Ica semenjak di tinggal oleh Azzam tanpa alasan akhirnya memilih menikah dengan pria lain, syukurnya pernikahannya dengan suaminya yang awalnya tak begitu di cintainya berjalan dengan harmonis dan bahagia.
Tapi ternyata Ica di tipu mentah-mentah oleh sikap baik suaminya selama ini, justru suaminya ternyata pria yang suka berselingkuh dan gonta-ganti pasangan untuk memuaskan nafsu birahinya.
Bagaimana dengan rumah tangga Ica dan suaminya selanjutnya?
Apakah Ica tetap bertahan atau justru memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Ica melihat ke arah jam dinding dan ternyata sudah pukul setengah sebelas siang, yang artinya sebentar lagi putri sulungnya pulang sekolah. Ica bergegas bersiap-siap lalu melepas daster yang di melekat di tubuhnya dan di ganti dengan baju lengan panjang di padukan dengan celana kulot tak lupa memakai hijab instan.
Drrtt....Drrtt.....
HP-nya kembali bergetar, ketika Ica menoleh terlihat layar HP-nya berkedap-kedip kemudian Ica meraih HP-nya. Terpampang nomor tidak di kenal menghubunginya, tanpa pikir panjang Ica langsung menggeser ikon warna merah dirinya memilih menolak panggilan itu.
Tapi baru saja Ica meletakkan kembali HP-nya di tempat semula, HP-nya kembali bergetar. Ica melihat foto yang terpampang di profil itu, berusaha mengingat siapa orang itu namun tak ingat sama sekali. Akhirnya Ica mengusap icon hijau itu, hingga sambungan telepon terhubung.
"Hallo, selamat siang" ucap Ica sembari menempelkan HP-nya di telinga
"Siang, Mbak Ica"
Terdengar suara wanita dari seberang telepon, mendengar namanya di sebut oleh pemilik nomor asing itu membuat Ica menatap ke layar HP-nya lalu mengamati nomor tersebut bersamaan dengan foto wajah yang terpampang disitu.
"Maaf, ini siapa yah?" tanya Ica sebab tak mengenal wanita di foto itu
"Sebelumnya maaf sudah menganggu waktunya, nama saya Loli, Mbak?"
"Loli? Loli siapa? Apa kamu teman kerjaku? Atau teman sekolahku? Maaf saya tidak mengingatnya" tanya Ica lagi
"Bukan, Mbak. Saya temannya Mas Hendra, suami Mbak Ica"
"Ohh, temannya Mas Hendra. Ada apa ya, Mbak?"
"Mbak, bisa kita bertemu? Ada sesuatu yang sangat penting untuk kita bicarakan berdua"
Ucapan wanita yang ada di seberang sana sontak saja membuat kening Ica mengerut, apa ada masalah dengan suaminya? Tapi wanita di seberang tetap kekeh ingin bicara langsung pada Ica membuat Ica mendengus kesal di buatnya karena memaksa kehendak sendiri.
"Mbak, jika memang ada yang ingin anda bicarakan sama saya. Katakan saja sekarang, saya sibuk mau menjemput putri saya"
"Tapi masalah ini tidak bisa di bicarakan melalui sambungan telepon, Mbak. Kita perlu bertemu karena ini sangat penting sekali, saya mohon Mbak. Saya sudah berada di cafe Kasih Sayang yang ada di samping sekolah Mentari, saya tunggu Mbak disini dan saya menunggu kedatangan Mbak"
Lagi ucapan wanita itu membuat kening Ica semakin mengerut, entah mengapa tiba-tiba perasaannya tidak enak. Bagaimana bisa wanita di seberang sana mengetahui nama putri sulungnya, bahkan mengetahui dimana putri sulungnya bersekolah.
"Astagfirullah" gumam Ica lirih
Ica mengusap wajahnya dengan telapak tangannya saat bayangan buruk tiba-tiba melintas di matanya, entah mengapa perasaan Ica menjadi tidak enak. Seperti ada sesuatu yang akan menimpanya, tak ada jawaban dari Ica membuat wanita di seberang mematikan sambungan telepon begitu saja.
"Main mati gitu aja" gerutu Ica lalu kembali meletakkan HP-nya di atas nakas
Ica segera menggendong bayi kecilnya itu mengunakan gendongan depan tapi bayi kecilnya menghadap ke arahnya, Ica membawa bayi kecilnya karena akan menjemput putri sulungnya yang sepertinya sudah keluar dari kelas saat ini dan pasti putri sulungnya sedang menunggunya.
Ica menjemput putri sulungnya ke sekolah mengunakan motor maticnya, karena jarak tempuh dari rumahnya ke sekolah putri sulungnya hanya membutuhkan waktu 15 menit saja. Sepanjang perjalanan pikiran Ica benar-benar tidak tenang, kalimat demi kalimat yang di ucapkan wanita tadi sangat menganggu pikirannya.
Sesampai di sekolah, Mentari langsung menghampiri Mamanya yang baru tiba di halaman sekolahnya lalu Mentari naik di jok belakang sembari berpegangan dengan Mamanya. Setelah itu Ica kembali melajukan motor maticnya, hingga akhirnya Ica menghentikan laju motor maticnya di depan cafe Kasih Sayang.
Cafe yang tadi di sebut oleh wanita yang mengenalkan diri bernama Loli, disisi lain hati Ica ingin sekali menemui wanita bernama Loli karena penasaran tapi disisi lain Ica merasa waktunya terbuang sia-sia untuk meladeni wanita asing yang sama sekali tidak di kenalnya.
"Ma, kok berhenti? Mentari sudah laper" keluh Mentari yang berada di belakang
"Iya, Nak. Kita pulang sekarang"
Ica kembali menyalakan mesin motor maticnya, Ica hendak melajukan motor maticnya menuju jalan pulang dan memilih mengabaikan wanita tak di kenalnya yang tadi menghubunginya, akan tetapi saat Ica hendak menarik gas tiba-tiba terdengar suara teriakan memanggil namanya.
"Mbak Ica"
Ica menoleh ke sumber suara dan terlihat seorang wanita yang mungkin usianya berkisar dua puluh lima tahun dan berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Ica yang masih di atas motor maticnya, wanita itu memegang stang motor matic Ica agar Ica tak bisa pergi.
"Mbak, sebentar saja" pinta Wanita itu setelah berada di dekat Ica
Ica memperhatikan wajah wanita itu berusaha mengingatnya, wanita itu terus meminta waktu Ica sebentar saja karena ada yang ingin di bicarakannya. Ica menghembuskan napas dengan kasar, lalu akhirnya mengangguk menyetujui permintaan wanita itu.
"Nak, kita makan siang disini ya"
"Iya, Ma" jawab Mentari
Ica memarkirkan motor maticnya lalu turun dengan menggendong Senja dan menggandeng tangan Mentari, Ica masuk ke dalam cafe sementara wanita itu mengekor di belakang Ica lalu mereka berdua duduk di salah satu meja yang belum ada yang menempati.
"Mbak ada yang ingin saya bicarakan, ini sangat penting sekali" ucap Loli saat mereka sudah duduk di kursi dan saling berhadapan
"Sebentar ya saya mau membantu putri saya makan dulu, baru setelah itu kalau mau berbicara"
Meski berat, Loli tetap mengangguk. Ica memesan nasi dan ayam krispi untuk Mentari dan tak butuh waktu lama pesanan Ica pun datang, dengan pintar Mentari makan sendiri nasi dan ayam krispi itu tapi Mentari sedikit protes karena lebih enak ayam krispi buatan Mamanya.
"Iya donk, Nak. Masakan seorang Mama itu paling lezat, tidak ada yang bisa mengalahkan kelezatannya" ucap Ica menimpali ucapan putri sulungnya
Cukup lama menunggu putri sulungnya menghabiskan makanannya, setelah itu Ica pun menyuruh Loli untuk mengatakan apa yang ingin Loli bicarakan padanya sehingga menganggu waktunya yang menurut Ica sangat berharga setiap detik.
"Mbak, saya hamil"
Ucapan itu seketika membuat Ica terperangah tapi itu hanya sesaat, setelah itu Ica akhirnya tergelak lucu sekali ucapan wanita itu.
"Terus apa maksudmu mengatakan ini padaku? Apa aku yang menghamilimu lalu kamu minta pertanggung jawaban denganku? Ahh, lelucon macam apa ini?"
"Jika memang tidak ada sesuatu hal yang lebih penting ingin kamu bicarakan dari soal kehamilanmu, saya mau pulang" ucap Ica beranjak sembari menggandeng tangan Mentari
"Tapi yang saya kandung saat ini, benih Mas Hendra suami Mbak Ica"