Ayra yang cerdas, pemberani dan sekaligus pembangkang, ingin sekali menentang wasiat ayahnya yang bertujuan menjodohkannya dengan putra sahabat baiknya, tapi berhubung orang yang meminta nya adalah sang ayah yang sudah sekarat, Arya tidak bisa menolak.
Sial, di hari pernikahannya, calon mempelai pria justru kabur meninggalkannya, hingga terpaksa digantikan oleh calon adik iparnya, yang bengis, dingin dan tidak punya hati.
Seolah belum cukup menderita, Ayra harus tinggal satu atap dengan mertuanya yang jahat jelmaan monster, yang terus menyiksa dirinya, membuatnya menderita, tapi di depan orang lain akan bersikap lembut pada Ayra agar tetap dianggap mertua baik. Hingga suatu hari, sang mertua yang memang tidak menyukai keberadaan Ayra, mengingat kalau gadis itu adalah putri dari mantan suaminya, meminta putranya untuk menikah dengan wanita lain yang tidak lain adalah mantan kekasih putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.angela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tinggal Satu Atap
"Saaaah!" Teriak para tamu undangan yang sekalian jadi saksi di acara pernikahan itu. Dito kini bisa bernapas lega, seakan beban di atas pundaknya terbang.
Di sampingnya, Maya mendelik marah ke arah Ayra. Dia masih tidak bisa menerima kenyataan kalau kini gadis udik itu sudah menjadi menantunya.
Harapannya memiliki menantu yang dapat dia banggakan pada teman-teman arisannya, pupus sudah. Apakah Maya akan menyerah dan menerima Ayra? Tentu saja tidak.
Seujung kuku pun wanita itu tidak akan mengakui keberadaan Ayra sebagai mantunya. Diliriknya kembali wajah Dewa yang tersiksa, membuat Maya semakin panas. Anak kesayangannya itu sangat menderita dengan menyandang status sebagai suami wanita kampung.
Bagaimana kalau teman-teman nya tahu dia menikahi gadis miskin? Jauh dari kata modis dan berpendidikan? Tidak ada yang bisa di banggakan dari diri Ayra, kecuali wajah cantiknya.
Ya, Maya mengakui kalau Ayra memiliki wajah yang cantik. Malah wajah gadis itu seperti familiar, seolah pernah dia lihat sebelumnya. Namun, sekuat apapun Mata mengingat, tetap saja tidak bisa menemukan sosok yang memiliki wajah yang sama.
Acara berlangsung sederhana. Hal itu awalnya persyaratan Egi, dia mau menerima pernikahan ini, asal jangan mengadakan acara resepsi pernikahan, Dito setuju, dalam benaknya, yang paling penting putranya itu sudah setuju dulu untuk menikah.
"Ayo, salim tangan kedua mertuamu," ucap wanita yang juga ikut mendampingi pak penghulu, mungkin istrinya. Dengan lembut membelai lengan Ayra yang sejak tadi hanya diam. Dia bak boneka, dihias menjadi secantik ini, tapi tidak bernyawa, tidak bersuara dan tidak punya hak memutuskan apa yang dia inginkan dalam hidupnya.
Dewa pun bangkit, menyalami ayah dan ibunya, diikuti Ayra di belakang. "Terima kasih sudah menjadi menantu, Om. Selamat datang di keluarga ini, Ay. Bagi Om, kamu bukan hanya seorang menantu, tapi juga putri Om," ucap Dito penuh haru. Lama dia mengamati wajah Ayra, memuaskan rasa rindunya.
Hal itu tidak luput dari pandangan Maya yang semakin membuatnya panas. Dia semakin membenci Ayra. Tiba giliran berjabat tangan dengannya, Ayra menarik tangan Maya yang enggan wanita itu berikan, lalu mencium punggung tangannya, setelahnya, saat cium pipi kiri, Maya mengambil kesempatan untuk menunjukkan sikapnya.
"Kau akan menyesal menerima pernikahan ini. Aku akan membuat hidupmu seperti di neraka!" bisiknya tanpa ada yang mendengar selain Ayra.
Sontak gadis itu terkejut. Walau sudah beberapa kali tertangkap kamera matanya, kalau mertuanya memang tidak menyukainya, tapi sikap terang-terangan seperti ini baru lah yang pertama. Wanita itu sudah mengibarkan panji peperangan di antara mereka.
Maya melerai pelukan mereka, dan kembali memasang senyum di bibir agar semua orang yang ada di sana, melihat betapa baik dan ramahnya Maya pada menantunya.
Acara selesai pukul lima sore, walau masih ada beberapa tamu undangan yang belum pulang. Mengobrol ditemani oleh Dito.
Dito sudah memerintahkan kamar Dewa saat masih lajang dan tinggal di sana, untuk dibersihkan, dan didesain lagi menjadi lebih indah dengan sentuhan warna lembut, tidak seperti awal berwarna gotik. Tujuannya karena kamar itu akan dijadikan kamar mereka berdua nantinya.
Ingin sekali rasanya Dewa menarik pelatuk pistol yang ada di laci meja kerja ayahnya, dan meledakkan kepalanya sendiri. Ayahnya benar-benar musuh terberat dan tidak bisa diprediksi langkahnya.
Dia sudah menyetujui menikah Ayra, dengan segenap kebencian dalam hatinya, dan ternyata hal itu belum cukup, Dito juga memerintahkan agar Dewa kembali ke mansion mereka dan hingga kembali bersama satu atap.
"Papa apa-apaan, sih?!" ucapnya dengan nada tinggi. Dia masih mengenakan pakaian pernikahannya kala mendapati kabar dari Tom, asistennya.
"Maaf, permisi sebentar," ucap Dito pamit pada para tamunya dan bangkit menemui Dewa yang ada di ambang pintu.
Dito terus melangkah masuk, menuju ruang kerjanya. Apapun yang ingin diperdebatkan oleh Dewa saat ini, tidak mungkin mereka lakukan di depan para tamu.
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Dito seakan tidak merasa bersalah. Dia duduk dengan tenang di kursi kerjanya, menantang Dewa dengan tatapan tajam.
"Apa maksud Papa memerintahkan Tom membawa semua pakaian ku dari apartemen, dan memindahkannya ke kamarku di rumah ini?" salak Dewa tidak bisa lagi menahan emosi. Sejak tadi dia membendung amarah, akan sikap diktator ayahnya.
"Oh, Papa hanya ingin membantumu," jawabnya santai.
"Membantu?" sambar Dewa. Rasanya tidak ada bantuan yang berfaedah dirasakan Dewa dari yang dilakukan ayahnya.
"Iya, kamu perlu pakaian, dan,"
"Aku gak perlu pakaianku dibawa kemari, karena aku gak tinggal di sini, Papa. Aku akan pergi, kembali ke apartemenku!"
"Apartemen yang papa beli! Papa hanya ingin kita kembali menjadi satu keluarga yang kompak seperti dulu, terlebih karena saat ini kau sudah menikah. Jadi, lebih baik kalau kau kembali tinggal di sini!"
"Aku gak akan mau kembali tinggal di sini! Satu hal lagi, kita tidak pernah kompak! Keluarga ini adalah keluarga teraneh yang pernah aku ketahui!" bantah Dewa.
"Well, intinya, papa ingin kita tinggal bersama. Kau dan istrimu menempati kamarmu yang lama. Kau tidak mungkin berpikir, kalau papa akan membiarkan kau membawa Ayra ke apartemen mu. Bisa mati dia kau buat!"
Dewa kehilangan kata-kata. Dia menatap marah, sangat marah, mendekati benci. Ini semua tidak akan terjadi kalau Egi tidak kabur, dan lebih dari itu, semua masalah memuakkan ini tidak akan terjadi kalau Ayra Putri tidak ada di dunia ini!
Penuh emosi, Dewa keluar dari ruangan itu, menghantam pintu rumah kerja hingga bingkai foto di dinding bergetar dan hampir jatuh.
"Semua masalah ini datang dari wanita udik itu. Aku akan membunuhmu!" umpat Maya marah, mengepal tinjunya.
salah kamar thor 🥰🥰🥰🥰
sebenarnya semua terjadi karena kurang ilmu agama menurutku.
ayra terlalu larut dg masa lalunya
dan Egi ...TDK berterus terang.
terjadilah peristiwa itu....
mungkin jodoh ay Ra sama dewa dan Egi dgn Fina.
keadaan lah yg membuatnya seperti itu.
terimakasih akibatnya
tanyakan pada dirimu ayra......
mungkin ini jodohmu.
terimakasih atas tidak terima
harus nurut PD suami.
kecuali kdrt.
4 bukan waktu yg sebentar BG seorang laki laki.
kalau dia selingkuh itu wajar
istrinya terlalu terjebak masa lalu.
kurang suka dg ayra karakternya.
jangan egois ayra ....
jalani aja biar waktu yg bicara
cinta TDK harus memiliki.
kalau bersama dewa ,Maya TDK menyukainya...
nanti timbul lagi masalah baru.
kalau dgn Egi...cinta Egi seluas samudra,ditonta baik.
kalau menurutku..
lebih baik dicintai....daripada mencintai...
kalau dapat dua duanya.
mencintai dan dicintai.
Krn ayra tidak mencintainya