NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:701
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

My Beautiful Teacher

◻️◻️◻️

"Ini mah masih dasarnya, masih gampang."

Delikan tajam diberikan Fero pada gadis bermata sipit di sampingnya ini.

"Yang pertama lo lakuin—jangan pernah menganggap susah apapun itu. Yang kedua kerjakan sebisanya. Yang ketiga kalau gak bisa dan gak ada penjelasan yang bikin lo ngerti, lo tanyain sama yang ngerti. That's it."

Fero menatap datar Mayra.

"Udah mulai gagunya. Gue bukan cuma omong doang. Lo kira gue bisa kayak gini, langsung aja gitu? Ya nggak lah, gue pernah gagal. Makannya gue berani ngasih petuah kayak gitu. Kalau gak gue lakuin gak akan gue bagiin. Ngerti gak?"

Gelengan Fero mengundang decakan kesal Mayra. "Lo tuh udah ditingkat bego akut. Kayak gitu aja nggak ngerti." Mayra menggeplak kepala Fero dengan buku paket yang tebalnya sekitar dua ratus halaman.

"Sakit anjing." Fero mengelus kepalanya.

"Giliran ngomong malah kasar, emang anjing lo!"

"Lo juga ngomong kasar," sewot Fero.

"Ok! Kita sama-sama kasar!"

Mayra menarik buku paket yang tadi sedang mereka bahas. "Jangan banyak bacot. Sekarang lanjutin ini, coba lo konfigurasiin dulu."

Fero menggaruk kepalanya. "Konfigurasi itu apa?"

Mayra mengelus dadanya dan menggumamkan tentang kesabaran tentang seberapa begonya otak Fero. "Ok. Coba lo sebutin teori atom, apa aja."

Fero menggeleng.

Helaan napas Mayra lakukan guna memperbesar kesabaran dalam menghadapi kebegoan Fero. "Berarti kita harus belajar dari awal, mundur ... " Mayra membuka halaman buku paket itu secara mundur.

"Hakikat ilmu kimia ..."

Kalian tahu seberapa malasnya Fero mempelajari pelajaran itu, Kimia. Apalagi harus mengulang dari awal?!

Mayra menjelaskan semuanya dengan mudah, mencoret-coreti buku paket Fero yang masih bersih. Untungnya sekolah swasta seperti tempat Fero bersekolah menyediakan buku paket yang memang sudah menjadi hak milik para siswa sehingga bebas melakukan apapun pada buku paket masing-masing. Mayra membulati, menggaris bawahi, menambahkan beberapa tulisan di setiap paragraf. Buku paket Fero kini menjadi warna-warni dengan hasil karya Mayra, namun Fero tak merasa risih atas hal itu justru materi itu kini terasa menarik dengan beberapa coretan pulpen berwarna. Tadi Mayra sempat mengambil pulpen yang berjumlah 24 dan beberapa buku di apartemen Varidza. Pulpen yang Mayra bawa tak hanya memiliki satu warna, tapi memiliki warna yang berbeda. Namun yang menjadi fokus Fero ialah—Mayra bilang ia tak bisa belajar tanpa pulpen itu.

"Gue kasih waktu buat lo mencerna semuanya, sepuluh menit. Gue mau ngerjain tugas punya gue dulu." Mayra mengambil buku miliknya dan mulai menulis dengan pulpennya yang warna-warni itu.

Fero membuka halamannya dari awal dan kembali mengingat apa yang Mayra jelaskan padanya. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing, sampai tiba sepuluh menit kemudian.

"Sepuluh menit berlalu sudah. Coba lo jelasin dari awal."

" ... Kalau homogen gak bisa dipisah dan susunannya gak kelihatan sedangkan heterogen sebaliknya. Ada senyawa sama unsur. Senyawa—gabungan beberapa unsur, unsur—gabungan atom sejenis. Atom—partikel terkecil dan susah dipisahkan, ion—terdapat muatan listrik. Atom sama atom jadi molekul, dari molekul jadi unsur dan senyawa. Struktur atom ada proton, elektron, dan neutron. Teori atom ada Dalton, Thomson, Rutherford, Niels Bohr. Teori atom Dalton ditemukan sama John Dalton .... "

Penjelasan dari Fero mendapat beberapa sanggahan dari Mayra mengenai beberapa materi, namun selebihnya penjelasan Fero sudah benar.

Fero sendiri tak menyangka ia bisa menjelaskannya dengan begitu lugas tanpa keraguan. Sepertinya pelajaran ini menjadi lebih menarik.

"Pinter banget sih. Btw, lo gak perlu hapalin yang aturan Aufbau itu, kalau mau mengkonfigurasikan lo cukup gambar piramidanya. Kalau lo hapalin bikin pusing, walaupun cuman dikit sih. Tapi gimana kalau ketuker, mending digambar biar lebih efisien."

Fero mengangguk. "Ok. Gue ngerti."

"Coba lo konfigurasiin 19K."

"Ternyata ada yang lagi belajar nih."

Mayra dan Fero menoleh begitu mendengar suara yang terasa familiar di telinga mereka. Mereka langsung beranjak dan menyapa sambil menyalami Mommy  Iren.

"Tumben kamu mau belajar Fero," ujar Mommy.

Fero menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Sedangkan Mayra nyengir kuda, "Kita udah janjian Tante, kalau ketemu lagi mau belajar bareng. Mayra juga mau berbagi ilmu Tante."

Mommy duduk di sofa serta Fero dan Mayra yang duduk berdampingan di karpet.

"Tante mau coba?" tanya Mayra sambil menyodorkan semangkuk besar kulit ayam yang tadi dimasaknya bersama Fero. "Mau minum apa Tante?"

Iren mengambil mangkuk besar itu dari tangan Mayra, karena sepertinya kulit itu enak. Jujur saja Iren ini sama seperti Fero yang menyukai makanan yang dilumuri tepung. "Harusnya Tante yang ngomong gitu."

"Hehe. Jus naga aja gapapa? Males ke dapurnya." Mayra memindahkan jus yang ada dalam teko ke dalam gelas kosong yang ada di bawah meja sebelum mengelapnya dengan tisu.

"Ngapain Mom ke sini?" tanya Fero.

"Enak banget, buatan siapa ini? Pasti Mayra, gak mungkin Fero," ujar Iren sambil kembali memasukan kulit ayam itu ke dalam mulutnya.

Fero mendelik pada ibunya. Pertanyaannya belum dijawab dan malah memuji masakan Mayra.

"Makasih Tante."

"Ngomong-ngomong Mom ke sini mau ngecek keadaan kamu sama kulkas. Katanya mau ke rumah lagi, ternyata malah sibuk sama Mayra."

Mayra tersenyum tak enak.

"Kulkas udah penuh."

"Sama belanjaan bulan lalu?"

Fero menggeleng. "Tadi Fero belanja ke supermarket sama Mayra."

Iren melebarkan senyumnya. "Tadinya Mom mau belanja, ternyata udah. Syukurlah." ia meletakkan kembali mangkuk berisi kulit ayam krispy itu. "Mayra, kamu tinggal di deket sini?"

"Di apartemennya Varidza, tadi habis jemput Varidza dari rumah sakit."

"Memangnya Varidza kenapa?" tanya Mommy penasaran.

"Ada sedikit insiden, jadi dirawat di rumah sakit."

"Parah gak?" tanya Iren khawatir.

Mayra menggeleng. "Nggak Tan, tapi lumayan sih."

"Tante mau nengok Varidza dulu, masih di apartemennya kan?" Mommy beranjak dari duduknya.

"Iya Tan,"

Iren segera meninggalkan apartemen Fero—meninggalkan keduanya dengan keheningan.

"Lanjutin lagi ya, coba lo konfigurasiin 19K, terus itung berapa elektron valensi-nya."

Fero mulai menulis di buku kimia miliknya. Ia mengerjakan sambil melihat buku paket yang di halamannya terdapat piramida konfigurasi.

Tak butuh waktu lebih dari dua menit, Fero sudah menyelesaikan perintah Mayra.

"Sini gue liat," ucap Mayra sambil bergeser lebih dekat pada Fero, "okey good."

Mayra kembali memberikan beberapa soal dan melanjutkan penjelasan ke bab dua. Sedangkan Fero senantiasa mendengarkan dan mematuhi Mayra. Kebersamaan yang terjadi terlalu monoton bila tak diselingi obrolan di luar pelajaran, salah dalam mengucapkan kata, kadang-kadang saling pandang dan mengalihkan pandangan dengan cepat—hati berdebar tak karuan, pipi merona karena terpergok memandang, dan perasaan mereka membaur perlahan membentuk sebuah kenyamanan yang baru.

◻️◻️◻️

"Anjir lo pinter banget Fer, sampe bisa keluar yang paling pertama."

"Lo kok bisa sih ngerjain soal serumit itu?"

"Rumit?" tanya Fero dengan datar.

Ephen memutar bola matanya malas. "Sombong bisa ngerjain satu soal juga, gimana kalau jadi juara umum. Makin gede tuh kepala."

Fero menyeruput latte kesukaannya. Ketiganya kini sudah berada di kantin, memesan beberapa makanan yang sudah terpikir bahkan sebelum pelajaran dimulai.

Di sini memang menyediakan semacam coffee shop dengan barista yang merupakan lelaki yang lumayan sudah tua, namun masih bersemangat dalam meracik kopi.

"Les private ya lo?" tuduh Tino.

Fero mengangguk.

"Bukannya lo males ikut gituan Fer?" Ephen mengernyitkan dahinya heran.

"Gurunya cantik," ucap Fero sambil menopangkan satu dagunya.

Ephen dan Tino saling berpandangan, seolah saling berucap lewat batin mereka—ada yang aneh dengan Fero.

Pletak!

Ephen dan Tino menjitak kepala Fero secara bersamaan, dari kanan dan kiri.

Fero memelototi keduanya. "Sakit anjing."

"Kayaknya kurang No, ayo lebih keras," seru Ephen.

Tino mengangguk. Bukannya tangan mereka berdua menjitak kepala Fero, tapi tangan keduanya malah mendarat dengan keras di atas meja.

"Guru gue emang cantik, jangan meragukan omongan gue." Fero melepas tangan keduanya.

Ephen dan Tino meringis sambil memegangi pergelangan tangan. Cekalan Fero tak memang main-main. Keduanya kompak menggariskan telunjuk di dahi.

"Btw, Varidza udah punya pacar?" tanya Ephen mengalihkan topik pembicaraan. Mengalah saja dengan Fero yang semakin hari semakin sinting.

Fero mengangguk. "Setahu gue punya, Kelvin kalau gak salah."

"What?!"

"Lo liat aja tuh mereka, kayaknya Kelvin sama Varidza mau berantem. Tapi Idzanya tetep keep calm."

Ephen dan Tino menoleh ke arah yang ditunjuk Fero.

Benar kata Fero. Varidza dengan wajah tenang dan Kelvin dengan wajah berang.

"Gue baru tahu hal itu. Apa Varidza pindah karena mau satu sekolah sama pacarnya?"

"Kalau diliat-liat yang kayak pacaran sama Kelvin itu Lara, liat aja mereka berdua. Duduk damping-dampingan, ngobrol ala-ala."

Fero mengedikkan bahu. "Varidza pindah ke sini memang karena ada yang ngerjain dia di sana, jadi abangnya gak mau sampai kejadian itu keulang."

"Kalau menurut gue, bener kata Ephen. Kelvin kayak pacaran sama Lara, tempo hari aja Kelvin marahin Fero, alias ngajak gelut karena Lara kena bola lemparan Fero."

"Bahkan gue gak yakin Kelvin tahu Varidza kemarin abis dirawat di rumah sakit," ucap Fero. Ia tahu segalanya lewat mulut besar Mayra yang mengoceh tiada henti sesaat setelah mereka belajar bersama, kemarin.

"Gak percaya gue."

"Memang itu kenyataannya."

Ephen menopangkan dagu. "Ternyata percintaan memang serumit itu."

"Ponsel lo nyala Fer, ada yang nelpon tuh," celetuk Tino.

Fero melirik ponselnya. Ternyata ada yang menelpon. Dan penelponnya itu ialah, Guru privatenya yang cantik jelita. Ok. Fero berlebihan, tapi itu yang ada di pikirannya saat melihat nama penelpon.

◻️◻️◻️

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!