Liliy aqila khanza, Hesti Adifa dan Wina arfa alia bersahabat sejak TK sampai bangku kuliahan. mereka menamainya Black Ladies karena mereka memiliki kesamaan tidak menyukai warna yang cerah dan itu menggambarkan kepribadian mereka. Liliy aqila khanza berusia 19 tahun dan diagnosa dan mengidap DID ( Dissociative identy Disorver) 8 tahun yang lalu. Trauma masa kecil akibat broken home membuat tempramennya sulit ditebak. Liliy jurusan seni dan tergolong pandai di kelasnya. Gitar merupakan barang kesayangannya yang selalu di bawa kemana pun dia pergi. hesty dan wina ialah sahabat yang selalu memahaminya mereka tidak membiarkan sahabatnya larut dalam kesedihan. Hingga persahabatan mereka di uji oleh seorang laki-laki tampan jurusan olahraga yang merupakan pindahan dari kota. postur tubuhnya yang kokoh membuat idola para kaum hawa di kampusnya.Kedatangannya membuat persahabatan mereka mulai retak. Apakah Black Ladies mampu mengatasi keretakan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dragon starr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2.Rindu kasih sayang
" Andai kau mengetahui arti kebahagiaan, kau pasti tidak akan meninggalkannya demi apapun."
Jurusan olahraga basket, udah pasti dong jago basketnya. ketampanan wajahnya yang membuatnya semua kaum hawa di kampus tergila-gila hidung mancung, matanya berbinar dan tatapannya tajam yang membuatnya memiliki ketampanan yang sempurna, siapa lagi kalau bukan Randy Fernando ketua dari jurusan olahraga basket. Dia memiliki dua sahabat yang berbeda jauh dengan sifat Randy -- kevin dan Rio itulah nama sahabatnya. Kevin bersikap dewasa dibandingkan Rio, Rio memiliki sifat kocak yang selalu mencairkan suasana dan kadang dia bulian sahabatnya.
Randy Fernando adalah anak pertama dari dua bersaudara. Dia memiliki adik perempuan yang bernama Sintya yang berumur 5 tahun. Randy anak yang rajin dan orangnya tidak menyukai barang barangnya dikotori dan itu dikecualikan oleh adik kesayangannya itu. Sampai-sampai, debu sekecil apapun tidak dapat ditemukan dalam kamarnya.
Dan dia sangat menyayangi adik satu satunya itu, walaupun adiknya itu sering masuk di kamarnya menghamburkan barang barang kesayangannya dan kadang melelehkan es creamnya di atas kasur dan dia tidak pernah menegur apalagi memarahinya, dia hanya tertawa melihat tingkah lucu adiknya itu. karena bagi Randy, kebahagiaan yang terpenting hanyalah kebahagiaan adiknya.
Jika Randy ada di rumah, Randy lebih banyak menghabiskan waktu pada adiknya, bermain di taman sambil main petak umpet dan ditemani oleh pembantunya Bi Surti yang merawatnya dan sintya dari kecil sampai sekarang. bermain hingga larut malam tanpa sosok orang tua yang mendampinginya.
Kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. kadang orang tuanya bolak balik dari kota karena masalah pekerjaan, jika pekerjaannya banyak di kantor, mereka hanya pulang sekali sebulan, bahkan mereka kadang tidak pulang dalam satu tahun jika pekerjaan benar-benar padat. Dan itu hal biasa yang dirasakan randy karena dari kecil dia dirawat oleh pembantunya yang seperti
orang tuanya sendiri. Kadang Bi Surti merasa sedih melihat anak majikannya itu yang kurang kasih perhatian dari kecil. Bi Surti menganggapnya sebagai anak sendiri karena anaknya seperti Randy yang meninggal 3 tahun lalu.
Saat Randy asyik mengerjakan tugas di taman yang diberikan oleh dosennya, dia dikejutkan teriakan Sintya yang berlari menuju ke arahnya.
"Kak Randy, bantuin Tya menggambar, ya! Aku disuruh menggambar oleh ibu guru di sekolah." Rengek tya dengan memasang wajahnya imut di hadapan kakanya agar dibantu menggambar.
"Hehehe... iya, Dek, kamu pintar sekali menggoda kakak kalau ada maunya." Jawab Randy sambil mengusap kepala adiknya dengan lembut dan membuka earphone nya yang menempel di telinganya.
"Iya dong, kak." jawabnya dengan senyum kemenangan.
"Emang di suruh gambar apa sama ibu gurunya?" tanya Randy
" Tya di suruh gambar bebas kak, tapi Tya bingung mau gambar apaan," keluh Tya karena bingung mau gambar apa.
"Tya gambar saja kakak yang ganteng ini, pasti ibu guru Tya suka ama gambarnya." kekeh Randy yang sempat sempat narsis di depan adiknya.
"Ishh... kakak, aku juga cantik dan imut bilangnya Bi Surti," jawab Tya dengan muka cemberut dan tidak kalah narsis dari kakaknya.
"Kakak cuma bercanda, Dek. Owh iya, gambar aja yang Tya inginkan kalau selesai gambarnya beritahu kakak yahh." ucapnya meyakinkan adiknya yang dari tadi cemberut.
"Oke, siap laksanakan kak." jawab Tya kegirangan sambil memberi hormat pada kakaknya itu.
Kakaknya melanjutkan tugasnya sedangkan adiknya itu menggambar sesuai arahan kakaknya. Setelah beberapa menit berlalu, Tya telah selesai menggambar apa yang dia inginkan dan berlari menunjukkan gambarnya pada kakaknya yang masih sibuk mengerjakan tugas sambil mendengakan musik.
"Kak, ini gambar Tya sudah selesai," teriak Tya sambil menyodorkan hasil gambarnya pada kakanya.
Randy terkejut sambil menoleh ke arah adiknya karena tiba-tiba teriak.
"Gambar Tya bagus sekali," Ujar Randy sambil mengamati hasil gambar adiknya
"Iya dong kak, siapa dulu yang gambar." jawab Tya dengan menyombongkan dirinya.
"Iya.... Tya memang pintar menggambar." jawab Randy dengan senyum bahagia.
"Oh iya... kenapa Tya cuma menggambarkan papa mama sama kakak, sedangkan Tya sendiri tidak ada dalam gambar?" tanya Randy pada adiknya dengan rasa penasaran.
"Hmm... Tya, Tya kangen sama mama dan papa. kenapa ya kak, mama dan papa jarang pulang ke rumah? mama dan papa tidak sayang lagi sama kita yah Kak? Apa karena Tya nakal ya?" celetuk Tya dengan polos mencurahkan isi hatinya sambil menangis tersedu sedu.
Randy terdiam sejenak karena melihat adiknya begitu merindukan sosok mama dan papa, begitu lin sebenarnya Randy yang merindukan sesosok orang tuanya selama ini, tapi dia tidak menunjukannya pada adiknya.
"Tya tidak nakal kok, mungkin papa sama mama lagi sibuk. Kan kalau pulang, Tya di belikan boneka kesukaannya, itu artinya Tya disayang." Ucap Randy menyakinkan adiknya sambil memeluknya erat.
" Hikss... i-ya kak, kakak jangan tinggalin aku ya, aku takut sendiri." jawabnya dengan terisak isak.
"Kakak janji tidak bakalan tinggalin Tya sendirian, kakak pasti jagain Tya," jawabnya menenangkan adiknya sambil memeluknya kembali.
" Janji? Sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking kakaknya.
"Janji! udah, jangan nangis lagi dong, 'kan gambarnya sangat bagus, pasti gambar kamu paling bagus di kelas." Ucapnya memberi semangat adiknya agar tidak sedih lagi.
"Ayo kita masuk, tugas kakak juga udah selesai nih." ajak Randy pada adiknya.
"Tapi gendong ya, kak?" jawab Tya yang manja dan memasang muka manisnya lagi.
"Sini aku gendong, tapi nanti kamu kurangin yaa makanyaa karena kakak tidak kuat lagi gendongnya," Usil kakaknya agar adiknya melupakan kesediaanya.
"Iya, kak," jawabnya kesal sambil menepuk pundak kakanya
************
*** Rumah Lily***
Di sore hari, neneknya sibuk menyiapkan makan malam di dapur, sedangkan Lily berasa di kamar sedang memetik senar gitarnya sambil duduk di kursi yang menghadap senja yang menari seirama alunan petikan senarnya. Bagi Lily, memainkan gitar adalah suatu yang tidak mampu diucapkan oleh lisan akan terucap oleh suara dari setiap petikan. Jiwa Lily seakan menyatu oleh gitar kesayangannya yang di berikan oleh ayahnya saat ulang tahun sebagai kado terindahnya.
Berada jauh dari perkotaan, itu membantunya jauh lebih tenang karena hanya mendengarkan kicauan burung dan suara jangkrik di malam hari. mendengar pertengkaran orang tuanya setiap hati yang membuatnya tertekan dan terpuruk saja. Lily ingin melupakan kenangan masa lalu kelamnya di kota dan memulai lembaran baru bersama neneknya di pedesaan. Lily membaringkan badannya di kasur yang empuk dan pikirannya pun tenggelam dalam banyaknya pertanyaan dalam pikirannya yang tak mampu dia jawab, hingga dia larut dalam lamunan yang dalam.
"Kenapa aku dilahirkan dalam keadaan seperti ini? Apakah orang tuaku tidak menginginkanku? Kenapa mereka hanya memikirkan perasaannya saja tanpa memikirkan perasaanku? Tuhan... apakah ini adil buatku?" Pikirnya tenggelam dalam lamunannya.
"Andai aku dilahirkan seperti orang di luaran sana. Memiliki orang tua yang menyayanginya, bercanda ria disetiap waktu luangnya, saling berbagi cerita ketika ada masalah. Ah... tapi itu semua tidak mungkin aku rasakan, itu hanyalah ilusi yang tidak mungkin terwujud olehku." Pikir Lily masih bergelut dengan pikirannya sendiri.
Tapi aku bersyukur saat ini, aku memiliki nenek yang menyanyangiku, yang merawatku menggantikan orang tuaku dan kadang aku membuatnya kesal tapi dia tidak pernah memarahiku. Menasehati dan menegurku ketika berbuat salah dan berbagi cerita yang aku alami di kampus.
Drett... Det... tiba-tiba lamunannya pudar karena handphone nya bergetar di dalam tas dan ternyata itu telepon grub dari sahabatnya.
"Hufft... Halo, kenapa sih kalian nelepon aku? kalian ganggu jam istirahat aku tau." jawabnya kesal karena lamunannya terganggu sambil menghela napas.
( Kok tiba-tiba marah sih, Neng! Lagi PMS yah?) Ucap Hesti dengan asal tebak karena dia jagonya nebak diantara sahabatnya.
( iya nih, lagi PMS kali! tidak ada hujan tidak ada badai, tiba-tiba kesal aja ama kita.) Ujar wina yang nambahin perkataan Hesti.
"Iya, aku lagi PMS udah dari kemarin, emang kalian ngapain sih nelepon di jam segini? Emang kalian nggak ada kerjaan?" tanya Lily dengan nada malas dan jutek.
( Hesti tuh yang tadinya minta telepon grub, jadi aku ikutin aja," jawabnya dengan nada bersalah.
( Iya, saya tadi minta Wina buat nelepon grub karena ada mau di omongin,) ucap Hesti sambil memperbaiki duduknya dan kata katanya karena jangan sampai tambah merusak moddnya Lily.
"Bilang aja" jawab Lily singkat.
( Gini... jemput ya Black Ladies nama geng sahabatnya besok, jangan sampai telat lagi kayak tadi.) pinta Wina minta dijemput ke kampus.
" Emang mobil kalian kemana?" tanya Lily dengan mempertimbangkan.
( Mobil saya lagi di bengkel, kalau Wina katanya di pakai sama kakaknya.) terangnya hesti.
"Oke, tapi aku tidak janji ya, jangan sampai aku kesiangan lagi kayak tadi." jawabnya Lily.
( Jangan gitu dong, Li. Aku tidak mau terlambat ke kampusnya besok.) jawabnya Wina dengan rada kesal karena sahabatnya sangat malas bangun pagi.
"Kalau gitu telepon aja yah kalau perlu kalian spam ali sampai aku bangun." Ujar Lily.
( Ishh... Dasar Kebo! nanti jodohmu diambil orang loh.) canda Wina yang berusaha mencairkan suasana sambil ketawa.
Hahaha... Hahaha, ketawanya bersamaan tapi paling lantang ketawanya adalah Wina.
"Hahah, biarin. Mending jadi kebo daripada cacing." Balas Lily dengan mengejek sahabatnya dan merasa tenang dibandingkan tadi.
( Emang kenapa kalau cacing? Cacing itu bagus loh, walaupun tinggalnya di tanah tapi dia bantu menyuburkan tanah. Daripada si Kebo, kerjanya cuman tidur dan ngerendam di lumpur.) Wina membalas ejekan Lily. " Hufft... emang susah nebak sifatnya tuh si Lily, kirain tadi mau perang ke 3 tuh gara-gara aku candain, ternyata dia ketawa juga 'kan lega kalau gitu." Gumamnya dalam hati Wina dengan merasa lega.
"Ishh... jijik amat si cacing," jawabnya Hesti dengan jijik.
"Iya, aku juga jijik ama tuh cacing," ucapnya Lily dengan sedikit mual membayangkannya.
"Terserah kalian deh, mau Kebo mau cacing intinya besok kalian harus jalan kaki sampai kampusnya, biar tau rasa kalian. Bukannya sampai kampus malah sampai rumah sakit." Ancam Lily sambil terkekeh kecil sendiri di telepon.
" Sadis amat, Li. Kita 'kan sahabat, masa tega sih," jawabnya Hesti.
( Li, jangan ngambek gitu dong.Emang kamu tidak kasihan sama sahabatmu ini yang cantik jelita dan tidak tertandingi sejagat raya.) gombal Wina sambil menarsiskan dirinya ke sahabatnya.
( Ihhh! aku jijik, emak cacing tuh lagi kepedean.) Ejek Hesti pada Wina yang narsis. " Emang cacing tuh narsisnya nggak ketulungan deh." sambungnya.
" Jangan ngomong gitu hes, nanti pasukan cacing demo ke kita 'kan kita nggak bisa lawan mereka semua," ucapnya Lily mengusili Wina.
hahah... hahaha, tertawa bersamaan dan tidak lama kemudian, neneknya berteriak dari bawah memanggil cucunya.
"Li, udah mau magrib, udah mandi belum?" teriak neneknya dari bawah.
"Sudah dulu ya guys, sudah di panggil sama komandan di bawah nih" jawabnya menyudahi telepon tanpa kesepakatan sahabatnya.
Tut... tut... suara telepon mereka terputus dan Lily langsung menemui neneknya.
( Ee.. kebiasaan tuh si Kebo langsung nutup telepon tanpa kesepakatan kita) ucap Hesti dengan kesal.
( Emang kaya gitu. Untung dia sahabat kita, kalau enggak..., ucapnya gemas sedikit menggantung ucapannya.
( Emang kalau bukan sahabat kita, mau diapain?) tanyanya Hesti.
( Hahaha... aku suruh salto di lapangan lalu push up sambil aku kelitik tanpa ampun.) jawabnya dengan tertawa terbahak bahak.
( Nih sahabatku paling sadis, jadi nggak bakalan ali sadisin," jawabanya mencoba jadi pahlawan di sahabatnya.
( Mulai deh lebay nya, liat kecoa aja langsung lari terbirit-birit. Apalagi buat salto orang. paling kamu tuh yang si salto lalu di kelitilin.) ejeknya Hesti.
( Kecoa 'kan memang geli liatnya.) ucap Wina.
( Iyain deh. Oh iya, aku mau mandi dulu yah, gerah nih belum mandi.) ucapnya Hesti sambil mengibas ngibaskan tangannya karena AC di kamarnya rusak.
( iya sama, aku mau mandi juga.) ucapnya Wina.
( Sampai bertemu besok, yah.) ucapnya Hesti sambil menutup teleponnya dan langsung menuju kamar mandi.
Saat menutup teleponnya dari tadi, Lily langsung berlari turun menghampiri neneknya.
"Iya nek, tunggu!" jawabnya sambil lari karena tidak ingin membuat neneknya menunggu lama.
" ada apa nek?" tanya Lily kepada neneknya karena tidak mendengar teriakan neneknya tadi.
" Udah mandi, Li? Tanya neneknya.
"Udah dong nek, makanya aku udah cantik dan harum. Emang nenek tidak menciumnya?" tanyanya sambil mendekatkan diri pada neneknya. "Harum kan?" tanya nya kembali.
"Iyaa, harum kok cucu nenek. Oh iya, Bantuin nenek bawa piring ke atas meja dulu lalu siap siap salat magribnya." pinta neneknya dengan menunjukkan ke arah piring yang mau diangkat.
"Oke, Nek." jawabnya sambil mengangkat piring ke arah meja makan.
Neneknya tersenyum bahagia karena melihat cucunya rajin salat, walau sesibuk apapun dia tidak akan pernah meninggalkan kewajibannya. setelah salat maghrib, Lily dan neneknya makan di atas meja makan yang besar. Neneknya memulai percakapan menanyakan pengalaman Lily di kampus tadi pagi sambil menyantap makan malam hingga selesai. Seusai makan malam, Lily pamit ke kamarnya karena dia sangat mengantuk dari tadi.