Bercerita seorang yang dahulu di beri julukan sebagai Dewa Pengetahuan dimana di suatu saat dirinya dihianati oleh muridnya dan akhirnya harus berinkarnasi, ini merupakan cerita perjalanan Feng Nan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1:Terlahir Kembali
Oek…oek…
“Selamat, Tuan dan Nyonya. Anak kalian laki-laki,” ucap seorang wanita tua dengan suara lelah namun penuh rasa syukur.
Di sebuah gubuk kecil yang terbuat dari kayu sederhana, tangisan bayi memenuhi udara. Suaranya nyaring, namun membawa harapan bagi kedua orang tua yang baru saja menyambutnya ke dunia. Seorang wanita muda dengan wajah kelelahan, namun bersinar dengan kebahagiaan, memeluk bayi itu erat dalam pelukannya. Di sisinya, seorang pria berdiri dengan senyum yang tidak mampu disembunyikan, meski kelelahan juga terlihat jelas di wajahnya.
“Dia akan menjadi kebanggaan kita, Yulan,” ucap pria itu lembut, suaranya bergetar oleh emosi.
Wanita itu, Yulan, menatap bayi di tangannya. Matanya berkaca-kaca, penuh dengan kebanggaan sekaligus rasa ingin tahu yang mendalam. “Dia kuat… aku bisa merasakannya. Tapi, sayang, apa kau juga merasakan… sesuatu yang aneh?” tanyanya perlahan.
Pria itu mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”
Yulan menggigit bibirnya, ragu-ragu. “Aku tidak tahu pasti, tapi mengapa bayi kita tidak menangis sama sekali?”
Pria itu menoleh ke wanita tua yang membantu proses persalinan. “Bibi, apakah normal bagi bayi yang baru lahir tidak menangis?” tanyanya penuh kekhawatiran.
Wanita tua itu tampak merenung sejenak. “Hmm, aku juga baru pertama kali melihat hal seperti ini,” jawabnya, kebingungan terpancar dari matanya.
Pria itu tertawa kecil, mencoba mengusir kekhawatiran yang tampak di wajah istrinya. “Mungkin itu hanya perasaanmu. Bagaimanapun, dia adalah anak kita. Namakan dia, Yulan.”
Yulan menatap bayi itu dengan penuh kasih. Ia mengusap lembut pipi mungilnya sebelum berkata, “Namanya… Feng Nan. Semoga dia tumbuh menjadi seseorang yang membawa harapan, seperti namanya.”
Namun, di dalam tubuh kecil itu, ada jiwa yang perlahan terbangun. Memori kehidupan sebelumnya mulai berputar di pikirannya. Ia mengingat pertempuran sengit di aula megah itu, pengkhianatan yang merenggut segalanya, dan pengorbanan terakhir muridnya demi menjaga kehormatannya. Wajah-wajah yang dulu begitu dikenalnya, kini kembali memenuhi benaknya.
Lima tahun berlalu…
“Nan’er, ayo cepat keluar. Ibu sudah menyiapkan makanan untukmu,” suara lembut seorang wanita memanggil dari luar kamar.
“Baik, Ibu…” sahut seorang bocah kecil dengan nada lembut. Perlahan, ia membuka matanya yang sempat terpejam. Wajahnya terlihat polos, namun ada sesuatu yang berbeda di balik tatapan matanya – kedalaman yang tak lazim untuk anak seusianya.
Bocah itu adalah Feng Nan. Namun, di balik tubuh kecil itu tersembunyi jiwa seorang pria yang pernah dikenal sebagai salah satu individu terkuat di Alam Surgawi. Di masa lalunya, ia adalah Feng Nan, Dewa Pengetahuan, seorang kultivator legendaris yang dihormati sekaligus ditakuti. Kini, ia telah bereinkarnasi di dunia yang jauh berbeda, di sebuah benua bernama Bintang Timur.
Feng Nan menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang tak henti-hentinya mengusik hatinya. “Aku tak menyangka akan memiliki garis keturunan muridku sendiri. Aku tahu teknik terlarang itu, tapi… muridku, kenapa kau sampai melakukan hal sejauh itu?” gumamnya pelan.
Teknik yang dimaksud adalah Teknik Sembilan Reinkarnasi Asura, sebuah teknik terlarang yang telah lama hilang dari tiga alam. Teknik ini ditemukan Feng Nan secara tidak sengaja di sebuah reruntuhan kuno. Saat itu, ia memberikan catatan teknik tersebut kepada murid terakhirnya, Ji Duan, sebagai warisan. Kini, setelah menyadari efeknya, ia bertanya-tanya mengapa muridnya memilih menggunakan teknik itu untuk dirinya.
“Nak, cepatlah makan. Makananmu akan dingin!” suara ibunya, Yulan, memanggil lagi.
“Baik, Ibu. Aku datang,” sahut Feng Nan sambil bangkit dari tempat tidurnya. Ia melangkah keluar dari kamar kecilnya menuju ruang makan.
Di ruang makan sederhana itu, hidangan sudah tersaji. Semangkuk sup hangat, sepiring sayuran segar, dan beberapa potong roti kasar menjadi pengisi meja. Feng Guan, ayah Feng Nan, tersenyum lebar melihat putranya akhirnya keluar dari kamar.
“Akhirnya kau keluar, putraku. Kau tidak tahu betapa laparnya ayah menunggumu,” candanya, mencoba mencairkan suasana.
Yulan, yang sedang menyendokkan sup ke mangkuk Feng Nan, tersenyum lembut. “Nan’er, makanlah yang banyak. Kau harus tumbuh kuat,” ucapnya penuh kasih.
Feng Nan mengangguk kecil. Ia tersenyum tipis sambil menerima mangkuk dari ibunya. “Terima kasih, Ibu.”
Namun, di balik senyum itu, pikirannya terus bekerja. Lima tahun di tubuh ini cukup baginya untuk memahami dunia baru tempat ia tinggal. Dunia ini, meski tidak sekuat Alam Surgawi, memiliki kompleksitasnya sendiri. Benua Bintang Timur dipenuhi dengan sekte-sekte dan klan-klan besar yang saling bersaing untuk mendapatkan kekuasaan.
“Nan’er, apa kau sudah memutuskan ingin belajar apa?” tanya Feng Guan tiba-tiba.
Feng Nan berhenti sejenak, berpikir. “Ayah, aku ingin menjadi kultivator. Aku ingin melindungi kalian.”
Feng Guan dan Yulan saling berpandangan. Kebingungan tampak di wajah mereka. Feng Guan menggelengkan kepala, dan Yulan mengangguk pelan, seolah sepakat untuk menenangkan putra mereka.
“Kau masih kecil, Nan’er,” kata Yulan lembut. “Kekuatan itu penting, tapi yang lebih penting adalah tumbuh menjadi anak yang baik.”
Feng Nan hanya tersenyum kecil. Ia tahu orang tuanya tidak memahami makna sesungguhnya dari ucapannya. Di dalam dirinya, jiwa Feng Nan yang dulu adalah seorang Dewa Pengetahuan sudah merencanakan langkah-langkah panjang untuk masa depannya. Ia tidak hanya ingin kuat, ia ingin menguasai dunia ini, seperti ia pernah menguasai Alam Surgawi.
Malam itu, setelah makan malam selesai, Feng Nan kembali ke kamarnya. Malam sudah larut, dan angin dingin berhembus masuk melalui celah-celah dinding kayu. Ia duduk bersila di atas tikar sederhana, menutup matanya, dan mulai berkonsentrasi.
“Sirkulasi energi di dunia ini lebih lambat dibandingkan di Alam Surgawi,” gumamnya pelan. “Namun, itu tidak akan menjadi halangan. Aku pernah memulai dari nol sebelumnya. Kali ini, tidak ada yang bisa menghentikanku.”
Ia mulai mempraktikkan teknik kultivasi yang dahulu diberikan kepada muridnya, Teknik Sembilan Akar Roh Asura. Teknik ini memiliki keistimewaan luar biasa, termasuk kemampuan menciptakan tubuh tiruan yang kekuatannya setara dengan pengguna aslinya. Namun, Feng Nan memahami risiko dan pengorbanan besar yang menyertai penggunaan teknik ini.
Perlahan, energi mulai mengalir masuk ke tubuhnya. Sebagai Dewa Pengetahuan, Feng Nan memiliki kemampuan luar biasa untuk memahami dan menguasai teknik apapun dengan cepat. Ia mengingat setiap detail teknik ini, termasuk rahasia tersembunyi yang hanya ia ketahui.
“Muridku, kau telah memberikan hidupmu untukku,” gumamnya dengan nada sedih. “Aku akan menghormati pengorbananmu. Dunia ini akan menjadi saksi kebangkitanku.”
Perlahan energi masuk ke dalam tubuh Feng Nan, dia di beri julukan Dewa Pengetahuan bukan hanya karena terlihat keren, tapi karena dia mengetahui hampir semua pengetahuan di tiga alam ini, bahkan dia mengingat berbagai Teknik kultivasi dan kelemahanya, dengan hanya membaca sekali, dengan kehebatanya itu banyak orang yang berlomba-lomba ingin menjadi muridnya karena dengan menjadi muridnya mereka bisa mengetahui Dimana kekurangan dan apa yang mereka haruskan menjadi lebih kuat.
“Hmmm, sungguh aku tidak membayangkanya,”ucap sedih Feng Nan, akhirnya dia tahu menggapa muridnya tidak mengunakan tubuh tiruan untuk melawan muridnya yang lain, karena muridnya itu sudah berencana mengorbankan kehidupanya untuk dirinya dengan mengunakan seluruh energinya untuk membuat dia bisa hidup Kembali.