Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua
Pagi hari, seperti biasa Bastian mengendarai sepeda motornya menuju rumah Dara. Mereka akan berangkat sekolah bersama. Sampai di halaman rumah gadis itu, dia melihat sang pujaan hati telah menunggu di depan rumah dengan ibunya.
Bastian menghentikan motornya tepat di depan rumah Dara. Gadis itu tersenyum manis melihat kehadiran pria yang sangat di cintainya itu.
Bastian turun dari motornya dan menghampiri Dara dan ibunya.
"Selamat Pagi, Bude," sapa Bastian.
Bastian memang memanggil ibunya Dara dengan sebutan Bude, karena ibu gadis itu merupakan kakak sepupu jauh dari mamanya.
"Selamat Pagi, Nak Bastian," jawab Bu Ratih.
"Bude, aku izin pergi sekolah dengan Dara," ujar Bastian.
"Iya, Nak. Jangan ngebut, hati-hati di jalan!" seru Bu Ratih.
Dara lalu menyalami ibunya, begitu juga dengan Bastian. Setelah itu barulah berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan, pemuda itu hanya diam, dia tak menyinggung tentang kuliah di luar kota.
Di sekolah juga dia tampak biasa saja. Bastian berencana mengatakan itu sepulang sekolah nanti.
**
Seperti rencananya Bastian mengajak Dara ke pantai kembali. Jika kemarin mereka menghabiskan waktu dengan menyusuri tepi pantai, kali ini hanya duduk di kafe.
"Ra, ada yang ingin aku katakan padamu!" seru Bastian dengan suara pelan.
"Ada apa, Tian. Sepertinya serius banget?" tanya Dara.
Dara merasa gelisah, sepertinya ada hal buruk yang akan disampaikan Bastian, melihat kekasihnya itu murung. Namun, dia mencoba untuk berpikir positif dulu. Mungkin saja itu hanya perasaannya.
"Ra, aku besok harus pergi. Tapi aku harap kamu jangan sedih. Aku akan tetap memberi kamu kabar," ucap Bastian.
Dara terkejut mendengar ucapan pria itu. Kenapa begitu mendadak kabar kepergian kekasihnya itu. Bukankah kemarin pria itu mengatakan jika dia akan kuliah di kota ini dengannya.
"Apa harus keluar kota? Bukankah kamu janji akan tetap kuliah di sini denganku?" tanya Dara dengan suara gemetar karena menahan sebak di dada.
Bastian meraih tangan gadis yang sangat dia cintai itu. Dia mengerti jika Dara pasti terkejut dengan keputusannya. Namun, dia tak ada pilihan.
"Ini semua demi hubungan kita. Mama akan merestui kita jika aku mau kuliah di luar kota," ujar Bastian.
Mendengar ucapan pria itu, tentu saja Dara jadi tertawa. Bagaimana bisa semua demi hubungan jika mereka saja dipisahkan jarak.
"Demi hubungan kita? Omong kosong apa ini. Yang ada semua ini untuk memutuskan hubungan kita, Tian. Tante Erna sengaja memisahkan kita. Dengan jarak yang terbentang, apa pun bisa saja terjadi. Entah kamu atau aku yang akan mungkin berpaling. Siapa yang menjamin jika kita akan tetap setia!" seru Dara.
Perasaan seseorang itu bisa berubah dalam waktu singkat. Tak ada yang bisa menjamin hati ini akan tetap terjaga.
Jangan pernah merasa penting bagi seseorang karena hati manusia itu mudah berubah. Hari ini kamu berharga, mungkin besok ataupun lusa kamu tidak lagi berguna.
"Ra, aku akan menjaga hati ini hanya untukmu. Dan aku harap kamu juga begitu. Setiap saat aku akan usahakan untuk memberi kabar. Aku akan selalu menghubungi kamu."
Dara tak menjawab ucapan kekasihnya itu. Tak tau bagaimana perasaannya saat ini. Sedih, tentu saja. Tapi dia tak mungkin juga memaksa Bastian untuk tetap di sini.
"Mama dan Papa berjanji, setelah aku wisuda, kita bisa meresmikan hubungan ini. Aku harap kamu bersabar hingga saat itu. Bukankah kita masih bisa bertemu di saat liburan," ucap Bastian mencoba meyakinkan Dara.
"Aku tak tau harus berkata apa, Tian. Melarang mu untuk kuliah keluar kota, itu sama saja aku egois. Itu semua demi masa depanmu, denganku atau dengan wanita lain."
"Aku hanya untukmu. Aku minta kamu yakinkan hatimu, jangan pernah ragu denganku. Aku tak akan pernah meninggalkan kamu!" seru Bastian.
"Jangan pernah berjanji untuk tidak saling meninggalkan, Tian. Tapi berjanjilah untuk tidak saling berubah, karena berubah adalah awal dari meninggalkan dan melupakan," ujar Dara.
Dari tadi Dara tak banyak bicara. Dia hanya mendengarkan ucapan kekasihnya. Pikirannya menerawang entah kemana. Gadis itu tak percaya jika telah tiba saatnya mereka harus berpisah.
Saat matahari mulai terbenam, mereka akhirnya memutuskan pulang. Sampai di rumah, tangis Dara akhirnya pecah. Dari tadi sudah mencoba menahannya.
Dara memukul dadanya yang terasa sesak. Dia takut ini adalah salah satu cara Tante Erna memisahkan mereka.
Apakah kamu tau gimana rasanya berpisah padahal masih ingin bersama. Kamu tau rasanya mencoba ikhlas padahal masih ingin bersama. Dan apakah kamu tau rasanya ingin terlihat baik-baik saja tanpa kamu padahal yang sebenarnya keadaan sedang hancur. Sesuatu yang dilepaskan secara terpaksa, sakitnya tidak pernah sederhana.
**
Dara terbangun saat matahari menyinari kamarnya. Dia melihat jam di dinding. Gadis itu langsung bangun ketika menyadari jam telah menunjukan pukul delapan.
"Astaga, sudah jam delapan. Bukankah Bastian akan berangkat jam segini!" seru Dara.
Dengan tergesa gadis itu masuk ke kamar mandi. Dia hanya menggosok gigi dan membasuh wajah saja.
Setelah berpakaian rapi dengan sepedanya Dara bermaksud menuju rumah Bastian. Dia ingin melepaskan kepergian sang kekasih.
Sampai di depan rumah Bastian, suasana begitu sunyi. Sepertinya sang kekasih telah pergi. Dara turun dari sepedanya dan langsung berjalan menuju pintu utama rumah tersebut.
Dara mengetuk pintu. Beberapa kali melakukan itu baru terdengar langkah kaki mendekati. Pintu lalu terbuka, memperlihat sosok wanita dewasa yang tak lain adalah Tante Erna.
"Selamat Pagi, Tante. Bastian ada? Apa dia sudah berangkat?" tanya Dara. Napasnya masih terlihat ngos-ngosan.
"Sudah pergi. Aku harap kamu jangan pernah menghubunginya. Sampai kapanpun aku tak akan pernah merestui hubungan kalian. Jika kau melanggarnya, ibumu yang akan menjadi jaminan!" seru Tante Erna dengan penuh penekanan.
"Berarti Om dan Tante berbohong. Tian bilang kalian akan merestui hubungan kami jika dia mau kuliah ke luar kota!" seru Dara.
"Aku berbohong atau jujur, tak ada urusan denganmu. Dia putraku. Aku harap kamu jangan pernah datang ke sini lagi. Sekarang aku pinta pergi dari rumahku!" usir Tante Erna.
"Tanpa di usir pun aku memang akan pergi, Tante," balas Dara.
Dara lalu pergi tanpa bersalaman terlebih dahulu. Tak ada yang bisa menggambarkan betapa hancur hatinya saat ini.
Perpisahan yang paling menyakitkan adalah perpisahan yang terpaksa karena keadaan bukan kemauan.
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak