NovelToon NovelToon
AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Romansa / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: SAFIRANH

Luna harus memilih antara karir atau kehidupan rumah tangganya. Pencapaiannya sebagai seorang koki profesional harus dipertaruhkan karena keegoisan sang suami, bernama David. Pria yang sudah 10 tahun menjadi suaminya itu merasa tertekan dan tidak bisa menerima kesuksesan istrinya sendiri. Pernikahan yang telah dikaruniai oleh 2 orang putri cantik itu tidak menjamin kebahagiaan keduanya. Luna berpikir jika semua masalah bisa terselesaikan jika keluarganya tercukupi dalam hal materi, sedangkan David lebih mengutamakan waktu dan kasih sayang bagi keluarga.
Hingga sebuah keputusan yang berakhir dengan kesalahan cukup fatal, mengubah jalan hidup keduanya di kemudian hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAFIRANH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Luna menarik nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Matanya menatap kosong ke arah pemandangan dari balik jendela, beberapa pohon tampak berlalu begitu saja. Seakan menggambarkan perasaan kecewa yang memenuhi pikirannya.

Beberapa saat yang lalu, Luna sempat berpikir jika ini akan menjadi perjalanan yang menyenangkan bagi keluarga kecilnya. Tertawa bersama, atau saling menceritakan sesuatu yang lucu bersama kedua putrinya.

Namun, semua harapan itu sirna, pupus begitu saja ditelan oleh keegoisan yang menguasai hati David. Sepertinya, belum cukup puas pria itu memberikan kesedihan yang terus berlanjut seperti ini. Yang pertama adalah mengenai pekerjaan, dan yang kedua, mengenai kebebasan bersama kedua putrinya.

Fokus Luna teralihkan saat dirinya melihat pria asing yang baru membantunya itu mengulurkan satu buah botol berisi minuman kepadanya.

“Silahkan, ini akan membuat Anda merasa lebih segar.” 

“Terima kasih. Tapi saya membawa minuman saya sendiri,” tolak Luna dengan sangat sopan.

Tapi pria asing itu justru mengambil tangan Luna begitu saja dan memberikan botol itu kepadanya. “Perjalanan ini akan sangat melelahkan. Anda bisa meminumnya untuk menjaga stamina selama di perjalanan.” 

Luna terdiam sejenak, bingung dengan situasi semacam ini. Tapi, ia tetap menerima pemberian tersebut. Mengangguk singkat dan mengucapkan terima kasih. Lagipula, pria itu tidak tampak seperti orang jahat.

Untuk menghormati niat baiknya, Luna mulai membuka tutup botol tersebut dan minum cairan yang ada di dalamnya. Luna mengerjapkan mata, saat cairan itu meluncur di dalam tenggorokannya.

“Apakah ini jus buah Delima?” tanya Luna begitu saja.

“Bagaimana Anda bisa tahu jika itu adalah jus buah Delima?” 

“Rasanya memang begitu samar, tapi saya yakin jika ini memang buah Delima, dan juga…Strawberry?” Luna tampak kurang yakin saat menyebut campuran dari buah delima tersebut karena rasanya yang sangat unik.

Pria asing itu mengangguk membenarkan. “Anda benar. Ini memang jus Delima dan juga Strawberry, saya sengaja membuatnya karena kandungan antioksidan yang tinggi.” 

“Sudah saya duga, mungkin rasa asamnya berasal dari buah Strawberry.” imbuh Luna sambil tersenyum menatap ke arah botol di tangannya.

“Indra perasa Anda sangat kuat, apakah Anda seorang chef?” tanya pria asing tersebut memastikan.

Nafas Luna tercekat, dadanya terasa sesak. Meski ini hanya pertanyaan ringan, tapi itu membuat sesuatu yang berusaha dilupakan kembali muncul ke permukaan. 

Luna tersenyum singkat, berusaha untuk tetap terlihat sopan. “Tidak, saya hanya asal menebak saja.” 

Bohong! 

Semua itu hanya kebohongan semata. Luna berharap jika dengan mengubur semua kenangan itu akan membuat hatinya merasa lega, tapi tidak. 

Ia justru merasakan sakit yang luar biasa, bagaimana kerasnya usaha untuk bisa sampai di posisi saat itu.

Tapi, seorang pria yang adalah suaminya sendiri tidak pernah memberikan dukungan penuh padanya. Bukankah keluarga seharusnya saling mendukung? 

Luna tersadar. Saat satu bulir air mata turun melewati wajah cantiknya, lalu berusaha mengusapnya cepat. Ia menoleh sesaat ke arah si pria, yang rupanya sedang membaca buku. Ada ketenangan yang luar biasa saat pria itu tampak tenggelam dalam dunianya sendiri, dan itu membuat Luna merasa sangat iri.

***

Sedangkan di gerbong kereta yang lain, David tampak kesulitan untuk menenangkan putri bungsunya, Siena. Adalah hal yang wajar jika gadis kecil itu merasa kesulitan untuk tidur, mengingat ini adalah perjalanan jauh pertama baginya.

Siena terus merengek di pangkuan Ayahnya. Sedangkan Sarah telah memejamkan mata terlebih dahulu dengan menyandarkan kepala di pundak sang Ayah. 

“Ayah, Siena mau turun,” rengek gadis kecil itu.

“Sebentar lagi ya, sayang. Kita pasti akan segera sampai.”

“Mana boneka, Siena? Dan mana Ibu?” 

David menelan ludah susah payah menghadapi pertanyaan putrinya yang beruntun. Sempat berpikir untuk mencari keberadaan Luna, yang saat ini entah duduk di mana. Tapi, harga diri yang tinggi tidak membiarkan David melakukan hal itu. Hingga membuatnya memutuskan untuk menghadapi hal ini sendirian.

David sadar jika situasi sulit sekarang ini adalah akibat keputusan egoisnya sendiri, yang membiarkan tempat duduk istrinya ditempati oleh orang lain hanya karena masalah diantara keduanya.

Setelah melalui perjuangan cukup lama, akhirnya Siena berhasil tertidur dengan lelap. David bisa bernafas dengan lega, meskipun harus terus memangku sang putri dan membelainya hampir sepanjang malam.

Kini saatnya bagi David juga ikut beristirahat. Tapi, hal yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar perkiraan pria itu. Baru saja ia memejamkan mata, suara dengkuran sangat keras dari wanita paruh baya di depannya sukses merusak momen tenang yang diharapkan David untuk beristirahat. Ia mendesah, menahan kekesalan saat ini.

David menoleh ke arah dua putrinya yang telah tertidur pulas, ia juga menyesali keputusan bodohnya tadi yang sengaja ingin memisahkan Luna dari anak-anak. Andaikan saja istrinya itu ada di sini, maka David bisa beristirahat dengan tenang selama perjalanan yang panjang tersebut.

Hanya helaan nafas halus yang terdengar dari mulut David, sambil menunggu pagi akan segera datang agar perjalanan ini segera berakhir.

Sedangkan di kursi yang ditempati oleh Luna. Ia terbangun karena merasakan seluruh tubuh yang sakit karena baru saja tidur dalam posisi duduk. Suara dari roda besi bergesekan dengan rel, mengingatkan bahwa ia masih berada dalam gerbong kereta yang sedang menembus malam.

Keheningan saat ini mengingatkan Luna akan sesuatu, yaitu anak-anaknya. Ia meraba dalam tas, berusaha mengambil ponsel untuk menghubungi David. Begitu pesan terkirim, tak lama kemudian David langsung membalasnya.

[ Mereka sudah tidur, jangan khawatir.]

Pesan yang baru saja di terima oleh Luna membuatnya bisa bernafas lega. Ia sangat tahu jika perjalanan panjang ini adalah yang pertama kalinya untuk Sarah dan Siena, membuat Luna cemas jika mereka tak bisa tidur selama di perjalanan.

Tatapan Luna kini beralih ke arah pria asing di seberang, orang yang telah rela memberikan tempat duduk ini untuknya. Pria itu tengah tertidur, wajahnya begitu tenang. Jika dilihat, usianya masih muda, mungkin sekitar 25 tahun.

Saat hendak kembali tidur, Luna menangkap sesuatu yang tergeletak tak jauh dari kakinya. Sebuah benda berwarna merah beludru yang tampak tak asing untuknya. Luna menunduk untuk memastikan, dengan dahi berkerut, ia meraih benda tersebut.

“Kenapa benda ini bisa jatuh?” gumamnya pelan.

Ia mencoba mengingat. Tadi, sebelum tidur, ia memang sempat mengeluarkan beberapa macam barang dari dalam tasnya. Mungkin saja benda itu tanpa sengaja terjatuh tanpa Luna sadari. Bentuknya bulat, dengan warna merah pekat, sedangkan permukaannya lembut seperti beludru.

Itu adalah hadiah dari pelanggan beberapa waktu yang lalu. Bahkan sampai sekarang pun Luna sama sekali belum membuka untuk memeriksa isi di dalamnya. Entah karena belum sempat, atau Luna memang lupa memiliki benda seperti itu.

Dengan cepat, Luna kembali memasukkannya ke dalam tas. Mungkin benda itu memang tanpa sengaja terjatuh saat ia memindahkan beberapa barang dari tasnya. Ia berencana membukanya setelah sampai di rumah orang tua David.

***

Beberapa saat kemudian di lingkungan rumah keluarga David.

Udara sejuk langsung menyambut keluarga kecil itu saat mereka baru saja turun dari dalam mobil. Lingkungan masa kecil David, tampak masih sama seperti dulu, begitu tenang dengan beberapa bangunan tua yang masih terjaga.

Namun, kedamaian itu sama sekali tak dirasakan oleh Siena. Gadis kecil itu merasa jika lingkungan seperti ini sama sekali tak cocok untuknya.

“Kenapa jauh sekali! Pasti akan sangat membosankan tinggal di sini,” Siena mulai menggerutu, kakinya menendang beberapa kerikil di jalan setapak depan rumah neneknya.

David berjongkok tepat di hadapan putrinya, tersenyum dan berusaha memberikan pengertian. “Ayah yakin kamu akan segera suka dengan tempat ini. Kita bisa bersepeda sambil menikmati udara segar.” 

“Kenapa mobil kita tidak dibawa kesini, Ayah?” tanya Siena lagi.

“Tempatnya kurang luas, sayang. Jika hanya ingin jalan-jalan, Paman Doni juga punya mobil di sini.” 

Siena hanya mendengus, masih belum bisa menerima alasan Ayahnya untuk mengajak mereka semua pindah rumah. Sementara Sarah, masih tetap diam tanpa banyak berkomentar.

Pintu rumah mulai terbuka sebelum mereka sempat mengetuk. Menampilkan wanita paruh baya yang tersenyum sangat lebar, sebuah senyum yang hanya diberikan pada putranya sendiri. “David, akhirnya kamu pulang juga, Nak!” 

David langsung memberikan pelukan hangat pada Ibunya. Sedangkan Luna masih berdiri menunggu dengan perasaan canggung. Saat pelukan itu mulai berakhir, sang Ibu mertua langsung memberikan tatapan pada Luna, begitu dingin dan hanya memberikan jabat tangan singkat.

Aku sudah bisa menebak jika hal seperti ini akan terjadi.

Luna membatin dalam hati, sama sekali tidak terkejut dengan perlakuan Ibu mertuanya itu. Sedangkan dari arah belakang Ibu David, tampak seorang pria yang merupakan kakak kandung dari David, namanya Doni, menyapanya dengan sangat hangat.

“Selamat datang,” sapa Doni dengan senyuman ramah. “Masuklah, kalian pasti lelah selama di perjalanan.” 

Sebelum Luna sempat menjawab, Maria, istri Doni langsung menarik tangan suaminya masuk. “Ayo, pekerjaan di dalam belum selesai,” ucapnya mencari sebuah alasan.

Luna menundukkan kepala, baru saja menyadari akan sesuatu, bahwa hidup di rumah ini tidak akan berjalan dengan mudah. Mertua yang dingin, ipar yang cemburuan, membuat suasana rumah terasa lebih dingin namun kurang nyaman secara bersamaan.

Membuat Luna mengalihkan tatapannya pada sang suami. Mempertanyakan tujuan utama pria itu membawa mereka semua kesini. Yang jelas bukan untuk kebahagiaan, karena baru saja melangkah masuk ke dalam rumah ini saja, Luna telah dihadapkan dengan beberapa macam rintangan yang siap menghadang.

“Selain menjaga harga dirimu sendiri, apa hal lain yang kamu cari dengan membawaku kemari?” 

Batin Luna pada dirinya sendiri, pikiran tentang kelanjutan hidupnya terus berputar seperti badai yang tak kunjung reda.

BERSAMBUNG 

1
Becce Ana'na Puank
ok
SAFIRANH: Terima kasih ❤️
total 1 replies
HappyKilling
Bikin terhanyut. 🌟
SAFIRANH: Terima kasih 😘
total 1 replies
Helen
Kece abis!
SAFIRANH: Terima kasih,🥰❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!