Alice Alison adalah salah satu anak panti asuhan yang berada di bawah naungan keluarga Anderson.
Lucas Anderson merupakan ahli waris utama keluarga Anderson, namun sayang dia mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor darah. Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas pun akhirnya mendonorkannya.
Sebagai balas budi, kakek Anderson menjodohkan Lucas dengan Alice.
Menikah dengan Lucas merupakan impian semua perempuan, tapi tidak dengan Alice. Gadis itu merasa tersiksa menjalani pernikahannya dengan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Alice terbangun dari tidurnya, di melihat kesamping tidak melihat suaminya. itu artinya semalam Lucas tidak pulang menemani Elena di runah sakit.
Tok
Tok
Tok
Terdengar suara ketukan dari luar kamar, dengan mata yang masih mengantuk Alice beranjak dari atas ranjang dan berjalan ke arah pintu.
Ceklek.....
Terlihat Bi Rum berdiri di depan dengan wajah penuh kecemasan.
"Ada apa bi" tanya Alice.
"Ada polisi didepan mencari anda" jawabnya lirih.
Alice merasakan degup jantungnya memburu, pikirannya mendadak kalut. Dengan rambut yang masih acak-acakan dan piyama yang terasa tiba-tiba terlalu sempit di tubuhnya, Alice melangkah gontai mendekati pintu.
Bi Rum, dengan mata yang sayu dan suara yang bergetar, seolah membawa kabar duka yang belum terucap sepenuhnya. "Apa mereka sudah masuk, Bi?" tanya Alice dengan suara serak, sambil memperbaiki letak ikat rambutnya yang terasa mencekik.
"Belum, Non. Mereka menunggu di luar. Mereka bilang ingin berbicara dengan Anda mengenai insiden tadi malam," jawab Bi Rum, tangannya gemetar seraya menyodorkan segelas air yang dibawa dari dapur.
Alice mengambil gelas itu dan menyesap airnya, mencoba meredakan kekeringan di tenggorokannya. Ia tahu ini akan terjadi, tapi tidak menyangka akan secepat ini. Lucas, suaminya, telah mengancam akan membawanya yang menimpa Elena ke pengadilan. Padahal dia sudah berusaha menjelaskan, bahwa dia tidak mencelakai wanita itu, namun suaminya tidak mempercayainya.
Alice menghela napas dalam-dalam, sambil memandang Bi Rum. "Beri mereka tahu, saya akan segera keluar." Dengan langkah yang berat, Alice kembali ke kamar, memandang cermin dan melihat bayangan seorang wanita yang terlihat pucat dan terpojok.
Hatinya berkecamuk, tapi ia tahu ia harus menghadapi ini, untuk kebenaran yang ia pegang, meski itu berarti harus berdiri di hadapan orang yang dulu pernah ia panggil dengan suami.
Alice berjalan pelan menuju kamar mandi, langkahnya terasa berat seakan memikul beban dunia di pundaknya. Di dalam kamar mandi, dia menatap cermin, mencoba menemukan kekuatan yang tersisa di wajah pucatnya. Air mengalir dari shower, berbunyi seperti lagu penghiburan yang sayu, namun tidak cukup untuk menenangkan gelora di hatinya.
Setelah mengeringkan tubuhnya, Alice mengenakan pakaian yang telah disiapkan, sebuah setelan resmi berwarna gelap yang mencerminkan suasana hatinya. Dia mengambil napas dalam-dalam, memandang cermin sekali lagi, kali ini dengan tekad yang membara di matanya. Dia harus kuat, untuk kebenaran yang ini ia pegang teguh. Dia tidak mencelakai Elena, dia pasti tidak akan di penjara, pikir Alice seakan lupa dengan kekuasaan suaminya.
Dengan langkah yang lebih mantap, Alice turun ke lantai bawah, di mana para aparat kepolisian telah menunggu. Setiap langkah yang diambilnya terasa seperti menggema di seluruh ruangan, mengumumkan kedatangan seseorang yang siap menghadapi apa pun demi kebenaran.
Alice berdiri tegak, menghadapi semua mata yang menatapnya. Di sana, di antara mereka, terdapat asisten suaminya. Alice mengumpulkan semua keberanian yang ia miliki, siap untuk membuka segel kebenaran yang mungkin mengubah hidupnya selamanya.
"Selamat pagi, maaf membuat kalian menunggu lama"
Alice terlihat pucat dan tangan-tangannya gemetar saat dia mencoba menenangkan diri. Dia duduk di sofa, sambil menunggu apa yang akan pihak kepolisian katakan.
Polisi itu, dengan wajah tanpa ekspresi, memperlihatkan surat penahanan dan tetap berdiri dengan postur yang tegas. "Pagi Nyonya Alice, kedatangan kami ke sini untuk menangkap Anda, karena telah mencelakai Nona Elena," ucap polisi tersebut dengan suara yang datar namun tegas.
Alice menatap mereka, dia memejamkan matanya sambil menghela nafas panjang, sebelum memulai berbicara. "Anda tidak bisa menangkap saya, karena saya tidak pernah mencelakai siapapun. Dia jatuh sendiri, saya tidak sedikit pun mendorongnya," balas Alice dengan suara yang gemetar, sambil tangannya yang dingin memegang tepi sofa dengan kuat.
Polisi itu hanya mengangguk singkat tanpa emosi yang terlihat. "Anda bisa menjelaskannya di kantor polisi," jawabnya, suaranya masih tetap tenang dan terkendali.
Alice merasa dunianya runtuh, duduk terpaku sambil berusaha mengumpulkan keberanian untuk menghadapi apa yang akan datang. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan pikirannya yang berserakan, sementara polisi menunggu dengan sabar namun tetap waspada.
"Saya tidak pergi kemanapun, saya akan tetap di sini" seru Alice.
Ceklek.....
Alice berdiri dengan tubuh tegap meski hatinya bergetar hebat. Matanya yang semula tegar mulai berkaca-kaca saat suaminya, Lucas, melangkah masuk dengan wajah penuh kemarahan dan tuduhan.
Suara Lucas lantang memecah keheningan, “Tangkap dia dan jangan biarkan dia lolos, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri dia telah mendorong Elena dari atas tangga.” Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk langsung ke dalam dada Alice.
Ia menatap Lucas dengan tatapan penuh kecewa dan luka, seolah bertanya dalam diam, “Bagaimana bisa kau percaya padanya, bukan padaku?” Tubuh Alice sedikit gemetar, napasnya tersengal menahan rasa sakit yang lebih dalam daripada luka fisik.
Kerumunan yang mendengar tiba-tiba berubah menjadi gaduh, beberapa orang saling berpandangan bingung, sementara yang lain mulai mendekat dengan ekspresi curiga. Alice mengangkat tangan, berusaha menenangkan suasana, “Saya tidak akan ikut kalian ke kantor polisi, karena saya tidak bersalah.” Suaranya bergetar tapi penuh keyakinan.
Namun, Lucas tidak bergeming. Sorot matanya membara, menggambarkan rasa dikhianati sekaligus marah. Alice tahu, malam itu bukan hanya tentang tuduhan yang melayang, tapi juga tentang retaknya kepercayaan yang selama ini dibangun. Ia menahan air matanya, berusaha menampilkan wajah kuat di hadapan orang-orang yang kini memandangnya dengan penuh prasangka. Namun di dalam hati, ia merasa sendirian—dikhianati oleh orang yang paling ia cintai.
"Lucas, kamu harus percaya kepadaku, sungguh aku tidak pernah mencelakai Elena. dia menjatuhkan tubuhnya sendiri" ucap Alice berusaha meyakinkan suaminya.
Namun Lucas tidak percaya, tidak ada orang yang sengaja mencelakai dirinya sendiri, kecuali orang itu sudah gil*.
"Bawa dia sekarang juga" perintah Lucas kepada semua aparat yang datang ke rumahnya.
Alice berdiri mematung saat salah satu polisi mendekatinya.Detak jantungnya berpacu cepat saat kedua tangannya terasa dingin diborgol. Wajahnya yang pucat menatap Lucas, suaminya, dengan pandangan yang hancur. Betapa kecewanya Alice, mendapati orang yang seharusnya menjadi pelindungnya, justru menjadi pengkhianat terbesar.
"Lucas, kenapa?" suaranya tercekat, mata berkaca-kaca menahan derai air mata yang ingin jatuh. Namun, tidak ada jawaban, hanya tatapan dingin dari Lucas yang seolah membenarkan segala tindakannya.
Dalam hati Alice, seribu pertanyaan berkecamuk mencari jawab atas pengkhianatan ini. Langkah kaki polisi yang menggiring Alice menuju mobil patrol semakin mendekat. Setiap langkah terasa berat, seakan-akan Alice tidak hanya membawa tubuhnya, tetapi juga bobot pengkhianatan yang tak termaafkan. Saat Alice memasuki mobil polisi, pandangannya sekali lagi tertuju pada Lucas. Dengan air mata yang akhirnya tumpah, Alice menyadari bahwa ini bukan hanya akhir dari kebebasannya, tetapi juga akhir dari cinta yang pernah mereka bina bersama.
jgn cuma 1 episode,bikin penasaran dan greget gitu thor🙄
tekdung kah
nyesel kan kamu luc
semoga masih berjodoh ma mantan kalau tidak ku do"akan kamu gila 😠
.dan biarkn lucas tambah dalam penyesalany,,biar lucas jg bebas tuh ngurusin sahabat terbaik buat dia
TPI kenapa Alice meraba perutnya?
apa Alice sedang Hamidun?
TPI tak apalah
biarkan Lucas menjalani kehidupannya dengan penuh ke pahitan