Nadya melakukan banyak pekerjaan sampingan untuk melanjutkan kuliah. Semua pekerjaan dia lakukan asal itu halal.
Sampai suatu ketika Nadya diharuskan memberikan les tambahan pada seorang anak SMA yang menyebalkan.
"Jadi, bagian mana yang kamu belum bisa?" tanya Nadya.
"Semuanya," jawab Alex cuek.
"Jadi dari tadi kamu gak ngerti apa yang saya jelasin?"
"Enggak, kan aku cuma merhatiin wajah kamu sama bibir kamu yang komat-kamit."
"Alex!!!" berang Nadya.
"Apalagi tahi lalat kamu yang di pipi. Kok gemesin banget sih!" Alex tersenyum tengil membuat Nadya jengah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Ingin Mengatasi
"Anak SMA sepertimu, apa bisa membantu?"
Ujaran Dewangga terdengar sangat meremehkan Alex, membuat tangan Alex spontan terkepal saat mendengarnya.
"Pergilah, Kak!" tegas Nadya. "Jangan membuat keributan disini," lanjutnya.
"Jadi urusan kita bagaimana?" tanya Dewangga memastikan.
Belum sempat Nadya menjawab, Alex sudah lebih dulu memotong. "Nadya, bilang sama aku apa urusan kamu dengannya?" tanyanya.
"A--aku ..." Nadya ragu mengatakannya, apa tidak bisa kalau Alex tak mengetahui mengenai hutangnya pada Dewangga? Sebab hal ini benar-benar memalukan.
"Nadya berhutang padaku." Dewangga yang menjawab karena sepertinya Nadya tidak bisa mengatakan hal ini pada Alex. "Jadi dia harus melunasinya," tambahnya.
Nadya memejamkan mata rapat-rapat karena akhirnya Alex mengetahui hal ini juga meski tidak dari kejujuran Nadya sendiri.
"Berapa?" respons Alex datar, tidak menunjukkan kekagetan sama sekali.
Dewangga menaikkan sudut bibirnya. "Kau mau membayarnya?" ujarnya.
"Katakan saja berapa!" cetus Alex.
Nadya kembali menengahi. Dia tentu tidak mau Alex ikut-ikutan berurusan dengan Dewangga apalagi sampai membayarkan hutangnya.
"Alex, jangan begini ... ini masalah saya dengan Kak Dewa," kata Nadya.
Alex menggeleng, tentu saja dia mau membantu Nadya. Disinilah perannya sebagai pacar Nadya sedang dipertaruhkan. Jika perlu dia akan melunasi hutang itu sekalian agar Nadya tidak pernah berurusan lagi dengan Dewangga.
"Saya yang akan mengatasinya Alex."
Untuk sesaat, Nadya dan Alex seperti terlibat perdebatan kecil, dan Dewangga yang mendengar itu langsung berdeham untuk menyadarkan kedua orang tersebut.
"Ehem ..."
Nadya dan Alex sontak melihat pada Dewangga.
"Baiklah, kita bertemu di kampus saja, Nadya," ujar Dewangga membuat Alex tak terima.
"Katakan berapa hutang Nadya padamu?" Alex menuntut jawaban dari Dewangga.
"Kurang lebih 1 juta lagi karena Nadya sudah mencicilnya."
"Aku bayar sekarang. mana nomor rekeningnya?" Alex merogoh saku celananya demi mencari ponsel tapi Nadya menggeleng tidak terima.
"Jangan Alex ..." Nadya benar-benar malu. Dia merasa bisa membayar hutang itu meski perlu waktu sampai di awal bulan. Andai Dewangga mau memberinya sedikit waktu lagi.
Dewangga tertawa sekarang. "Tapi aku tidak mau kau yang membayarnya."
"Apa maksudmu?" Terang saja Alex makin emosi mendengarnya.
"Aku mau Nadya yang melunasinya."
Wajah Alex memerah dengan jemari terkepal kuat.
"Aku akan membayarnya bulan depan, Kak!" sergah Nadya.
"Nadya, kau tau aku tidak membutuhkan uangmu, aku mau kau melunasinya dengan cara lain," kata Dewangga.
Ucapan Dewangga itu semakin memantik api kemarahan dimata Alex, nyaris saja dia memukul Dewangga saat itu juga andai Nadya tidak menariknya.
Dewangga tidak menggubris Alex, dia berjalan santai menuju mobilnya. Sampai akhirnya dia membuka kaca jendela mobil untuk mengatakan kata pamungkasnya sebelum benar-benar pergi dari sana.
"Nadya, lunasi hutangmu dengan cara biasa."
Mata Nadya membola mendengar kalimat ambigu yang dilontarkan Dewangga. Dia paham sekali maksud Dewangga disini adalah membayar hutang dengan cara menemaninya bertemu sang ibu di RSJ. Akan tetapi, Alex yang akan berpikiran lain karena kata-kata Dewangga barusan.
"Bagaimana bisa kamu terlibat dengan orang sepertinya, Nadya?"
Alex mengembuskan nafas dalam-dalam, mencoba meredam emosinya yang hampir meledak tadi, tapi ucapan Dewangga terus terngiang-ngiang dikepalanya. 'memangnya cara lain apa yang biasanya dilakukan Nadya untuk melunasi hutang dengan lelaki itu? Kenapa dia meminta Nadya membayar hutang dengan cara biasa?'
...****...
Hari itu, akhirnya Nadya diantar oleh Alex ke kampus. Setelah kejadian tadi, Alex benar-benar berpikir keras mengenai cara Nadya mencicil hutangnya pada Dewangga selama ini.
Alex masih menunggu Nadya menjelaskan, dia tak mau bertanya karena seharusnya Nadya lah yang berbicara lebih dulu padanya. Sekali lagi, Alex tidak mau memaksakan Nadya untuk bercerita, dia tak ingin mendesaknya. Tapi, sepertinya Nadya lah yang memang belum mau membahas hal ini lebih lanjut dengannya.
"Makasih ya." Nadya menatap Alex dengan tatapan sungkan dan Alex dapat melihat itu dari sorot mata Nadya.
"Hemm ..." Hanya itu sahutan yang dapat Alex berikan.
"Ya udah kamu hati-hati ke sekolah," ujar Nadya sebelum akhirnya berbalik untuk menuju gerbang kampusnya.
"Nadya?"
"Ya?" Nadya tak jadi melanjutkan langkah.
"Aku harap nanti kamu mau berbagi cerita denganku. Aku gak masalah kalau harus direpotkan sama kamu."
Nadya hanya tersenyum kecil mendengar pernyataan Alex. Dia melambaikan tangan sebagai isyarat bahwa Alex harus pergi sekarang sebelum lelaki itu terlambat ke sekolah. Mereka sudah kehabisan banyak waktu untuk meladeni Dewangga tadi.
Sampai di sekolahnya, Alex benar-benar terlambat. Dia mendapat hukuman jalan jongkok di jam pertama pelajaran. Alex tak masalah akan hal itu, kadang dia juga mengalami hal ini.
Saat jam istirahat, Alex berpapasan dengan Erin. Gadis itu memandangnya dengan tatapan sedih. Ini memang pertemuan pertama mereka sejak Alex memutuskan hubungannya dengan Erin.
Alex bersikap biasa saja, bahkan dia menyunggingkan senyum pada Erin. Yah, meski dia tau jika dia telah membuat Erin kecewa, tapi Alex berharap gadis itu masih mau menerimanya sebagai teman.
"Alex? Bisa bicara bentar?"
Panggilan Erin membuat langkah Alex terhenti. Dia berbalik dan memutar tubuh demi bisa melihat Erin yang mengatakan ingin bicara padanya.
"Kenapa, Rin?"
Erin merasa sikap Alex tidak berubah sedikitpun padanya, pemuda itu jelas tidak menghindarinya dan ini justru menyadarkan Erin bahwa sejak dulu sikap Alex memang begini, jadi tak ada bedanya saat mereka masih berstatus pacaran atau tidak. Alex tetap bersikap selayaknya teman dan tidak pernah berusaha terlihat lebih baik didepan Erin. Kenapa Erin baru menyadarinya sekarang?
"Lex, aku belum bisa menerima semuanya," akui Erin terus terang.
"Itu hak kamu, Rin ..." jawab Alex realistis.
"Apa gak bisa, semuanya diperbaiki? Kamu bilang kurangnya aku dimana biar aku bisa memperbaikinya," mohon Erin.
Alex tersenyum simpul. "Gak ada yang harus diperbaiki dan kamu itu gak ada kurangnya, Rin."
"Terus? Kenapa kamu mutusin aku?" Sekarang Erin tampak ingin menangis, membuat Alex memalingkan wajahnya dari tatapan mata gadis itu yang seakan ingin membuatnya merasa bersalah habis-habisan.
"Semua kekurangan itu ada di aku, Rin. Aku yang kurang memperhatikan kamu dan aku yang kurang mensyukuri kamu," kata Alex terus terang.
"Aku bisa menerima itu, Lex. Aku bisa nunggu sampai kamu sadar dan bersyukur udah punya aku dalam hidup kamu."
"Rin, aku punya hak untuk menentukan apa yang aku mau, kan?"
Erin terdiam, dia menundukkan wajah menahan tangisan yang nyaris meledak saat ini juga.
"Maaf, Rin ... jangan terus menyalahkan diri kamu, ini semua karena aku. Aku yang gak bisa bersama kamu. Aku yang dari awal gak memilih kamu. Mungkin ini terdengar jahat tapi ini yang sebenarnya. Berhenti nunggu aku," tegas Alex yang membuat Erin benar-benar menjatuhkan air matanya sekarang.
Alex pergi setelah mengucapkan kalimatnya yang sangat tega dan Alex sadar akan ucapannya itu. Bagaimanapun, Alex harus tegas pada Erin agar gadis itu tidak terus mengharapkannya lagi.
...Bersambung ......
💪💪💪💪💪
💖💖💖💖💖