu sekarang!”

“Ambil oksigen cadangan!”

“Dorong ke ruang bedah! Cepat!”

Komando bertubi-tubi membuat udara terasa penuh kepanikan. Reno melompat turun, membantu membuka jalur, sementara Keyla tetap berada di samping Kenny.

“Bu, kami perlu membawa pasiennya ke ruang operasi. Ibu harus—”

“Aku ikut,” potong Keyla, suaranya putus, hampir tak terdengar.

Perawat itu menatapnya dengan iba. “Bu, Anda tidak diperbolehkan masuk saat operasi berlangsung. Tapi Anda bisa mendampingi sebelum pintu masuk.”

Keyla mengangguk dengan mata kosong.

Sementara itu, Kenny diangkat dari tandu mobil ke tandu rumah sakit. Darah masih merembes dari perutnya, meski sudah ditekan perban besar. Napasnya terputus-putus, tidak teratur—setiap hembusan seakan perjuangan terakhir.

“Kenny… jangan tinggalkan aku… tolong… jangan tinggalkan aku.” Keyla berjalan cepat mengikuti tandu yang didorong para dokter.

Ia tidak menangis lagi. Matanya telah melewati batas itu. Yang tersisa hanyalah ketakutan murni, seperti anak kecil yang kehilangan arah di tengah badai.

Lorong menuju ruang operasi terasa panjang. Terlalu panjang. Suara roda tandu bergema dalam ritme yang menyakitkan, bersaing dengan suara detak jantung Keyla yang kacau.

Sebelum pintu steril terbuka, Kenny tersentak sedikit. Tidak banyak—sekilas—tapi Keyla meraihnya segera.

“Kenny?” Ia menunduk, menempelkan wajahnya ke pipi suaminya. “Aku… aku di sini… jangan pergi…”

Pria itu tidak membuka mata, tapi bibirnya bergerak sangat pelan, hampir tidak terlihat.

“…ela…”

Keyla tersentak, air matanya jatuh lagi. “Ya… aku di sini… aku di sini…”

Dokter memotong, “Kita harus masuk sekarang!”

Tandu didorong ke dalam ruang operasi.

Pintu menutup.

Dan dunia Keyla ambruk.

Seketika itu juga, lututnya yang lemah akhirnya menyerah. Ia jatuh duduk di lantai dingin rumah sakit, tangannya mencengkeram bajunya sendiri sambil menahan isak yang akhirnya pecah.

Reno datang menghampiri dan menahan bahunya sebelum ia jatuh lebih jauh.

“Keyla… kamu harus tenang…” suara Reno sendiri bergetar, meski ia mencoba tegar.

“Dia… dia berdarah banyak, Reno…” Keyla menutup wajahnya. “Bagaimana kalau dia tidak bangun lagi? Bagaimana kalau aku kehilangan dia? Ini semua karena aku…”

Reno menatapnya tajam. “Jangan mulai menyalahkan diri sendiri.”

“Tapi—”

“Kenny ada di dalam sana bukan karena kamu. Tapi karena dia mencintaimu.”

Keyla membeku.

Reno melanjutkan, “Kenny akan melawan mati demi kamu. Setiap kali. Sampai napas terakhirnya. Kamu harus menghormati itu dengan satu hal—tetap kuat.”

Keyla menggigit bibirnya sampai berdarah.

Ia ingin percaya.

Tapi ada sesuatu yang lebih besar berkecamuk di dalam dirinya.

Sesuatu yang sudah lama terkunci.

Sesuatu bernama Dira.

Dua jam berlalu.

Reno berdiri sambil menatap layar CCTV ruangan luar operasi, yang menampilkan dokter-dokter bersiap memindahkan Kenny ke ruang penyinaran. Mereka sibuk menahan pendarahan, memasang selang transfusi darah, menyuntikkan obat, dan mengangkat serpihan pisau tipis yang sempat menancap dalam.

Para penjaga dari kelompok Kenny memenuhi lorong rumah sakit, mengecek setiap orang yang masuk dan keluar. Mereka memastikan tak ada satu pun yang bisa mendekati Keyla.

Karena ancaman baru sudah jelas:

Seseorang tidak hanya mengincar Keyla—tetapi semuanya yang berhubungan dengannya.

Reno menerima laporan dari bawahannya.

“Bos, kami telah melacak HP penculik itu,” ujar salah satu anggota. “Pesan terakhir yang ia terima berasal dari nomor terenkripsi. Kami menduga ini sistem lama… sistem yang hanya dipakai organisasi bersimbol ‘Rantai Pecah’.”

Reno menatap tajam. “Organisasi yang memburu Dira?”

Anak buah itu mengangguk. “Betul.”

Reno mengumpat pelan.

“Teruskan penyelidikan. Dan tingkatkan keamanan rumah sakit.”

“Siap!”

Begitu bawahannya pergi, Reno menatap ke arah Keyla yang duduk diam di kursi panjang. Wanita itu memandang kosong ke arah lantai, tangan menggenggam sesuatu—kalung kecil yang Kenny berikan padanya dulu. Air matanya sudah kering, tapi wajahnya seperti kaca yang retak, hanya tinggal menunggu pecah.

Reno menarik napas panjang, lalu duduk di sampingnya.

“Keyla.”

Keyla tidak bergerak.

“Keyla, kamu dengar aku?”

Hening.

Baru setelah beberapa detik, Keyla bergumam pelan. “Aku takut…”

“Aku tahu.”

“Aku tidak hanya takut kehilangan Kenny…” Keyla mengangkat wajahnya perlahan, menatap Reno dengan mata yang dipenuhi sesuatu jauh lebih dalam dari rasa takut. “…aku takut… masa lalu itu kembali. Masa lalu yang belum bisa aku ingat sepenuhnya… tapi selalu mengikutiku.”

Reno menahan napas.

Karena akhirnya, Keyla membicarakannya.

“Nama itu… Dira…” Keyla menggenggam kalung itu lebih erat. “Kenapa aku merasa… itu bukan hanya panggilan? Kenapa aku merasa… itu bagian dari diriku… yang ingin aku lupakan selamanya?”

Reno menunduk.

Ia tahu ia tidak boleh menekan Keyla.

Namun dunia tidak menunggu.

Dan Kenny tidak punya banyak waktu.

“Keyla,” Reno akhirnya berkata pelan, “kalau masa lalumu adalah kunci untuk mengetahui siapa yang menginginkanmu, kamu harus mengungkapkan semuanya. Untuk kami. Untuk Kenny. Dan untuk dirimu sendiri.”

Keyla menutup mata, menahan getaran dalam hatinya.

“Aku… tidak ingat semuanya,” ia mengaku, suaranya nyaris pecah. “Yang aku tahu… hanyalah potongan-potongan. Sejak lama… aku melihat mimpi aneh… mimpi tentang seseorang yang memanggilku Dira. Mimpi tentang aku dikejar… mimpi tentang tempat yang gelap… mimpi tentang suara pria yang berkata aku harus ‘dikembalikan’.”

Reno menegang. “Dikembalikan? Ke mana?”

Keyla membuka mata—dan untuk pertama kalinya, ada bayangan gelap di sana.

“Aku tidak tahu.”

Ia memeluk dirinya sendiri.

“Tapi aku merasa… seseorang dulu mencariku. Seseorang yang… menganggapku miliknya. Seseorang yang ingin aku kembali… ke tempat aku berasal.”

Reno mengepal tangannya.

“Dan orang itu yang mengirim penculik tadi.”

Keyla mengangguk pelan.

Keduanya terdiam, sampai tiba-tiba—

Pintu ruang operasi terbuka.

Yang keluar adalah dokter utama, mengenakan pakaian hijau yang bernoda darah Kenny.

Keyla berdiri seketika. “Dokter… bagaimana Kenny? Bagaimana suami saya?”

Dokter melepas maskernya, ekspresinya tegang dan lelah.

“Luka tusuknya sangat dalam. Pisau itu hampir mengenai arteri utama. Kami sudah menghentikan pendarahannya, tapi…”

“Tapi apa?” suara Keyla pecah.

“Kondisi jantungnya melemah drastis. Ia kehilangan terlalu banyak darah. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Sekarang… yang menentukan hanyalah tubuhnya sendiri.”

Dunia Keyla kembali runtuh.

Dokter melanjutkan,

“Kami akan memindahkannya ke ICU. Ibu bisa melihatnya sebentar setelah kami menstabilkan alat-alatnya. Tapi saya harus jujur… kondisi seperti ini sangat kritis. Ia bisa melewati malam ini.”

Dokter berhenti sebentar, lalu melanjutkan dengan berat.

“Atau tidak.”

Keyla menutup mulutnya, menahan jeritan yang tidak keluar.

Reno berdiri di sampingnya, wajahnya pucat.

Dokter memberi hormat kecil, lalu kembali masuk.

Pintu menutup.

Hening.

Sampai Keyla akhirnya berbisik pelan, suaranya patah:

“Reno… kalau Kenny mati… apa yang tersisa dariku?”

Reno memejamkan mata.

“Dia tidak akan mati,” jawabnya dengan suara yang tidak stabil. “Karena kita akan melawan ini. Semua. Masa lalumu. Orang-orang itu. Pengirim pesan itu.”

Ia membuka mata, menatap Keyla.

“Tapi untuk itu… kamu harus berani membuka semuanya.”

Keyla terdiam.

Ia merasakan sesuatu bergerak di dalam dadanya—ketakutan lama, rahasia yang terkubur, dan rasa cinta yang hampir hancur.

Kemudian ia menarik napas panjang, tangan menggenggam kalungnya sampai gemetar.

“Kalau itu satu-satunya cara menyelamatkan Kenny…” Keyla menatap lurus ke depan, air mata mengalir lagi. “…aku akan ceritakan semuanya. Semampu yang aku ingat.”

Reno mengangguk pelan.

Perang baru telah dimulai.

Dan kali ini, musuhnya bukan hanya seseorang.

Tetapi masa lalu itu sendiri.

1
SHAIDDY STHEFANÍA AGUIRRE
Nangkring terus
Tsuyuri
Ngga kecewa sama sekali.
sweet_ice_cream
Jangan berhenti menulis, cerita yang menarik selalu dinantikan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!