NovelToon NovelToon
Sambat!

Sambat!

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy
Popularitas:41.1k
Nilai: 5
Nama Author: Dfe

Besar tanpa rasa takut, sering ditindas dan di bully dari kecil membuat lelaki ini kebal oleh hinaan serta ejekan.

Awalnya dia selalu diam, tapi karena diamnya malah ditertawakan, dianggap sebagai bentuk ketakutan, dan justru makin membuat orang lain senang mempermainkannya. Kini dia berubah menjadi apa yang orang label kan pada dirinya.. Menjadi penjahat yang sesungguhnya!

Tapi.. Hati kecilnya selalu ingin sambat akan ketidak adilan yang selama ini dia rasakan. Dia lelah berpura-pura kuat.. Dia juga manusia biasa.. Yang ingin Sambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2. Jangan sok Jagoan

Baru hari pertama sekolah tapi Sakti sudah pulang dengan membawa surat pernyataan yang harus ditandatangani oleh ibunya. Anak itu hanya menerima surat dari bu guru tanpa berniat memberikannya kepada ibunya. Untuk apa dia berikan surat itu? Agar ibunya tahu jika dia jagoan di sekolahnya di hari pertama masuk sekolah? Nggak.. Tentu Sakti tidak akan memberi tahu apapun kepada ibunya.

Sakti tidak peduli dengan hukuman yang besok menanti dirinya. Dia sudah kebal dengan pukulan, hinaan juga tuduhan tidak mendasar yang orang-orang tujukan padanya. Tidak masalah baginya jika besok harus menambah daftar hukuman yang akan dia terima. Sudah biasa!

"Hai gantengnya ibuk.. Gimana hari pertama sekolah? Gimana di kelas, rame? Banyak yang nyapa kamu kak? Pasti banyak yang mau temenan sama kamu kan!" Pertanyaan itu Shopiah ajukan saat bertemu dengan Sakti di depan gerbang sekolah ketika kegiatan belajar mengajar selesai.

"Iya buk." Jawab Sakti singkat.

Shopiah menatap anaknya yang lesu. Seperti tak ada semangat sama sekali. Tapi ditepisnya rasa itu, dia terus menanyakan hal-hal yang Sakti kerjakan saat di sekolah tadi.

Harus bercerita apa? Tidak mungkin Sakti membeberkan pada ibunya jika dia bertengkar dan dibawa ke ruang BP di hari pertama sekolah kan?

"Ya udah.. Ayo sekarang kita pulang. Nanti saja ceritanya di rumah ya?" Usul Shopiah sambil mengambil tas itu dari pundak sang anak untuk dibawanya agar tidak membuat anaknya keberatan membawa tas tersebut.

Mereka naik angkutan umum. Jalan kaki setelah sampai di kompleks perumahan yang memang tidak dilalui kendaraan umum. Di sepanjang perjalanan itu, Sakti hanya diam. Sesekali menanggapi obrolan ibunya dengan kata 'iya' dan anggukan saja. Shopiah beranggapan sikap anaknya yang lebih tertutup dan makin jarang bicara sekarang ini hanyalah suatu proses adaptasi diri dari lingkungan barunya. Tidak apa, lambat laun juga Sakti pasti paham dan bisa ceria seperti anak lain seusianya.

Pak Jawir yang merupakan majikan Shopiah adalah seorang duda beranak satu. Anak perempuan pak Jawir berusia sebelas tahun, empat tahun lebih tua jika dibandingkan dengan Sakti yang baru menginjak usia tujuh tahun. Kedua bocah berbeda usia itu jarang berinteraksi, padahal pak Jawir tidak pernah sekalipun melarang anaknya bergaul dengan siapapun. Termasuk anak dari asisten rumah tanggal yaitu Sakti.

Setelah memasuki rumah, Shopiah segera meminta Sakti untuk berganti pakaian di kamar. Sedangkan Shopiah menuju dapur untuk mengambilkan makan siang untuk sang putra.

Shopiah bisa dibilang cukup beruntung memiliki majikan yang baik dan mau mengerti keadaan seorang janda dengan anak masih kecil sepertinya. Belum genap sebulan bekerja di rumah itu, pak Jawir menyuruh Shopiah agar menyekolahkan Sakti. Semua biaya tentu ditanggung oleh pak Jawir.

Ketika pak Jawir meminta Sakti untuk sekolah di tempat yang sama dengan anaknya, Shopiah langsung menolak usulan tersebut. Pasalnya biaya sekolah di sana sangat mahal dan. Shopiah takut pembullyan yang pernah dialami Sakti kembali terulang jika anaknya belajar di lingkungan sekolah elit dan Shopiah sadar pada kemampuan diri jika anaknya tidak masuk dalam bagian dari anak-anak elit tersebut. Dia tidak tahu saja jika di sekolah yang sekarang pun anaknya mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari siswa lain.

Slawatiya Aini, nama anak dari pak Jawir dan almarhumah Marlina. Setahun lalu kecelakaan tunggal mengakibatkan Aini harus merelakan ibundanya pergi menghadap Sang Pencipta meninggalkan dirinya juga ayahnya. Berbeda dengan Sakti yang tertutup dan belum bisa berdamai dengan keadaan karena kepergian ayahnya, Aini lebih legowo dan ikhlas melepas kepergian ibundanya.

"Sakti, ibuk kerja dulu ya. Kalau kamu ada PR di kerjain dulu. Kalau nggak bisa atau kesulitan ngerjain nanti tunggu ibuk menyelesaikan pekerjaan aja. Nanti ibuk bantu ngerjain, ya?"

Jawaban yang diterima Shopiah masih sama seperti sebelum, hanya satu kata 'iya'.

"Bi Sho, aku mau dibikinin nasi goreng dong." Aini baru pulang sekolah.

Meneriaki Shopiah yang sedang ada di dapur menyiapkan makan siang untuk keluarga itu. Sedangkan Aini duduk di sofa setelah melempar asal tas sekolahnya di sana.

"Biiii Shooooo.. Aku ma-"

Teriakannya terhenti oleh kemunculan Sakti. Kedua bocah itu saling melihat, mengamati satu sama lain.

"Tumben kamu keluar dari sarang mu." Ucap Aini kepada Sakti. Tak di jawab, Sakti berjalan lebih dekat ke arahnya.

"Jangan teriaki ibuku seperti itu!"

Aini bangkit dari duduknya, berdiri mensejajarkan diri dengan Sakti. Matanya melotot seperti memberi tahu jika dia lah ratu di rumah itu.

"Kenapa? Ibu mu kan babu ku." Dengan senyum mengejek.

Perkataan Aini sukses membuat Sakti menarik kasar rambut kepang bocah itu. Suara teriakan Aini berhasil mengundang Shopiah berlari tergopoh ke ruang tamu.

"Sakti astagfirullah.. Udah kak, lepasin rambut neng Aini. Dia kesakitan itu. Aduh ini kenapa kamu jadi kasar sama perempuan sih kak?!" Shopiah menarik bahu anaknya.

Tangan Sakti tidak lagi ada di rambut Aini sekarang. Meski begitu tangisan Aini membuat Shopiah kelimpungan. Dia takut pak Jawir marah menemukan anak perempuan kesayangannya menangis sesenggukan seperti itu.

"Ibuk dia bilang ibuk babu. Itu nggak sopan kan buk?" Sakti menatap ke arah ibunya berharap mendapat pembelaan melalui perkataannya barusan.

"Ibuk memang pembantu di sini Sakti, jadi jangan kasar sama neng Aini. Sekarang minta maaf sama neng Aini! Nggak baik berbuat kayak tadi ya, kalau juragan Jawir tahu bagaimana??" Shopiah sedikit menaikan nada bicaranya.

Anak kecil itu terpaku di tempat. Dia pikir membela ibunya akan mendapat hadiah pelukan, setidaknya ucapan hangat sebagai bentuk terimakasih akan dia dapatkan. Tapi lihat apa ini? Dia dibentak? Ibunya membentaknya di depan anak yang memanggil ibunya dengan kata babu?! Lelucon apa lagi ini? Amarahnya sudah muncul sejak kepulangannya dari sekolah dan sekarang ditambah dengan pertengkarannya dengan Aini yang berakhir dia harus meminta maaf?

'Nggak! Ini nggak adil! Kenapa aku harus minta maaf? Aku nggak mau!'

Sakti berjalan cepat kemudian berlari ke arah kamarnya. Satu-satunya ruangan di rumah itu yang memperbolehkan dirinya keluar masuk secara bebas. Sakti hanyalah anak kecil, baginya ibu adalah orang tua yang harus dia hormati dan patuhi perkataannya. Tapi jika ada yang menghina ibunya seperti yang dilakukan Aini tadi, apa dia harus maklum?

"Sakti, Kamu jangan kayak gini nak ya Allah.. Kamu tahu kan neng Aini itu anaknya pak Jawir. Bos nya ibu, yang punya rumah ini, yang nyekolahin kamu juga! Bisa kan sopan sama dia? Dia perempuan Sakti, jangan pernah menyakiti perempuan! Kamu ngerti?" Tegas Shopiah yang menyusul anaknya ke dalam kamar.

"Tapi buk, dia tadi bilang-"

"Udah udah.. Ibu nggak mau denger alasan kamu apa. Yang jelas ngasarin orang seperti tadi itu nggak baik. Kamu bukan super hero Sakti, jadi jangan sok jadi jagoan."

Seketika Sakti terdiam. Beberapa minggu tinggal di rumah pak Jawir, sikap ibunya sudah jauh berbeda.

"Iya buk..." Sakti berusaha menerima semua perkataan ibunya. Ditanamkan dalam benaknya jika dirinya bukan jagoan! Anak kecil memang mudah menyerap informasi dari luar, apa yang dia lihat dan dia dengar akan tersimpan rapi di dalam memori.

Malam itu setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Shopiah menghampiri anaknya yang tidur meringkuk tanpa menggunakan selimut untuk menutupi badan kecilnya.

"Nak.. Maaf ya, bukan maksud ibu marahin kamu tadi.. Tapi nak, kamu juga harus ngerti kalau neng Aini itu anak majikan ibu. Kamu juga harus menghormati dia nak.."

Meski belum tertidur, Sakti enggan menjawab perkataan ibunya. Dia berusaha memejamkan mata erat-erat agar bisa tertidur dan melewati hari berat ini.

________

Di sekolah terasa memuakan, pulang sekolah pun begitu menyebalkan. Kehidupan Sakti kecil hanya berkutat di situ-situ saja. Bertengkar di sekolahan, dan di rumah harus selalu mengalah oleh setiap titah yang Aini berikan kepadanya. Menyebalkan sekali bukan menjadi seorang Sakti?

Sampai tak terasa satu tahun sudah dia lalui dengan situasi toxic seperti itu. Pagi ini Sakti dan Aini dikumpulkan dalam satu ruangan. Ruang makan yang besar itu biasanya hanya di pakai untuk keluarga pak Jawir saja tapi lihat sekarang ini! Pak Jawir, Shopiah, Aini dan Sakti duduk bersama dalam satu meja.

"Ada apa sih yah? Aku buru-buru ini, nanti ada upacara!" Aini, dia sudah memakai seragam osis SMP. Seragam merah putih tidak lagi dia kenakan karena di awal tahun ajaran baru ini dia sudah terdaftar menjadi siswi di sekolah menengah pertama di kotanya.

"Jadi begini.. Ayah sudah memutuskan, Bu Shopiah mulai hari ini akan menjadi ibu kamu. Dan Sakti.. Kamu bisa menganggap bapak sebagai ayahmu mulai sekarang. Kami akan menikah minggu ini."

Sakti dan Aini menatap tak percaya pada ucapan pak Jawir. Waktu seakan berhenti di detik pak Jawir mengatakan maksud dan tujuannya mengumpulkan mereka di satu meja.

"No! Apaan sih yah, aku nggak mau punya bunda baru! Apalagi bi Shopiah kan ibunya si tengil ini, iyuuuuh ogah! Pokonya aku nggak setuju!" Tentang Aini lantang.

"Tapi sayangnya ayah tidak meminta mu untuk memilih antara mau atau tidak Ai, ayah dan ibu Shopiah hanya memberi tahu bukan meminta restu. Tolong pahami." Pak Jawir nampaknya sudah menduga jika Aini akan menolak keputusannya, tapi pak Jawir tidak peduli. Dia sudah menentukan dan mau tak mau keputusan itu harus diterima oleh seluruh keluarga, termasuk Aini tentunya.

"Oh Tuhan.. Sadarkan aku kalau aku lagi pingsan, bangunkan aku kalau aku lagi mimpi, tapi jangan bilang kalau semua ini nyata Tuhan.. Oh my.. No!!" Tolak Aini mentah-mentah.

Lalu apa yang di lakukan Sakti? Tanpa banyak bicara, bocah itu melenggang pergi menuju pintu utama. Mengambil sepeda yang akan mengantarkannya ke sekolah. Teriris rasa hatinya tapi dia hanya diam tak memberi tanggapan.

"Tengil hooeee!! Kamu napa nyelonong pergi hah? Seneng ya ibumu yang babu itu naik pangkat jadi nyonya di rumah ini?" Aini menggebu-gebu melampiaskan amarahnya kepada Sakti yang sebenarnya tidak tahu menahu tentang masalah ini.

"Minggir!" Sakti tak bergeming meski Aini dan Shopiah memanggil namanya.

"Ya Allah mas.. Ini terlalu cepat untuk mereka. Mereka pasti syok.. Apalagi Sakti.. Dia pasti-"

"Sudahlah, lambat laun anak-anak akan menerima hubungan kita. Mereka masih kecil, bisa apa mereka tanpa kita, orang tuanya?!"

'Yah.. Ibu jahat.. Ibu mau gantiin posisi ayah.. Sakti harus gimana yah? Sakti benar-benar sendiri sekarang..'

Dengan derai air mata, tanpa diketahui siapapun.. Sakti berangkat sekolah dengan hati yang teramat perih mengetahui ayahnya tidak ada lagi di hati ibunya.

1
Lyta Thalita
3 sampe 4 paragraf intinya ini kan
om Dani perempuan itu butuh kepastian
gini Doong langsung tembak
Lyta Thalita
tie tie
cemburu ya
hukum aja tuh Aini, udah meninggalkan bekas di bibir eh sekarang malah berpaling
𝐌𝐔𝐌𝐄𝐓 𝐀𝐀𝐀𝐇𝐇𝐇𝐇𝐇😤
pasti.. pasti lanjut 😂
𝐌𝐔𝐌𝐄𝐓 𝐀𝐀𝐀𝐇𝐇𝐇𝐇𝐇😤
eeee .. mau😂
⏤͟͟͞R ve aaahhh 🤤
Reunian dunk 😊
⏤͟͟͞R ve aaahhh 🤤
Langsung dilamar Ai...terima gak yaa ☺
⏤͟͟͞R ve aaahhh 🤤
Wahh Dani punya rival 🤭
Me mbaca
waooowww..lamaran nya sedikit romantis lah...di bawah guyuran hujan...
bakal diterima ga ya?
apa si bakal mudeng?
🌸Ar_Vi🌸
lanjuut..
🌸Ar_Vi🌸
mauuuu
⏤͟͟͞R ve aaahhh 🤤
astaga Ai..ai
⏤͟͟͞R ve aaahhh 🤤
Begitu nyamannya Alka dipelukkan Star 🤗
Lyta Thalita
kamu yg goda
godaanmu ngalah ngalahi godaan syaithonirojim.
yaiya kamu woles ai tapi Dani yg blingsatan Krn ulahmu
Lyta Thalita
kalian yg berduaan kok aku yg was2
𝙳𝚘𝚕𝚊 𝙳𝚘𝚕𝚊ᵇᵃˢᵉ
mau dibuktikan ngak kalau om dani itu gak impoten😂😂
🍊 NUuyz Leonal
cieee Dani sudah gak sabar menunggu hari dimana Kamu bisa memiliki ai ya
huuhhhh ahhhhh🤤
mau bukti kalo om Dani gak impot ten gak ai
Riaa Imutt
ai.. ada waktu nya kamu di bantai om om itu
🌸Ar_Vi🌸
gemesh sama ai.. kalau udah tiba MP habis deh Ai.. /Facepalm//Chuckle/
𝐌𝐔𝐌𝐄𝐓 𝐀𝐀𝐀𝐇𝐇𝐇𝐇𝐇😤
siapa yg ga sabar? kamu atau ai?😳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!