Setelah kematian kedua orang tuanya, Farhana baru tahu jika mereka bukanlah orang tua kandungnya.
Mereka berdua meninggal akibat kecelakaan. Dan ternyata yang menabrak adalah putri kandungnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIKAP KELUARGA
Setibanya di kamar, Tuan Pratama membuat panggilan pada Sang Istri. Saat ini Nyonya Dewi sedang berada di luar Negeri. Bukan untuk keperluan bisnis, melainkan menemani Putri melakukan perawatan.
Sebenarnya bukan sopir yang sudah menabrak mobil Farhana. Melainkan Putri yang saat itu mengendarai mobil ugal-ugalan. Padahal usianya masih lima belas tahun dan belum memiliki SIM.
Kebetulan sopir keluarga Pratama habis kecelakaan . Kondisinya sangat parah. Hingga saat ini masih dirawat di ruang ICU. Semua kesalahan dilimpahkan kepadanya dengan biaya yang sangat fantastis.
Selain Tuan Pratama , Putri dan Nyonya Dewi tidak ada yang mengetahui tentang kebenaran ini. Begitupun dengan kedua putranya.
Nyonya Dewi telah mengetahui jika Farhana merupakan putri kandungnya. Namun ia memilih menemani Putri keluar negeri tanpa peduli dengan keadaan Farhana sama sekali.
"Ada apa?" tanya Nyonya Dewi dengan tidak sabar.
"Bagaimana kondisinya?"
"Ah...kasihan sekali putriku. Kulit wajahnya samapi memar. Besok ia akan melakukan operasi plastik agar kulitnya kembali mulus."
"Apakah separah itu?" tanya Tuan Pratama dengan dahi mengkerut.
Dia sudah melihat dengan mata kepala sendiri kondisi Putri. Meski kekurangan darah, namun lukanya tidak separah yang diderita oleh Farhana.
"Apa yang Kamu katakan?"
"Tidak. Apa Kamu tidak ingin pulang?"
"Buat apa? Aku masih harus menemani Putri sampai benar-benar pulih."
"Dia sudah ada di rumah."
"Urusannya denganku apa? Ingat ya Tama Puri adalah putriku satu-satunya. Tidak akan ada yang pernah berubah. Terserah kalau dia mau tinggal disana. Tapi ingat...jaga batasan!"
Tut.....
Panggilan langsung diputus oleh Nyonya Dewi secara sepihak. Tuan Pratama menghela nafas dengan kasar. Ia melemparkan ponselnya ke atas kursi dengan kasar.
"Sial! Apa yang harus aku lakukan?"
Farhana tidak tahu jika dirinya telah membuat sepasang suami istri bertengkar. Ia sedang berada di dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Meski Farhana menggunakan kursi roda, namun bukan kursi roda biasa. Kursi roda itu kiriman khusus dari sahabat Sang Ayah yang sudah dilengkapi alat-alat khusus yang dapat memudahkan Farhana beraktifitas.
Farhana sudah mulai terbiasa. Setelah melepas semua pakaiannya ia masuk kedalam bak mandi menggunakan kedua tangannya sebagai sokongan. Untungnya ia sudah berlatih bela diri sejak dini.
Selesai mandi , Farhana mengambil tas kecil yang sedari tadi ia bawa. Di dalamnya ada ponsel , dompet dan satu kotak perhiasan. Isinya bukan perhiasan tetapi satu set jarum akupuntur yang berwarna kuning keemasan.
Ia selalu membawa kotak itu kemanapun berada. Jarum itu diberikan oleh guru Farhana yang berasal dari Tiongkok.
Farhana naik ke atas kasur dengan perlahan. Setelah mendapatkan posisi yang pas, ia segera menancapkan jarum-jarum itu di tempat yang tepat. Rasa hangat mengalir di Kakinya. Setelah setengah jam jarumnya ia lepas.
Mendiang Ayah Farhana bukanlah orang sembarangan. Jadi sahabatnya juga bukan orang sembarangan. Salah satunya guru Farhana.
Waktu makan malam tiba. Santi datang untuk membawanya ke ruang makan.
Tok tok tok
"Non...boleh Saya masuk?" tanya Santi dengan sopan.
"Masuklah," jawab Farhana dari dalam kamar.
Santi segera membuka pintu kamar dan masuk kedalam. Saat ini Farhana sedang fokus dengan poselnya . Entah apa yang sedang ia lakukan.
"Ada apa?" tanya Farhana dengan datar.
"Tuan meminta Nona untuk makan malam bersama. Tuan Muda pertama dan Tuan muda kedua juga sudah menunggu di ruang makan."
"Bantu Aku sebentar," kata Farhana sambil menyimpan ponselnya di bawah bantal.
Santi membantu Farhana dengn hati-hati. Setelah memastikan Farhana duduk dengan baik, ia langsung medorong kursi roda itu ke ruang makan.
Didalam benak Santi banyak hal yang ingin ditanyakan. Ia bisa melihat Farhana sudah selesai membersihkan diri. Bagaimana cara Farhana mandi? Bagaimana ia bisa naik ke ats ranjang sendiri?
Ia sudah menunggu lama untuk membantunya. Namun Farhana tidak memanggilnya sama sekali.
Saat tiba di ruang makan, Farhana bisa melihat tiga lelaki yang sedang duduk di kursi makan. Salah satunya Tuan Pratama. Jadi bisa ia tebak kedua lelaki lainnya adalah kedua kakaknya.
"Selamat malam," sapanya dengan sopan.
"Selamat malam. Bagaimana istirahatnya?"
"Baik."
"Ini kedua kakak lelakimu. Ini Bang Ata dan ini Bang Reza."
"Halo," sapa Reza dengan ramah. Sudah lama ia ingin melihat adik kandungnya. Baru hari ini kesampaian.
"Hai."
"kalau butuh sesuatu panggil saja Bang Reza," katanya dengan semangat.
"Apa kalau dipanggil bisa langsung muncul?"
"?????"
Reza bingung menjawabnya. Dia bukan bangsa jin. Bagaimana dipanggil bisa langsung muncul?
"Jangan hiraukan perkataanya. Kalau butuh sesuatu bisa hubungi Nomer Bang Atta. Meski tidak bisa datang langsung, nanti asisten abang yang akan datang."
"??????"
Giliran Farhana kini yang bingung. Tuan Pratama yang diacuhkan merasa kesal tanpa alasan.
"Ayo makan dulu. Keburu masakannya dingin. Nanti rasanya tidak enak lagi."
Farhana mengangguk kepalanya dengan patuh. Saat ingin mengisi piring, langkahnya kalah cepat dengan Tuan Pratama. Tuan Pratama dengan telaten mengisi piring Farhana dengan makanan kesukaannya yang ternyata juga kesukaan Farhana.
"Papa belum tahu makanan kesukaanmu. Jadi papa isikan seadanya saja. Tidak masalah kan?"
"Terima kasih." Tuan Pratama mengangguk dengan puas.
Reza dan Atta saling pandang dengan heran. Sejak kapan papa mereka perhatian? Bahkan semenjak mereka kecil belum pernah Tuan Pratama mengisi piring mereka.
Selesai makan Bang Reza mengajak Farhana untuk berkeliling. Tuan Pratama dan Bang Atta pergi ke ruang kerja masing-masing.
Bang Reza mendorong kursi roda dengan hati-hati. Ia membawa Farhana ke taman yang ada di samping rumah.
"Kita duduk disini saja."
"Agar akrab bagaimana kalu Bang Reza memanggilmu Hana saja?"
"Boleh."
"Sebelumnya Bang Reza mau mengucapakan bela sungkawa atas meninggalnya Ayah dan Ibumu. Meski mereka bukan kedua orang tua kandungmu , namun mereka yang sudah merawatmu mulai dari kecil."
"Terima kasih," ucap Farhana dengan tulus. Kini ekspresinya lebih lembut. Mencoba untuk menerima kehadirannya.
"Kalau boleh bang Reza tahu Kamu mau melanjutkan sekolah di rumah atau di sekolah?" tanya Bang Reza dengan hati-hati. Takut jika ucapannya membuat Farhana menjadi sedih. Namun yang khawatirkan tidak terjadi. Ekspresinya terlihat biasa saja.
"Di sekolah saja."
"Mau pindah dimana? Apa mau di sekolah Putri? Kalian seumuran pasti kelasnya juga sama kan?"
"Memangnya Putri kelas berapa?'
"Kelas sembilan di SMP internasional."
"Saya kelas sebelas SMA."
Duar!!!
"Apa katamu?"
"Kelas sebelas SMA. Memangnya kenapa?"
"Kok bisa?"
"Memangnya tidak bisa?" tanya Farhana heran. JIka di kota kecil saja progam akselerasi tersedia pasti di kota besar juga ada kan?
"Kamu ikut progam akselerasi?"
Farhana Menganggukan kepalanya dengan jujur. Bang Reza merasa takjub sekaligus senang.
"Apa yang sedang Kalian bicarakan?" tanya Tuan Pratama yang tiba-tiba muncul dengan raut masam. Melihat Farhana langsung akrab dengan Reza membuat Tuan Pratama cemburu. Padahal ia yang sudah lama bersamanya.
hana dn kluarganya pst bhgia bgt....
slain hana udh smbuh,nnek shir jg bkln d hkum mti....
jd pgn mkan nasi padang jg....ngiler.....🤤🤤🤤
slain msih khilangn orngtua angktnya,dia jg kcewa dgn kluarga kndungnya....tp mngkn dgn brjalnnya wktu,dia jg mau mmaafkn kluarganya.....
yg mstinya malu tu klian kaleee....
ngaku2 dkt sm dzaki,pdhl mh knal jg kagak.....