"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 02
"Baiklah rapat hari ini saya tutup, kita kembali besok." Suara bariton Erick memecah ruang redup itu, layar proyektor lalu di matikan dan semua anggota yang hadir saling berjabat tangan seusai rapat di hentikan.
Setelah semua karyawan nya keluar dari ruang meeting, Erick duduk di kursi putarnya, membuka kancing jas lalu meluruskan punggung barang sejenak, sebelum akhirnya di kejar waktu kembali untuk kesibukan yang lain.
Mata elangnya melirik gadis yang kini sedang membersihkan kertas- kertas di atas meja, tangannya yang lincah juga raut muka yang serius seketika menimbulkan senyum di wajah Erick, tipis itupun hanya sekilas karena keburu tertangkap basah oleh gadis di depannya ini.
"Apa jadwal saya berikutnya?" tanya Erick sambil berpura fokus ke pada laptopnya, berusaha untuk menyembunyikan gerak tubuh yang kentara salah tingkah.
"Kita ada pertemuan di resort merah putih dengan klien, pak narayaka, lalu rapat dengan dewan komesaris, kemudian menghadiri undangan perjamuan nyonya Grace di gedung melati." cepat Elena menuturkan, inilah yang Erick suka dari gadis itu selalu profesional dalam berkerja juga cekatan.
"Wait, berapa menit yang saya punya untuk istirahat?" tanya Erick kemudian, mengangkat wajahnya menatap gadis beriris coklat itu.
"Ada pak, sore nanti anda punya waktu kosong sebelum berangkat ke perjamuan nyonya Grace." terang Elena selanjutnya.
"Baiklah, saya ingin menggunakan waktu itu sekarang. untuk ... bicara dengan mu."
"Eh?" Elena membeliak.
"Duduk." Erick menarik satu kursi ke hadapan gadis itu, Elena ragu, dalam benaknya ada sesuatu yang tak beres kali ini.
"Tapi pak ... " Elena tidak bisa mengatakan iya untuk yang satu ini, ia kira pembicaraan terakhir dengan bos itu tadi siang merupakan angin lewat saja dan Erick hanya membual tentang pertanyaan konyol nya.
Menghela nafas gusar, Erick lantas menarik pinggang ramping Elena sehingga gadis mungil itu terduduk di kursi, lalu tanpa aba-aba Erick menarik lengan kursi agar gadis itu bisa mendekat ke arahnya, sontak tindakan Erick tersebut membuat membuat Elena terkesiap karena wajah mereka hampir bertubrukan.
"Kenapa kau susah sekali untuk di ajak bicara?" mata garang itu menyipit, ada aura mengintimidasi yang mendadak meluap membuat Elena sulit bernapas di buatnya, tiga tahun bekerja bersama, ia sudah bisa mengenal baik watak Erick Davidson, yang memang terkesan dingin dan cuek juga apatis dan selektif, namun terkadang bisa untuk di ajak bercanda jika memang waktunya untuk itu, namun ketika saatnya harus serius jangan pernah sekali-kali untuk membantah nya karena Elena tahu, kemarahan pria itu tersembunyi seperti singa tidur yang saat bangun tak akan ada yang bisa untuk menghentikan nya.
"Bisakah bapak menjauh? saya sesak." pinta Elena membuat Erick terdiam lalu dengan segera menarik diri, membuat gadis itu menghela nafas lega.
"Apa saya harus menggertak mu dulu untuk membuat mu bisa bicara?"kata Erick menyinggung, Elena menunduk.
"Saya serius kali ini, kita harus membicarakan obrolan yang tertunda." Erick lalu memutar kursinya menghadap kembali ke arah meja.
"Tapi sepertinya pembicaraan kita tak pernah ada pak."
"Ada!" Erick langsung menyentak. Mata mereka bertemu, ada rasa yang berusaha Erick utarakan namun ia tahan.
"Saya menginginkan seorang anak,dan hanya kamu yang bisa memberikannya, Elena cempaka."
Elena bergeming, tangannya mengepal ingin sekali memberikan tinju pada pria itu, namun ia segera sadar Erick adalah atasannya, oleh sebab itu ia memilih tetap tenang dan berusaha mendengarkan lebih lanjut.
"Ayah saya menginginkan seorang pewaris untuk perusahaan ini," kata Erick bertutur. Elena sedikit tahu silsilah keluarga Davidson, Erick adalah anak pertama dengan satu saudara perempuan itupun dari ibu yang berbeda karena tuan Rey Davidson, menikah kembali setelah kematian nyonya Catherine, ibu Erick karena pendarahan sebab melahirkannya.Simpelnya Erick memiliki seorang ibu tiri dengan satu adik perempuan yang keduanya kini tinggal di London, sementara pak Rey menetap di sini di mansion Erick untuk ikut andil mengurus perusahaan.
Elena menarik nafas dalam, tak habis fikir dengan semua ini. "Kenapa bapak tidak menikah saja?" itulah yang tercetus di pikirannya, benar laki-laki itu sudah matang untuk membangun rumah tangga, apa susahnya memilih wanita untuk menjadi pendampingnya? pun di luar sana banyak perempuan yang mengantri bahkan hanya sekedar menatap wajah tampan nya.
"Saya tidak percaya hubungan komitmen seperti pernikahan." tukas Erick, sontak jawabannya membuat Elena menoleh menatapnya. Lenggang sejenak, namun akhirnya Elena berdiri dari kursi.
"Tapi saya tidak bisa, maaf pak, bapak bisa mencari wanita lain atau saya bisa bantu carikan sebagai gantinya."
"Yang saya inginkan hanya kamu."
Perkataan Erick membuat langkah Elena terhenti untuk berbalik, lantas gadis itu menghadap kembali ke arah bos nya yang kini ikut berdiri hingga tubuh mereka bersejajar.
Gadis itu mendadak tertawa membuat kedua alis Erick menyatu. "Apa yang bapak lihat dari saya? saya berasal dari lingkup keluarga miskin, tidak ada privilage apapun yang menjamin, saya hanya wanita biasa saja yang ingin menjalani kehidupan dengan tenang. Tolong jangan libatkan saya dengan masalah pribadi seperti ini."
Lalu ia menundukkan wajah. "Maaf jika perkataan saya sedikit kasar, saya terbawa suasana."
"Tidak apa-apa." tangkas Erick. "Tapi pikirkan lagi penawaran saya."
"Saya memiliki kekasih pak, maaf."
Gadis itu benar-benar berbalik pergi. Lagi, Erick hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh, tanpa bisa untuk menahannya.
***
Matahari sudah mulai meninggi, seusai menghadiri perjamuan atas undangan nyonya Grace, direktur operasional di perusahaan milik suaminya yang juga menjalin kerjasama dengan Davidson the company, kedua yang paling berpengaruh setelah perusahaan Erick.
Mobil C-Class yang di kendarai sopir pribadi Erick berhenti di pinggir jalan saat tiba-tiba Elena meminta untuk berhenti.
"Kenapa?" tanya Erick.
"Saya ada urusan pribadi pak. Semua keperluan untuk besok sudah saya siapkan, ada note kecil yang sudah saya tempel tempat menyimpan map berkas, agar bapak tidak lupa."
"Obat juga stok vitamin bapak sudah saya serahkan ke bik Surti, jadi bapak tidak usah khawatir juga."
"Lalu kau mau kemana? biar saya antarkan sampai rumah."
Elena menipiskan bibir, gadis berwajah oval itu menggeleng. "Tidak perlu pak, Vicky pacar saya akan menjemput."
Mendengar lagi- lagi nama itu di sebut membuat Erick menggertakkan gigi, lantas sebelum akhirnya Elena membuka pintu mobil, tangan Erick menahannya.
"Ada apa,pak?" tanya Elena kemudian.
Senyap memggerayap beberapa saat, lalu Erick mulai mengutarakan hal yang ingin ia sampaikan kepada Elena sejak dulu.
"Jangan bersama Vicky, dia pria yang tidak baik."
Kontan perkataan itu menimbulkan sorot tersinggung di mata Elenq, gadis berdarah Pakistan itu menarik cekalan tangannya dari Erick.
"Saya rasa bapak perlu banyak istirahat untuk menjernihkan pikiran. Saya permisi!"
Elena lalu segera beranjak keluar dari dalam mobil, sadar akan sikapnya tadi, ia melayangkan senyuman dengan gurat menyesal.
"Sampai bertemu besok, pak." ia melambaikan tangan lalu berlalu dengan mendekap tas juga iPad mini di tangannya.
Erick menghela nafas kecewa.
"Bagaimana caranya mengatakan jika saya mencintai mu."