menceritakan tentang kisah dyah suhita, yang ketika neneknya meninggal tidak ada satupun warga yang mau membantu memakamkannya.
hingga akhirnya dyah rela memakamkan jasad neneknya itu sendirian, menggendong, mengkafani, hingga menguburkan neneknya dyah melakukan itu semua seorang diri.
tidak lama setelah kematian neneknya dyah yaitu nenek saroh, kematian satu persatu warga desa dengan teror nenek minta gendong pun terjadi!
semua warga menuduh dyah pelakunya, namun dyah sendiri tidak pernah mengakui perbuatannya.
"sudah berapa kali aku bilang, bukan aku yang membunuh mereka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
siapa dia?
Seusainya memakamkan jenazah dandi mereka tidak langsung pulang ke rumah masing-masing. Mereka memilih berkumpul di rumah dandi beberapa saat. Di sana juga ada mbak darmi istri tejo yang juga nampak sangat antusias mendengar berita tentang dandi.
"Aku curiga kalau orang yang menghabisi suamiku, pelakunya sama seperti yang menghabisi dandi juga." Ucap mbak darmi kepada keluarga dandi dan juga beberapa warga yang masih penasaran.
"Apa iya? Tapi kenapa?" Timpal warga yang lainnya.
"Indra, coba kamu ingat-ingat betul postur tubuh dan ciri-ciri wanita yang kau temui membawa parang itu!"
Indra kembali di desak untuk menceritakan apa yang dia lihat.
"Jujur sebelum kejadian itu, saya dan dandi sempat bertemu dyah. Dyah memakai baju yang sama, dengan wanita yang membawa parang itu. Rambutnya saja juga sama. panjang, sepinggang, dan dalam keadaan terurai. Tapi... aku tidak melihat wajahnya." Jelas indra dengan suara gugup.
"Nah, kan. Aku bilang juga apa! Aku dari awal sudah curiga dengan dyah. Dia pasti ada hubungannya dengan semua ini, karena hanya dia yang memiliki dendam kepada desa kita!" Ucap mbak darmi dengan suara lantang, ia sudah sangat geram dari awal dengan dyah.
"Tapi, kita tidak memiliki bukti apa-apa. Bagaimana nanti jika di ancam oleh pak ustadz. Mending kita lapor kepala desa saja, bagaimana keputusan dia.." usul warga yang lain.
"Tidak bisa. Kepala desa sedang tidak ada di sini, dia sedang di luar kota satu keluarga! Kita bertindak saja tanpa harus menunggu komando dia!"
"Tenang dulu, aku punya rencana yang lebih bagus untuk memberi pelajaran kepada wanita psychopath itu.." sahut mbak darmi.
***
Waktu kembali berjalan dengan sangat cepat, hingga tak terasa malam kembali tiba.
Dyah duduk di depan rumahnya, menunggu kedatangan rizky dan dewi yang akan mengajaknya ke mushola malam ini. Dyah sengaja tidak datang ke rumah dandi meski dyah sendiri sudah mendengar beritanya. Dyah tidak ingin dirinya kembali di salahkan.
Tuk... tik... tak... tik.... tuk... tik... tak... tik... tuk... suara sepadu ku-- maaf malah nyanyi.
Suara kaki kuda yang menapak tanah, membuat dyah memutar kepala. Melihat ke arah delman yang berjalan mendekat ke arah rumahnya.
"Nah, itu dia!" Gumam dyah, ia tersenyum melihat delman yang di tunggangi oleh rizky berjalan mendekat.
"Maaf dyah, Menunggu lama ya? Soalnya dewi tadi sakit, ini aja kayaknya kita cuma bisa shalat maghrib. Ngga apa ya?" Ucap rizky sembari menatap adiknya yang ada di belakang.
Terlihat dewi memakai jaket tebal, dengan hijab panjang dan bibir pucat.
Dyah menatap dewi dengan tatapan sendu, kemudian dyah berucap, "ya Allah, nggak apa mas. Dewi kamu sakit apa?" Tanya dyah yang langsung naik ke belakang delman.
Rizky kemudian berucap, "Semalam sehabis pulang dari rumah kamu, kami bertemu dengan mayat dandi. Dewi melihat dengan mata kepalanya sendiri keadaan dandi malam kemarin. Kamu kan tahu sendiri dewi fobia darah. Jadi yah gitu.." jelas rizky.
Dyah meletakan sejadah lusuh serta mukenanya yang sudah di tumbuhi banyak jamur.
Kemudian dyah menarik kepala dewi ke dalam pelukannya. Sembari tangannya mengusuk punggung dewi, dyah mengerti apa yang dewi rasakan.
Kemudian dyah berucap, "Tenang wi. Nggak apa-apa yang penting sekarang dia sudah di makamkan, dan sudah tenang di alam sana. Kamu nggak perlu takut lagi yah!" Ucap dyah sembari terus memeluk dewi.
"Terimakasih banyak mbak. Aku sudah lebih baik sekarang, makanya aku pengin ke mushola, supaya nanti bisa sedikit membaca Al Qur'an. Siapa tahu dengan begitu, aku bisa lebih tenang." Ucap dewi.
Delman terus melaju meninggalkan rumah dyah, kemudian menuju mushola yang ada di gang sebelah rumah dyah.
Setibanya di mushola, mereka bertiga lekas masuk ke dalam dan mulai beribadah.
Dari selesai shalat dan tadarus Al Quran, manik mata rizky tak henti-hentinya menatap ke arah dyah yang mulai membaca Al Quran. Suaranya begitu lembut dan mendayu, dengan lirih fasih dan bernada.
Di dalam mushola itu hanya ada empat orang saja, satu kakek tua yang menjaga mushola ini dan mereka bertiga.
Seusainya tadarusan, rizky mengajak dyah dan dewi untuk pulang. Karena kalau di lihat-lihat dewi semakin pucat saja.
"Iya sudah, kita pulang saja!" Ucap dyah melipat sajadah dan melepas mukena bawahnya. Sengaja ia tidak melepas mukena atasnya karena merasa hangat.
Malam yang berkabut, dengan suasana dingin. Dyah bershalawat ria bersama dewi di sepanjang perjalanan. Hingga setibanya mereka di belokan gang, mereka bertiga langsung membulatkan mata mereka.
Bagaimana tidak? Terlihat kobaran api dengan suara riuh orang-orang membawa obor tampak jelas di depan sana.
Dyah segera beranjak, di tatapnya lekat-lekat arah dari kobaran api itu. Matanya sampai menyipit memperhatikan itu.
"Bu... bukannya... bukannya itu rumahku!" Ucap dyah yang matanya sudah mulai berkaca-kaca.
Dyah segera turun dari delman dan berlari sekencang yang dia mampu.
"TIDAAKKK..!!!! Apa yang sudah kalian lakukan?" Teriak dyah yang membuat rizky mempercepat langkah langkah kudanya.
Mereka lekas turun, kala sudah sampai di depan rumah dyah.
"Apa yang sudah kalian lakukan? Kenapa membakar rumah dyah!" Teriak rizky yang tak kalah geramnya, tanganya sampai terkepal.
"Loh, dyah! Lalu yang tadi di dalam siapa?" Tanya salah satu warga dengan raut wajah bingung.
Wajah para warga langsung berubah aneh. Mereka yang tadi menjerit, memaki, dan meneriaki nama dyah, kini terdiam seribu bahasa sembari menatap takut ke arah dyah yang menangis dan tersedu melihat ke adaan rumahnya yang penuh dengan kobaran api.
"Aaaaa..!!! Kalian semua jahat, apa salahku sampai-sampai kalian semua tega membakar rumahku!" Teriak dyah yang terdengar sangat memilukan.
"Bu.. bukannya kamu tadi ada di dalam? Bukannya kamu ikut terbakar?" Tanya salah satu warga, yang justru membuat rizky naik pitam.
"Kalian ini sudah membakar rumah dyah, dan sekarang kalian ini juga ingin dyah kebakar di dalamnya! Dasar tidak tahu malu!" Teriak rizky garang.
Warga tampak terdiam melihat dyah tampak baik-baik saja, bahkan sama sekali tidak terluka.
Mereka semua benar-benar heran, pasalnya mereka semua sangat yakin bahwa saat mereka membakar rumah dyah, dyah berada di dalam rumahnya dan belum sempat menyelamatkan diri lalu ikut terbakar bersama rumahnya.
"Dia ini wanita kotor, berani mempertaruhkan kehormatan untuk membunuh orang lain. Tanya saja, dia sudah telanjang di depan pria yang bukan muhrimnya, untuk menghabisi nyawa orang yang dia incar kan!" Teriak salah satu warga tak mau kalah. Di susul teriakan warga lainnya yang membenarkan apa yang mereka pikirkan, mereka benar benar sudah muak dengan dyah.