Di pertengahan tahun 2010, kerasnya kehidupan wanita bernama Sekar Nabila Putri dimulai. Tak ada dalam benak Sekar jika hidupnya setelah selesai kuliah berubah menjadi generasi Sandwich.
Setiap anak tentu tak bisa memilih di keluarga mana mereka dilahirkan. Ibunya lebih menyayangi sang kakak daripada Sekar. Alasannya sepele, hanya karena kakaknya adalah laki-laki dan menjadi anak pertama. Sedangkan Sekar adalah anak perempuan, si bungsu dari dua bersaudara.
Impiannya menjadi seorang akuntan yang sukses. Untuk menggapai sebuah impian, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sekar harus terseok-seok menjalani kehidupannya.
Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant ~ Sekar Nabila Putri.
Akan tetapi sederet cobaan yang mendera hidupnya itu, Sekar akhirnya menemukan jalan masa depannya.
Apakah Sekar mampu meraih impiannya atau justru takdir memberikan mimpi lain yang jauh berbeda dari ekspektasinya?
Simak kisahnya.
Mohon dukungannya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 - Depresi
Setelah lulus kuliah dua tahun yang lalu, Sekar sudah mencoba melamar pekerjaan di beberapa perusahaan. Namun mendapat pekerjaan yang diinginkan sesuai jalur pendidikannya, tak semudah bayangannya ketika masih kuliah.
Banyak persaingan dan tentunya tahapan yang dilalui dari awal hingga diterima bekerja, setiap perusahaan menerapkan sistem berbeda-beda. Lamaran yang dilayangkan Sekar ada yang diterima dengan gaji kecil. Namun ada juga yang diterima dengan gaji lumayan, tetapi penempatan di luar Pulau Jawa. Sang ayah tak merestuinya.
"Ayah belum ridho, kamu pergi jauh Kar. Carilah kerja di sini-sini saja. Kalau ke luar Jawa terlalu jauh, Nak. Ayah khawatir," pinta Pak Tresno kala itu.
Pak Tresno ingin Sekar bekerja tak jauh dari kota tempat tinggal mereka. Sebagai seorang ayah, ada kekhawatiran dalam hatinya dan belum rela melepas Sekar pergi jauh hanya untuk sebuah pekerjaan. Dikarenakan Sekar adalah anak perempuannya.
Terlebih banyak hal yang terjadi di pemberitaan luar sana di mana muda-mudi memiliki hubungan yang melebihi batas pacaran hingga hamil di luar nikah. Bahkan ada yang menjadi korban tindak pemerko_saan.
Hingga detik ini, Sekar memang tidak punya pacar. Dahulu pernah sekali pacaran sewaktu SMA, namun putus karena lelaki itu harus melanjutkan kuliah ke Jakarta.
Sekar yang meminta putus karena ia tak sanggup menjalani hubungan LDR an. Setelah itu, Sekar hanya ingin fokus kuliah hingga lulus. Dia tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.
Sekar termasuk pribadi yang mudah bergaul walaupun sedikit introvert terutama hal pribadi. Ada beberapa teman laki-lakinya baik yang satu kampus maupun beda kampus, yang sebenarnya menyukai Sekar. Akan tetapi, Sekar menolak secara halus dan meminta untuk berteman saja.
Akhirnya Sekar menerima pekerjaan sebagai tenaga admin di perusahaan kontraktor yang tidak begitu besar di Surabaya dengan gaji dua juta per bulan.
Sekar tak pantang menyerah. Ia pernah mencoba peruntungan mengikuti tes CPNS serta lowongan kerja di beberapa BUMN. Namun belum berhasil juga. Impiannya hingga detik ini masih belum juga terwujud.
Sekar ingin sekali menjadi seorang akuntan yang sukses. Setiap sujudnya ia terus berdoa agar impiannya tersebut bisa terwujud dengan baik. Setiap melewati masjid, tak lupa ia menyisihkan sebagian uangnya untuk dimasukkan ke dalam kotak amal masjid.
Sedekah di saat lapang itu biasa. Namun sedekah di saat sempit, itu luar biasa.
Sekar ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Bahkan ia bercita-cita mengumpulkan uang sebanyak mungkin dalam tabungannya agar bisa memberangkatkan kedua orang tuanya ke Tanah Suci.
Kembali ke masa sekarang.
Sekar akhirnya memilih untuk masuk ke dalam kamarnya dengan hati yang sedih. Bu Nanik sudah tak mengomeli anak bungsunya itu karena Sekar memberikannya uang untuk membayar arisan. Padahal uang itu ia sisihkan untuk jatah makan siangnya di kantor selama seminggu ke depan.
Sekar terkadang membawa bekal sendiri dari rumah ala kadarnya. Bekal itu ia siapkan sendiri. Seringnya berisi nasi putih dengan tahu atau tempe goreng satu potong. Kadang hanya mie goreng instan saja. Jika tidak, ia akan membeli nasi bungkus harga lima ribu rupiah di warung dekat kantornya.
"Bu, uang Sekar yang lalu buat apa?" tanya Pak Tresno yang masih didera penasaran.
"Ya buat makan, Pak!" jawabnya dengan nada ketus.
"Sekar kan sudah kasih uang belanja satu juta. Dari sisa pensiunku juga, aku selalu rutin kasih uang belanja ke ibu lima ratus ribu tiap bulan. Masih kurang, Bu?"
"Ya masih kurang, Pak. Harga-harga kebutuhan di pasar sekarang ini pada mahal. Uang segitu gak sampai sebulan ya sudah habis,"
"Uang dari hasil dagangan elpijiku dan ibu yang jual gorengan setiap hari, apa masih gak cukup?"
"Tetap saja gak cukup!"
"Setiap hari kan gorengan kita juga habis," ujar Pak Tresno.
"Bapak cerewet banget sih! Pokoknya uang semuanya yang ibu terima tiap bulan itu gak cukup untuk kebutuhan orang serumah ini, Pak!" bentak Bu Nanik pada sang suami.
"Fajar dan istrinya kan kerja. Apa tiap bulan mereka gak kasih uang ke ibu buat belanja?"
"Ya, ngasih."
"Apa mereka kasih uang lebih dari yang Sekar beri untuk ibu?"
Bu Nanik mendadak terdiam dan tak mampu menjawabnya.
"Bu," panggil Pak Tresno.
"Sudah ah! Bapak gak perlu banyak tanya. Bikin pusing ibu saja!" ketus Bu Nanik yang memilih berdiri dari tempat duduknya kemudian berlalu menuju kamarnya yang ada di belakang.
Pak Tresno hanya bisa menghela napas beratnya melihat kelakuan sang istri yang selalu membeda-bedakan perlakuan terhadap Sekar dan Fajar. Padahal keduanya notebene adalah anak kandung mereka, bukan anak angkat atau anak tiri.
Fajar bekerja sebagai sopir di salah satu distributor kertas. Sedangkan kakak ipar Sekar bernama Yuni bekerja di pabrik roti bagian packing atau pengemasan yang lokasinya tak jauh dari rumah mertuanya itu.
Di dalam kamarnya, Sekar hanya bisa merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menangis tanpa suara. Air matanya menetes hingga membasahi sprei bantalnya. Lalu, ia menyeka air matanya sejenak. Kemudian tangannya membuka laci kecil di samping ranjangnya dan mengambil sesuatu di dalamnya.
Sekar memandangi sebuah botol obat dari dokter atau psikiater yang pernah ia datangi dua bulan lalu. Botol berwarna putih dan tertera tulisan antidepressant. Ya, itu adalah obat untuk menangani depresi.
Walaupun tingkat depresi yang yang dialami Sekar masih terbilang ringan, dokter tetap memberikan obat tersebut dengan dosis kecil hanya untuk berjaga-jaga. Sang dokter menyarankan pada Sekar untuk tidak terlalu sering mengonsumsi obat tersebut walaupun dalam kondisi depresi tengah menderanya.
"Teruslah berpikir positif dan melakukan banyak kegiatan aktif di luar rumah baik bekerja maupun yang lain. Jika tak mampu membendungnya sendirian, maka luapkan dan ceritakan isi hatimu pada keluarga yang kamu percaya atau orang lain misal teman."
Itulah ucapan dua bulan yang lalu ketika pertama kali Sekar memeriksakan diri. Awalnya ia tak ingin pergi ke dokter kejiwaan atau psikiater karena ia bukan orang gila. Datang ke apotek meminta obat penenang juga ditolak oleh petugas karena tak punya resep dokter.
Alhasil setelah menimbang sekian lama, Sekar datang ke psikiater yang ia temukan setelah mencarinya secara mandiri di medsos. Tak ada satu pun orang yang tahu jika Sekar mengalami depresi. Sekar menutupi semua itu dari teman dan keluarganya.
Sebenarnya seminggu yang lalu, Sekar memiliki jadwal konsultasi ke psikiater tersebut. Namun karena tak punya cukup uang, Sekar memutuskan tak datang. Obatnya juga masih cukup banyak karena memang dirinya jarang meminumnya. Dirinya hanya minum sesekali jika sudah merasa tak kuat.
Keluarga seharusnya bisa memberikan kebahagiaan dan kenyamanan. Namun bahagia itu berubah di beberapa tahun terakhir ini sehingga perlahan menyebabkan Sekar mulai mengalami depresi.
Pernah terbesit dalam hatinya, ingin kembali ke masa anak-anak. Hidup tanpa beban di mana hanya sekolah dan belajar. Akan tetapi, ia sadar jika memang ini lah kehidupan yang sebenarnya. Mau tak mau harus dijalaninya.
"Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant." Batin Sekar.
Tangannya membuka tutup botol obat itu. Seketika...
Bersambung...
🍁🍁🍁
Warning :
*Jika ngomel atau marah, ke tokohnya ya. Dilarang ke othor solehot. Hatiku setipis tisu mudah ambyar. 😷
cintanya emang pollllllllllllllll
Sekar pelan² sajaaaaaaa
dihhh si yuni ga di beliin oleh" ko sewot, dasar ipar ga da ahlak