NovelToon NovelToon
MBOK JAMU SEKSI

MBOK JAMU SEKSI

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Tiara Pradana Putri

"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mandor Basir

Akad nikah berlangsung khidmat dan lancar. Kedua mempelai pun kini sudah bersanding di pelaminan. Bude Sum dan Juragan Karto tampak bahagia sudah menikahkan anak pertama Mereka dan pesta berlangsung dengan meriah.

Tamu undangan yang datang kebanyakan kerabat dan relasi Juragan Karto.

Sebagai orang kaya di Kampung tentu saja Juragan Karto banyak memiliki relasi.

Silih berganti undangan yang datang memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.

Marni sejak tadi sibuk melayani di bagian prasmanan tak memperhatikan bahwa sejak awal kemunculannya sudah menjadi buah bibir undangan yang satang terutama kaum Adam.

"Silahkan Pak." Marni memberikan piring pada antrian undangan yang akan menikmati hidangan yang tersaji dan menggugah selera.

"Makasi. Mbaknya cantik sekali." Goda salah satu undangan yang kini sedang antri prasmanan.

Marni tak menjawab. Terpaksa senyum walau hati dongkol ditatap sedemikian rupa dan membuat risih.

"Maaf Pak, bisa dipercepat, antriannya sudah panjang." Marni dengan ramah agar tak menyinggung meski dalam hati dongkol sekali melihat pria hidung belang dihadapannya sedang mengedip genit pada Marni.

"Si Mbaknya cantik bener! Bisa kali tukeran nomor HP?" Pria dengan badan tinggi besar dengan gelang bahar melingkar ditangan kanan menyeringai genit dan menggoda kepada Marni saat menerima piring prasmanan.

"Silahkan Pak. Sudah antri dibelakang." Marni menahan kesal meski memasang wajah tersenyum.

"Duh, galak amat cantik-cantik." Bukannya mengindahkan peringatan Marni malah semakin menjadi.

"Sabar-sabar Mar," Dalam hati Marni mengingatkan dirinya sendiri agar tak lepas kendali.

Heran Marni. Bisa-bisanya para Kaum Berjakun itu tak bosan menggodanya. Apalagi banyak yang sampe berusaha sengaja mengusap tangan Marni saat memberikan piring. Kalau tak ingat ini sedang hajatan Marni ingin sekali menendang manuk si Hidung Belang sampai ga bisa manggut-manggut lagi.

Marni melihat beberapa menu di hidangan prasmanan Sudah kosong, Marni bergegas ke belakang untuk meminta diisi kembali selagi Tamu belum ada yang datang lagi.

"Kamu balik ke depan saja Nduk. Biar Bude yang nanti suruh yang lain bawakan ya. Takutnya prasamanan kelamaan ga ada yang jaga." Bude Sri menepuk bahu Marni.

"Mar, sabar." Bude Sri mengusap bahu Marni saat Marni hendak keluar.

"Iya Bude. Marni kembali ke depan ya."

Anggukan Bude Sri seiring Marni kembali ke meja prasmanan dan melayani Tamu yang kembali antri.

"Eh, ada Marni. Jaga disini ya Dek?"

"Mar, Kamu yang jaga disini? Bude Sum mana?"

Bang Udin dan Mpok Leha ternyata juga diundang Bude Sum dan Pakde Karto.

"Iya Mpok Leha. Silahkan Mpok. " Marni menyodorkan piring memberikannya keoada Udin dan Leha.

"Wah makanannya enak-enak bener ini." Mpok Leha dengan sumringah menatap deretan menu di meja prasmanan.

"Abang madang dulu ya Dek. Dek Marni cantik banget pake baju begini." Selagi Bininya lengah sempat-sempatnya Udin berbisik menggoda Marni.

Tak digrubris, Marni memilih cuek saja. Diladeni ya bakal jadi rame. Mending dianggap kasat mana saja.

"Heran, lanang didepan bojone aja gatel bener!" Marni menggerutu salam hati saat melihat Udin berusaha curi-curi pandang sambil menggedipkan mata dari arah kursi tamu.

Semakin sore Tamu undangan semakin ramai. Hiburan campur sari yang dihadirkan oleh Juragan Karto semakin menyemarakkan hajatan yang masih berlangsung meriah.

Tak tanggung-tanggung, bahkan nanti malam selepas hajat Pakde Karto sudah menyiapkan pertunjukkan wayangan semalaman suntuk.

Sah-sah saja namanya wong sugih sayang anak. Apalagi anak cikal keduanya yang lanang. Kedua orang tua yang baru saja dapat mantu turut berbagai kebahagiaan dengan mengadakan pesta meriah.

Makanan berlimpah, enak-enak bahkan banyak undangan yang pulang dengan perut kekenyangan karena asik mencicipi segala hidangan yang tersedia.

"Mar, Kamu istirahat dulu. Biar Bude Gantiin."

"Gapapa Bude. Tanggung tinggal sebentar lagi juga selesai. Bude juga capek toh seharian di belakang ngatur ini itu."

"Tamunya melimpah. Berkah si Sum sama Karto."

"Iya Bude sari tadi Tamunya ga habis-habis. Banyak bener relasi Juragan Karto ya Bude."

"Lah wong usahanya banyak. Makanya relasinya dimana-mana. Mana itu yang datang mandor-mandor gede." Bude Sri membujuk dengan dagu kepada sekelompok pria dengan dandanan ala jagoan.

Marni mengikuti arah dagu Bude Sri. Terlihat beberapa pria berbadan besar seperti tukang pukul sedang asik bercengkrama dan sekitarnya memberikan tatapan sungkan bahkan tak jarang menghormati saat melewati Mereka.

"Itu yang duduk dekar Karto namanya Juragan Basir. Dia yang pegang pasar tempat Kita jualan." Bude Sri berbisik pada Marni.

Terlihat nama yang disebut rupanya sejak tadi memperhatikan Marni. Dan kini ketika Marni melihat si Juragan malah mengedipkan mata sambil memilin ujung kumisnya.

Tentu saja bukan tertarik Marni malah dibuat merinding disko. Geli juga di taksir pria dengan stelan tampang jagoan kampung dan jangan lupakan pakaian dipakai oleh sang Jagoan begitu norak dan mencolok.

"Mandor Basir. Silahkan. Mau ambil makan." Bude Sri menyapa saat sang Mandor datang menghampiri."

"Ini keponakan Bude ya yang baru jualan dipasarkan?"

"Iya Juragan. Marni ini Mandor Basir yang punya wilayah Pasar Kita."

"Saya Marni Juragan." Marni memperkenalkan diri.

Namun belum sempat si Mandor kembali pasang rayuan, ia sudah keburu dipanggil rekan Mandor lainnya untuk bergabung.

Marni lega karena sesungguhnya tak nyaman berhadapan dengan Pria genit yang bergelar penguasaha di pasar itu.

Bude Sri menatap wajah Marni, "Selagi Mereka masih sopan Kamu diam saja. Kecuali sudah melecehkan dan berani pegang-pegang. Jangan kasih ampun Nduk."

"Iya Bude. Ga nyaman bener dilihati segitunya sama Juragan Basir."

"Dia emang terkenal genit. Padahal Istrinya sudah tiga."

Marni tak heran kala mengetahui jumlah Istri sang Mandor.

Dengan sifat modelan genit begitu pasti ga satu orang Istri pria itu. Benar saja sudah punya tiga masih saja ngelaba kepada Marni.

Malam itu pesta dilanjutkan dengan acara wayangan semalam suntuk.

Rumah Juragan Karto dan Bude Sum dipenuhi oleh cahaya lampu minyak yang berpendar, menandai kegembiraan yang menyelimuti seluruh area.

Tenda besar telah didirikan di halaman rumah dengan kursi-kursi yang tertata rapi, menampung para tamu yang datang dari berbagai penjuru kampung.

Di sudut halaman, panggung wayang telah siap dengan dalang yang terkenal sedang mempersiapkan kelir dan wayang-wayangnya.

Para warga kampung tampak bersemangat, mata mereka berbinar tidak sabar menantikan pertunjukan yang akan dimulai.

Anak-anak berlarian kesana-kemari dengan riang, sementara para orang tua mengobrol hangat sambil sesekali tertawa lepas.

Bude Sum, dengan kebaya batiknya yang indah, berkeliling sambil membawa nampan berisi teh manis dan kue untuk para tamu, menunjukkan keramahan yang telah lama dikenal oleh warga kampung.

Di sisi lain, Juragan Karto tampak berbincang dengan beberapa tetua kampung, sesekali tangannya melambai-lambaikan uang sebagai tanda terima kasih atas kehadiran mereka.

Pertunjukan wayang pun dimulai, dalang yang mahir menggerakkan wayang dengan suara lantangnya yang memenuhi udara malam.

Cerita Ramayana yang dipilih malam itu semakin membuat para penonton terpukau, terlebih ketika adegan seru Ramayana dipertontonkan, tepuk tangan meriah bergemuruh dari penonton. Kilauan api dari lampu minyak menambah dramatis suasana, bayangan wayang yang tajam tergambar di kelir menambah kesan mistis.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak warga yang datang, mereka bergabung dalam kerumunan yang ceria. Tawa dan sorak-sorai mengiringi setiap adegan yang ditampilkan dalang. Juragan Karto dan Bude Sum tampak saling berpandangan, mata mereka bersinar penuh syukur melihat kebahagiaan yang mereka ciptakan bersama di malam yang bersejarah ini. Kegembiraan itu tidak hanya terasa dalam tawa dan sorak, tapi juga dalam rasa persaudaraan yang erat di antara warga kampung.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!