NovelToon NovelToon
Lotus Age: A Crown Prince

Lotus Age: A Crown Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Dunia Lain
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nil Caryo

(Fiksi belaka!! )
Kota Jayakarta yang tengah hancur karena lepasnya sang tirani Cyborg yang menginginkan dunia dystopian di dalam genggamannya kini telah hancur sepenuhnya.

Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah Annara, gadis yang genap berumur 18 di tahun ini, 2227. Dengan bakatnya untuk mengatur molekul dan meledakkan para cyborg, kesempatan itu tak ia lepas untuk kudeta parasit yang menyebalkan.

Tapi, kenapa hasilnya malah seperti ini?

Kini pemimpin sementara kiamat masa depan itu menyusut dan kehilangan raganya, kenapa ia harus menjadi Akira dan menjalani alur yang melenceng.?

Ada apa pula dengan sistem irem yang menyebalkan ini?

Kenapa pula ia disatukan dengan Azalea, Kai, white rose? Bangkit dengan nama Bunga dan bukan dengan kebahagian kecilnya atau karismanya, si kode berjalan?

Saksikanlah Perjalanan Annara sebagai Crimson, neraka ini sebatas perebutan tahta saja bukan? kan? Bagaimana caranya Akira menaikkan Han yang telah tiada pada tahta keturunan pahlawan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nil Caryo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Persembahan

 "I..bu..", lirih Nara, tatapannya pada wanita yang ia panggil ibu itu tidak bisa dijelaskan.

Sebagian besar api yang menyala hilang seketika, orang ini adalah penghianat pertamanya, penyebab sebagian besar traumanya.

"sekarang umurmu berapa? Diatas 15 tahun, kan?", tanya wanita dengan dress merah itu pada Nara..

"18 tahun, bu..", sela Vian membantu menjawab.

"umurku saja dia tidak ingat", pikir Nara.

Rasa sakit di kepalanya tak jua hilang, malah semakin memburuk seiring dengan berjalannya waktu.

Wajar saja ia jadi begitu, karena Nara baru saja memakai flying code dengan emosi yang tidak stabil.

Padahal itulah hukum yang ia sendiri harus taati, kini alam harus menghukumnya.

'Ibu', mengusap usap rambut Nara, dengan penuh kasih sayang hingga membuat Nara yang tengah sekarat menjadi merinding.

"tenanglah.. Sebentar lagi semua rasa sakit ini akan hilang, karena..-", ucap wanita itu lirih sebelum kata katanya terpotong oleh seorang Pria berkemeja batik ungu.

Suasana itu pecah seketika, ketika Indra menaruh sapu tangannya di wajah Nara.

"Wah~ ini tumbal kita, nona Yoja?", tanya Indra yang sedari tadi hanya memperhatikan dan bersimpuh mulai berbicara.

"ah.. Maaf tidak sopan, karena sepertinya..'dia' telah tiba", ujar Indra sambil melipat lengan baju Nara sembari bicara.

Tentu saja gadis itu menolak untuk tetap diam di tempat orang-orang yang lebih gila darinya itu berkumpul.

Dengan seluruh tenaganya yang ia kerahkan untuk bisa bangun dari pangkuan wanita terkejam baginya, tak ada satu pun yang berhasil.

Yang ada rasa sakit itu semakin menjadi sehingga mempengaruhi molekul cahaya sekali lagi.

'prang!'

Itulah bunyi dari hancurnya kacamata bulat yang selama ini menemani perjalanan hidup Nara.

Nara merasa seharusnya ia tak menunjukkan sisinya yang ini, dia harusnya berdiri dengan tegap bertumpu pada kakinya meski harus dipanggil...ehh, sesuatu.

Menunjukkan pada semua orang kalau dia ini tidak terpengaruh oleh apapun, meski itu menyakitkan.

Indra yang melihat pecahan kaca di wajah Nara hanya menggelengkan kepalanya seperti seseorang ayah dan sibuk membersihkan darah dan debu dari tubuh Nara.

"Jangan bergerak.", ancam Indra.

Kelakuan para berdasarkan ingatan pemilik tubuh yang asli, tidak bisa ditiru sepenuhnya oleh AI.

"Kau harus terlihat bagus..Sebentar lagi kita akan bertemu 'dia'..".

Indra benar benar merapikan baju Nara dan membersihkan darah dari lukanya, persis seperti seorang ayah yang melakukannya.

Ai itu sangat menakutkan.

Apalagi sekarang ada ingatan dan secuil kekuatan, kecerdasan, kepemimpinan, ambisi dan kreatif nya Indra yang menggegerkan dunia.

"Jangan repot-repot Indra..", lirih sang ibu tanpa niat untuk benar benar melakukannya.

"Sangat disayangkan.. Kau ini berbakat, mengingatkanku pada putriku-" , Indra menggenggam tangan Nara kuat kuat, "tapi, kami tidak punya banyak waktu."

Siapakah 'dia'?

Indra berdiri, dan celah pada kakinya mengungkap keadaan kota yang hancur, darah, dan lingkaran aneh di sekitar Nara. Keberadaan Vian dan ibunya disini membuat Nara merasa bahwa itu adalah ulahnya.

"Maaf.. Semuanya, maaf".

"Kacau deh, lain kali jangan begini lagi ya.., kalian..Sedikit terlambat.. Tapi Tuan Azazel masih memberikan toleransi..". ucap seseorang yang baru saja tiba.

Dari arah mata Nara, ia hanya bisa melihat pemandangan mengerikan itu. Tidak bisa ia melihat sosok dibelakangnya yang baru saja tiba, apakah itu.. 'dia'?

Tapi, dari tempatnya Nara bisa mengetahui bahwa 'dia' datang sendirian, ia berpikir kalau sosok itu adalah dalang dibalik tersambungnya koneksi internet di Jayakarta, atau mungkin.. hal lain?

..

Mata Nara rasanya mulai berat, tangisannya mulai mereda, kepalanya pelan pelan diturunkan dari pangkuan ibu nya. Gadis dengan luka parah di kepala itu mengenali suara sesamanya, "jadi dia..", gadis itu memastikan kondisi Nara. "Goodjob, anak ini masih hidup", ucap gadis itu.

Tangannya terasa sangat dingin, bisa dipertanyakan apakah orang ini manusia atau bukan. Membuat Nara, bergidik, saat gadis itu memeriksa denyut nadi Nara.

"Maaf..Nona, saya ingin bertanya mengenai deadline persembahan yang dimajukan. Kalau boleh tahu.. kenapa?", Indra bertanya dengan sopan. "Sesuai mood ku saja", gadis itu menjawab dengan ketus.

"oh, iya.. persembahan-persembahan ini.. selanjutnya tidak bisa dikirim lewat parasit lagi, makan lah seadanya, lalu kirimkan lewat ritual setiap beberapa Minggu sekali di hari Jum'at", tambahnya.

Hanya itu yang Nara dengar, sepertinya kata kata gadis itu tidak bisa ditentang.

"Setelah ini aku boleh minta otaknya kan?" , suara Vian menggangu situasi mencekam ini.

"Semua ini milik tuan Azazel!", desis gadis itu. "Diamlah, saya sedang berbicara dengan 'beliau'", lirihnya, keadaan pun hening lagi.

"A-apa, katanya? Nona..", ibunya Nara yang bertanya. Tidak ada yang menjawab. Nara sudah bersiap siap, saat ia merasakan langkah kaki gadis itu ke arahnya. "Nara.. Itu namamu, kan?", ia bertanya.

"Tidak usah menjawab.. Aku paham betul akan sakitnya sekarat itu." Gumamnya, pelan pelan ia menurunkan dirinya, berlutut supaya sepantar dengan Nara yang kini terbaring lemah di tanah tanpa alas.

Saat ini Nara si baringkan menghadap kiri, gadis itu ada disebelah kanannya, Nara kini harus bertumpu pada fakta bahwa gadis pemuja iblis itu tak bisa melihat wajahnya dari sana.

"kau- uph..", ucapnya, namun kalimatnya terpotong karena Kepala Nara mengenai wajahnya saat ia bangkit.

Tapi hanya begitu saja, dan Nara langsung meringis kesakitan.

Bagaimana tidak? Kepalanya sebagai inti rasa sakit di adukan dengan milik orang lain yang sangat keras.

"kurang ajar!", Gadis itu hendak meraih jubah Nara yang lebih bersih dari miliknya.

Tapi Nara tak bergeming dari tempatnya, ia malah komat kamit dan dengan sedikit usaha tangannya bisa ia gerakkan.

"Shield". Partikel disekitarnya memadat dan membentuk sebuah tameng tipis yang kuat.

''puff!', 'si dayang iblis' dengan niatnya yang luar biasa untuk menghancurkan Nara, tapi kalah dengan padatnya polusi Metro Jayakarta.

Nara sedikit puas melihat wajah gadis itu yang menabrak Shield semi-transparan miliknya.

Kali ini ia sudah bersiap dengan sebuah belati yang bentuknya aneh, apa dia pikir bisa menghancurkan Nara dengan itu?

"wah.. Aku sudah lihat dua kali, tapi ini benar benar hebat! Hebat Nara, hebat!..", Nara sedikit tertegun dengan perilaku Indra yang kegirangan seperti anak kecil.

"Apaan?!" , hingga dengan agresifnya Nara menyerang duluan pada gadis itu dengan duri duri yang muncul dari aspal v.2.

Dan dengan mudahnya serangan itu dihindari dan gadis itu menyerang balik dengan belati kecil bermotif tengkorak ditangannya.

"Heh, tidak akan tembus", pikir Nara dengan sedikit berbangga, sebelum kemudian ia menyadari bahwa tusukan belati ini di tekan tanpa minimal usaha dan tidak bergerak dari tempatnya.

Apa yang iblis ini lakukan? "Saka", seketika mantra itu dirapalkan, tameng itu langsung hancur berkeping keping dan belatinya tembus nyaris mengenai jantung Nara.

'Jleb', tapi pada saat yang sama Nara menusukkan pedang panjang ke pinggang gadis itu.

Tapi kenapa.. Kenapa Nara tak bisa bergerak, sedangkan gadis itu berdiri dengan kokoh menyerang Nara bertubi tubi tanpa kesulitan.

Apa nara selama ini kurang berusaha? Apa nara ditakdirkan untuk berkorban tanpa balas jasa? Saat itu Nara tidak mengerti.

Maksudnya apa?

Beberapa saat kemudian, Nara merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada dirinya.

Tubuhnya diam, kaku. Tapi sudut pandang nya sedikit lebih tinggi, ia merasakan tangan yang sangat besar, lebih besar dari dia menggenggam dirinya.

Bukan! Bukan tubuhnya, wujud Nara yang sekarang adalah serpihan dari sesuatu yang sangat dekat dengannya.

"Sungguh, warna jiwa yang unik!", gumam gadis itu sebelum mengembalikan Nara ke tubuhnya. Tidak memberi tahu warna apa yang ia maksud.

Rasa sakit itu kembali merasuki tubuh Nara, sakitnya orang yang sekarat. "Nara.." Panggil gadis itu. "..tuan Azazel bilang..kau..".

Dan untuk pertama kalinya, manik mata Nara bertemu dengan dia. 'deg'. Mata itu seakan bergetar tanpa henti, "Milikku."

Seketika, lingkaran aneh berwarna merah yang mengelilingi tubuh Nara Menyala nyala dan berubah hitam."panas!". Sekujur tubuhnya seakan akan dibakar panas dari tanah yang tidak bisa dijelaskan, membuatnya sejenak melupakan kehadiran gadis yang tadi.

"absorb.", katanya, ia seakan merapalkan sesuatu, tapi tak ada yang terjadi. Yang ada tanahnya makin panas tanpa terjadi apapun pada tubuh Nara, "yah.. Tadi ada kesalahan", gumam gadis itu.

Ia mengulang lagi yang tadi, "Absorb". Tangannya yang semula diletakkan kuat kuat di leher Nara sedikit bergetar sebelum seakan menempel dengan kekuatan magis.

Nara bergidik sekali lagi saat menyadari bahwa tubuhnya mulai 'diserap' oleh sesuatu, terbukti oleh kaki Nara yang perlahan lahan menghilang, dan efek menghilang itu perlahan naik hingga mencapai kepalanya.

"Apa yang bisa menggambarkan situasi ini dengan pasti.. Ah, ya.. Sakit, dan sedih setelah kehilangan semua bagian tubuhku yang dulu..", Nara bergumam dengan lirih dalam bentuk jiwanya. Kini, ia pun masih berada di genggaman gadis itu dan, 'krek'.

Seakan belum puas menyerap tubuh Nara, ia 'menggigit' jiwa Nara dengan 'taringnya' yang harusnya tidak ada disana. "Ini mimpi saat demam saja kan? Tidak mungkin ini semua nyata".

Disekelilingnya, jiwa Nara bisa melihat jiwa lain dengan ragam warnanya pada setiap mesin dan hologram cyborg, tapi hanya sepotong kecil dari bentuk yang seharusnya.

Jiwa Nara pun hanya disisakan seperlimanya, sebelum ditarik masuk kedalam void.

Samar samar dari luar Nara bisa mendengar suara yang lebih asing lagi, "Kenapa gak kau habisin?(hoo) Itu kan hadiah dariku." Ucap suara lelaki muda yang sedikit bercampur dengan napas kambing?.

Gadis itu menjawab dengan cepat, "saya menyisakannya sedikit untuk 'camilan', tuan."

Camilan? Apakah itu artinya mereka memakan jiwa? Apakah Nara sekarang hanya makanan simpanan?

"Yah,(hoo) sudahlah. (hoo) Itu hadiah jadi terserah penerimanya, (hoo) bersiaplah untuk pemuja yang selanjutnya." Perintah suara asing itu.

Tidak ada jawaban lagi, kini terdengar suara dari 'dalam' Void, "sebenarnya kata kata camilan itu agak.. Ah, sudahlah. Pokoknya kau tunggu saja dulu disini, nanti aku keluarkan", pinta suara yang sepertinya milik gadis yang tadi.

Entah sudah berapa lama melayang layang di dalam void, sepertinya waktu berjalan lebih lama di sini saat sendirian. Nara mulai mengingat ingat kenangan yang sebelumnya sudah ia lupakan, 'traumatis'.

"Kalau bukan neraka, aku gak tau lagi ini apa.. Memangnya aku ini jahat?." Gumam potongan jiwa kecil itu.

Sesaat setelah mengatakannya, seluruh keheningan itu pecah. 'Ilusi..', atau apalah, Nara sudah tidak mau tahu lagi.

Jiwa kecil itu tersapu oleh angin yang kejam di Padang pasir berhias kaktus dan debu, yang perlahan menghilang dari pandangan dan kini ia tersangkut di duri kecil sebuah bunga mawar.

Ia kedipkan matanya, sesaat bunga itulah yang berada dalam genggaman jarinya. Sesaat ia dalam kondisi terbaik tubuhnya, kakinya menyentuh hangatnya rumput dan ilalang panjang.

Perlahan lahan tanah yang tertutupi rumput itu mulai berlumpur dan basah, hingga menyerap Nara kedalamnya.

Tubuhnya pecah lagi berkeping keping dan menyisakan potongan jiwanya lagi, kali ini ia jatuh ke void, seakan akan gravitasi muncul di sini.

Kali ini ia pun jatuh diikuti ratusan kertas kertas kecil menghujam wajahnya dengan kecepatan tinggi . "Itu terlihat seperti remi".

Dan ditengah tengah jatuhnya Nara, ia mendengar suara gadis itu lagi, "Tidak, cukup ini yang jadi neraka mu, crimson".

"Eh, maksudku, Nara". Gadis itu terkekeh.

Hanya suaranya saja yang terdengar, tawanya yang tidak manusiawi, menjadi samar, ..samar, ..lalu menghilang.

"alarm rodent discussion.."

Secara alami lengan kecilnya bergerak dan mematikan alarm itu yang ada di meja belajarnya, masih dalam posisi berbaring.

Matanya membulat dengan sempurna, sesaat, Ia merasakan kembali sakitnya ketika tubuhnya 'diserap'. Tapi kini ia terbangun, berkedip beberapa kali sebelum akhirnya benar benar sadar akan sekelilingnya.

..

1
tesya sa'adah
good job.... /Good/
sebut saja flow
jadi penasaran sama kelanjutan nya
sebut saja flow
wah...
keren banget kk
zichani
keren abis deh nih karya /Smile/
tesya sa'adah
ceritanya bagus.. bahasanya juga keren, sedikit berat tapi masih mudah dicerna.. ada puitis nya, ada misteri nya. paket komplit untuk novel fantasi.. good job dan pertahankan ya...
Pena dua jempol
aku tinggalkan 1 iklan kak. maaf koin dan poin ku habis.
nanti aku kesini lagi.
semangat berkarya.
jangan lupa mampir di cerita aku 🫰🏻❤️
Ai
Semangat berkarya, Thor
Raksha: Terimakasih kak, kudukung karya mu juga
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!