Rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun dengan penuh perjuangan, mulai dari restu dan segala aspek lainnya dan pada akhirnya runtuh dalam sekejap mata. Aku yang salah atau mungkin dia yang terlalu labil dalam menyelesaikan prahara ini? berjuang kembali? bagaimana mungkin hubungan yang telah putus terbina ulang dalam penuh kasih. Berpaling? aku tidak mampu, segalanya telah habis di dia. Lalu aku harus bagaimana? menerima yang datang dengan penuh ketulusan atau kembali dalam rasa yang setengah mati ini? aku hancur dalam cintanya, segala hal tentang dia membuat aku hancur berantakan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lissaju Liantie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_002 Anand Devfran
"Sayang, tolongin..." Pinta Anand dengan suara manja saat ia kewalahan memakai kaos kakinya.
"Sebentar, aku lagi pakek kerudung." Jawab Deria yang sibuk memakai kerudung namun ia tetap melangkah mendekati sang suami yang duduk di tepi tempat tidur.
"Sini..." Lanjut Deria setelah ia berada tepat dihadapan sang suami, ia segara berjongkok lalu memakaikan kaos kaki di kedua kaki Anand secara bergantian.
"Sepertinya aku tanpa kamu bakal nggak bisa ngapa-ngapain! Terima kasih karena mau menerima semua kekurangan ku yang memang tidak tertolongkan lagi!" Ujar Anand dengan tangan yang mengusap pelan jilbab Deria.
"Aku yang bakal nggak bisa ngapa-ngapain jika tanpa kamu. Nand, terima kasih untuk semuanya!" Ucap Deria dengan suara lembut nan teduh.
"Untuk ini...?" Ujar Anand dengan tangan kiri yang langsung jail menarik ujung jilbab Deria hingga membuat jilbab yang udah terpakai rapi kini kembali berantakan.
Puas membuat sang istri kesal, Anand justru tertawa kencang saat mendapati ekspresi wajah Deria yang ingin marah namun ia tahan sekuat tenaga.
"Marah? Eummm, udah ayo sini! Biar aku bantuin benerin." Tawar Anand setelah puas tertawa.
"Ciiih! Yang ada bakal semakin berantakan, aku bisa sendiri!" Tegas Deria yang hendak berbalik meninggalkan Anand namun dengan cepat Anand menghadang langkah Deria.
"Aku serius sayang, sini!" Ujar Anand dengan suara lembut yang langsung meluluhkan Deria.
Tangan Anand dengan lembut menyentuh jilbab Deria lalu berusaha untuk merapikannya kembali, namun semua itu hanya berlaku selama sepersekian detik karena selanjutnya tangan Anand kembali membuat jilbab Deria berantakan.
"Anand..." Gumam Deria kesal.
Secepat kilat Anand mendekap tubuh sang istri tercinta kedalam pelukannya lalu keduanya sama-sama tertawa menertawakan diri sendiri.
Kenangan tentang masa indah itu perlahan menghilang bersamaan dengan suara bel pintu rumah yang di tekan berkali-kali dari luar sana. Anand yang sejak tadi duduk termenung di kamar ridurnya kini perlahan bangun lalu segera menuju ke pintu utama untuk melihat siapakah gerangan yang datang bertamu di siang hari yang begitu panas ini.
Mata Anand membulat sempurna setelah pintu terbuka yang melihat sosok yang kini berdiri tegak di hadapannya. Keduanya saling terdiam dalam waktu yang lama.
"Maaf, apa aku mengganggu waktu istirahat mu?" Tanya Deria dengan kepala tertunduk.
"Tidak, sayang...hmmmm Ria, silahkan masuk!" Ujar Anand dengan suara parau terbata-bata.
Anand segera memberi jalan untuk Deria masuk.
"Terima kasih, hmmmm aku mau ambil barang-barang aku yang masih tertinggal disini." Jelas Deria sambil terus berjalan masuk dengan disusul oleh Anand dari belakang.
"Hmmm, silahkan!" Jawab Anand lembut.
"Aku..." Keduanya berbicara secara serentak lalu sama-sama terdiam dalam waktu yang lama.
"Boleh aku yang lebih dulu ngomong?" Tanya Anand yang membuat langkah Deria terhenti.
"Hmmmm, silahkan!"
"Apa kamu bakal tinggal bersama Jinan? Atau bakal balik ke rumah papa?"
"Aku...!"
"Ria, ini juga rumah mu. Sebaiknya kamu yang tetap disini, biar aku yang keluar."
"Nggak bisa gitu, kamu pemiliknya, jadi emang seharusnya aku yang keluar. Lagi pula aku udah beli rumah kok, yah meski ukurannya jauh lebih kecil dari rumah kita, hmmmm maksud aku rumah ini, rumah kamu. Hmmmm, aku boleh masuk kan? Ada beberapa buku ku yang masih tertinggal di kamar." Jelas Deria saat keduanya berada tepat di pintu kamar yang terbuka lebar.
"Hmmmm, masuklah!" Pinta Anand yang bahkan memutuskan untuk masuk lebih dulu lalu disusul oleh Deria.
("Sayang...!" Panggil Anand manja.
Anand yang baru membuka matanya langsung teriak-teriak heboh memanggil sang istri setelah menyadari bahwa tempat tidur disampingnya telah kosong.
"Ria, sayang..." Anand kembali berteriak kali ini ia bahkan turun dari ranjang dan segera mencari keberadaan Deria.
"Berhenti teriak-teriak, ini masih pagi buta, lagi pula aku nggak kemana-mana loh!" Jelas Deria yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.
"Aku takut..." Keluh Anand yang bahkan langsung mendekap erat tubuh mungil Deria kedalam dekapan kekar miliknya.
"Takut? Kenapa? Jangan bercanda ya..."
"Aku takut kamu pergi tanpa pamit sama aku!" Jelas Anand dengan kedua tangan yang semakin erat mendekap tubuh Deria.
"Kan, mulai lagi becandanya! Udah buruan gih siap-siap, kamu ada operasi pagi ini kan?"
"Semalam kan udah operasi!"
"Semalam? Operasi? Bukannya semalam kita libur?" Tanya Deria dengan wajah kebingungan, antara ingatannya yang salah atau bagaimana.
"Hmmm operasi berdua, dengan mu, disini!" Goda Anand lalu perlahan melonggarkan pelukannya dan secepat kilat mengedipkan matanya dengan aura mesum yang memenuhi seluruh wajah tampannya.
"Benar-benar! Buruan mandi sana!" Tegas Deria kesal lalu cepat-cepat mendorong tubuh kekar Anand untuk masuk ke kamar mandi.)
"Anand Devfran..."
Suara pelan Deria yang memanggil nama lengkapnya seketika menghancurkan semua masa lalu indah yang baru saja singgah dalam ingatannya. Anand yang sejak tadi hanya berdiri mematung di jendela sana kini mengarahkan fokusnya pada sang mantan istri yang terlihat sedang memasukkan buku-buku yang awalnya tersusun rapi di rak kini perlahan berpindah kedalam dus yang ada di lantai.
"Hmmm, iya..." Jawab Anand dengan wajah penuh kebingungan, karena selama ini Deria tidak pernah memanggil nama lengkapnya.
(Dia benar-benar membentang jarak, kayak semuanya telah usai, aku yakin dia pasti sangat membenci ku, dia benar-benar terlihat begitu mebenci diriku) Tegas hati Anand setelah sejenak menatap wajah teduh milik Deria namun terlihat begitu tegas.
"Apa kamu masih membutuhkan ini?" Tanya Deria dengan tangan kanan yang memegang sebuah buku yang bersampul coklat yang terlihat begitu tebal dan di pinggirnya di penuhi dengan kertas-kertas post-it yang berwarna-warni.
"Itu milik mu, ambillah!"
"Tapi bukankah kamu yang lebih sering memakainya?"
"Hmmm, aku memakainya karena itu adalah milik mu!"
"Anand..."
"Maaf, sekarang aku tidak membutuhkannya lagi!"
"Kamu yakin??"
"Hmmm, sangat yakin! Semua milik mu ambillah semuanya jangan lagi ada yang tersisa disini!"
"Aku hanya butuh barang milik ku jadi aku tidak akan mengambil satu pun barang milik mu, apapun itu." Tegas Deria yang terlihat mulai terbawa emosi.
"Ya udah tinggalin aja, biar aku buang atau bakar sisanya! Nggak guna lagi kan, berarti udah jadi sampah!" Gumam Anand yang juga mulai terbawa situasi panas.
"Sekalian aja bakar semuanya, kalau perlu rumah ini sekalian. Runtuhkan atau bakar semuanya, aku nggak peduli!" Tegas Deria dengan amarah yang meluaplah sudah.
Tubuh Deria berdiri kokoh di samping rak buku, tatapannya begitu tajam terus tertuju pada Anand yang berdiri tidak terlalu jauh darinya.
"Apa memang harus seperti ini? Anand, apa memang semuanya harus jadi begini? Inikah mau mu? Jika iya, tolong hiduplah dengan bahagia agar luka ku ini tidak sia-sia." Jelas Deria dengan air mata yang perlahan menetes dari pertahannya.
Deria segera keluar dari sana dengan membawa serta satu dus buku di tangannya.
Anand masih mematung tanpa beranjak sedikitpun, ia benar-benar tidak tau harus bagaimana.
~~