NovelToon NovelToon
BAKSO KALDU CELANA DALAM

BAKSO KALDU CELANA DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Selingkuh / Playboy / Penyesalan Suami / Mengubah Takdir
Popularitas:310
Nilai: 5
Nama Author: Mama Rey

Sri dan Karmin, sepasang suami istri yang memiliki hutang banyak sekali. Mereka menggantungkan seluruh pemasukannya dari dagangan bakso yang selalu menjadi kawan mereka dalam mengais rezeki.
Karmin yang sudah gelap mata, dia akhirnya mengajak istrinya untuk mendatangi seorang dukun. Lalu, dukun itu menyarankan supaya mereka meletakkan celana dalam di dalam dandang yang berisikan kaldu bakso.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KALDU CD PUTIH

Warung bakso itu memang nampak selalu ramai. Siang dan malam, pagi dan petang, selalu ada saja pelanggan yang datang. Mereka bilang, bakso Karmin enak. Mereka bilang, kuahnya pas dan bikin nagih. Mereka juga bilang, pentol-nya berasa daging banget. Tidak eneg dan sangat menggoyang lidah. Bakso Karmin memang se-enak itu.

"Dapat uang berapa dari hasil jualan hari ini, Mas?" Sri berdiri di depan pintu dapur seraya mengelap tangannya selepas mencuci mangkok. Wanita berbadan gemuk itu terlihat paling bersemangat jika berurusan dengan uang.

Semua kaum wanita memang begitu. Uang adalah peningkat mood. Apalagi uang yang berwarna merah muda itu.

"Jiaaah, bendahara negara udah main nodong setoran aja." Karmin terkekeh seraya berjalan ke dapur untuk mengambil lap.

"Suka banget ya sama uang?" kelakarnya.

"Ya iya lah. Obat merah cap dua orang, hehehe." Sri terkekeh.

"Maksudnya giman tuh?" Karmin yang telmi pun bertanya-tanya.

"Ya yang seratus ribuan itu kan ada gambarnya Pak Soekarno dan Pak Hatta. Jadinya dia dijuluki obat merah cap dua orang. Heheheh, obat segala macam penyakit, Cuy!" Wanita gemuk itu tertawa-tawa.

"Wanjay gurinjay. Dasar kaum Hawa mata duitan." Bibir Karmin mecucu.

"Biarin!" Sri masih terkekeh.

Waktu menunjukkan pukul 23.20 WIB. Itu artinya sudah waktunya mengangkat dandang bakso. Warung pun sudah tutup. Pria itu harus segera memasukkan dandang baksonya ke dalam dapur.

"Mau jatah kagak nih? Malam Jumat, lho." Sri menjulurkan lidah, lalu berjalan ke depan rumahnya untuk menghampiri warung bakso yang berada di halaman.

Karmin mengekor di belakang sang istri seraya menenteng lap kotak-kotak. "Kapan-kapan saja lah. Lagi lelah banget, Dek. Seminggu lagi kan ketemu malam Jumat lagi, hehehe."

Sri mendengkus. "Heeemm, awas ya kalau kamu yang pengen! Gak akan aku kasih jatah!" dengusnya.

"Sudah jangan emosi. Nih kukasih saweran, hehehe." Karmin terkekeh.

"Ini uang yang gede-gede ada dua juta, Dek. Belum ku-hitung uang yang receh-receh." Matanya nampak berbinar.

Pria itu mengulurkan tangannya ke hadapan Sri. Segepok uang berwarna merah muda dan biru langsung membuat bibir Sri melengkung. Uang memang selalu membuat manusia menjadi bahagia.

"Apakah baksonya habis semua, Mas?" Sri memicing.

"Woiya jelas, dong! Bakso seenak itu mustahil jika tidak habis, hehehe." Pria itu menunjukkan deretan giginya dengan sumringah.

"Kalau aku yang jaga warung, pasti bakso kita laris manis," ujarnya.

"Dih! Sama aja keles. Kalau aku yang jaga di warung pun juga sama larisnya." Sri nampak tak terima.

"Yee, bawel deh." Si cungkring Karmin tertawa genit.

Sri hanya mencebikkan bibirnya seraya mengecek stok jualan di dalam etalase gerobak baksonya.

"Sisa mie kremes dan siomay goreng saja." Karmin berucap.

"Gak masalah. Mie dan siomay goreng mah bisa dijual besok, lusa, atau lusanya lagi," tandasnya menyahuti ucapannya sendiri.

"Ya. Taruh saja di toples jumbo itu biar tidak ayem (mlempem)." Sri menimpali.

Bakso Malang memang selalu komplit. Selalu terdiri dari bakso bulat, tahu isi, tahu putih, mie kremes alias mie kuning, mie bening, bakso goreng, siomay goreng, dan siomay basah. Tak ketinggalan, ada lontong juga. Di sebagian lokasi, ada gorengan usus krispi dan juga tetelan babat. Bakso Malang memang se-kompleks itu.

"Jangan lupa kaldunya disaring. Kaldu kolor itu wajib diganti setiap malam Jumat dan malam Senin. Sekarang malam Jumat." Sri mengingatkan suaminya.

Setelah itu, dia langsung menyambar kotak uang berisikan uang receh di gerobak bakso dan langsung masuk ke dalam kamar.

Karmin pun hanya mengangguk-angguk setuju seraya mengangkat dandang tempat kuah bakso ke dapur. Pria cungkring itu harus menyaring sisa kuah bakso. Sri menyebutnya kaldu kolor.

Karmin mengambil serokan dan memasukkannya ke dalam dandang. Sebuah kolor berwarna pu-ma alias putih mangkak langsung terangkat bersama dengan sisa-sisa tetelan daging sapi yang masih berada di dasar dandang.

"Hemmmmm, baunya sedaaaap!" Karmin mendenguskan hidungnya berulang kali.

"Berkat kolor ini, baksoku yang biasanya sepi, kini langsung laris manis kinyis-kinyis, hehehe." Dia mengambil kolor itu dan meletakkannya di dalam wadah terpisah.

Sudah seminggu ini Karmin meletakkan kolor pu-ma itu ke dalam dandang kuah baksonya. Dia melakukan hal tersebut agar baksonya laris. Pria itu sudah kehilangan akal sehat lantaran hutangnya di rentenir desa yang sudah menggunung dan mencekik leher.

°°°°°°°°°°°°

FLASH BACK ON

Karmin awalnya merasa frustasi setelah berhari-hari baksonya tidak laku dan selalu bersisa. Tak banyak uang yang ia dapatkan di kala itu. Padahal, Karmin dan Sri masih punya hutang yang cukup besar kepada rentenir kampung yang bernama Bawon.

Hingga akhirnya, Karmin dan Sri nekat pergi ke lereng Gunung K*wi yang merupakan tempat pencarian pesugihan dan penglarisan segala macam usaha. Di sana ia diberi pilihan yang cukup beragam dan cukup bervariasi.

Setelah menimbang-nimbang dan menimang-nimang, Karmin dan Sri akhirnya memantapkan hati untuk melakoni ritual kolor.

"Yang penting kita ada pemasukan banyak. Biar hutang di Yuk Bawon lekas lunas. Kita ndak bisa kalau hanya mengandalkan jualan bakso tanpa bumbu-bumbu ajaib begini." Karmin nampak mendesah lelah.

"Tapi, Mas ... itu ada ritualnya. Dan aku takut." Sri nampak masih ragu.

"Gak po-po, Dek. Kita lakoni berdua. Yang penting kita ndak terjerat hutang ke Yuk Bawon. Yang penting hutang kita lekas lunas. Ngeri juga aku kalau bayangin itu bunga-bunga pinjaman sampai segitu," kata Karmin dengan wajah lelah.

"Yo wes lah, kita lanjut, Mas. Semoga saja bakso kita laris, hehehe." Sri terkekeh.

FLASK BACK OFF

°°°°°°°°°

*****

"Bang Karmin ..., bakso dong, satu mangkok." Sulis, janda beranak satu itu adalah pelanggan setia Karmin yang selalu mampir setiap dia pulang kerja.

"Isinya apa aja, Lis?" Karmin menyahuti dengan senyuman mengembang. Senyum yang tidak manis tapi cukup membuat Sulis tergoda. Janda memang se-sensitif ituh.

"Komplit, kasih mie putih saja, Mas. Jangan mie kuning lho, yah. Kasih tetelan yang banyak yeeee, Bang." Sulis memonyongkan bibirnya. Gincunya merah merona, mirip waria di belakang pasar.

"Oyii, Lis." Karmin pun segera meracik bakso pesanan Sulis.

"Mbak Sri mana, Bang?" Suara Sulis terdengar dipanjangkan pada pelafalan kata 'Bang'.

"Masih ke pasar, Lis. Lagi kehabisan daging buat persediaan bakso nih." Karmin nampak meracik bakso dengan lihai.

"Laris yeee baksonya Bang Karmin? Sampek kehabisan daging," seloroh janda itu.

"Hehehe, iya, Lis." Karmin terkekeh seraya meletakkan semangkok bakso di hadapan Sulis.

"Baru balik kerja, Lis?" tandasnya.

"Iya, Bang. Nasib janda memang begini. Kudu lembur biar dapet uang banyak." Sulis mencebik.

"Walah, saya juga kudu lembur kalau pengen dagangan laris, Lis." Karmin terkekeh.

"Lembur apaan, Bang? Ngelemburin Mbak Sri, kah? Hehehe."

"Ya lembur bikin pentol (bakso), Lis. Lembur bikin siomay, lembur menggoreng pentol untuk stok pentol goreng. Di siang hari juga kudu melek seharian karena jaga warung, nungguin pembeli, hehehe." Pria itu melanjutkan.

"Dih, Abang .... Rajin amat. Pria idaman nih ... sayangnya suami orang. Hehehe" Sulis terkekeh-kekeh.

"Mau Sulis temenin gak nih? Biar lemburnya asik, heheheh. Barang kali aja butuh pegawai buat bantu-bantuin bikin adonan pentol gituh." Dia berkedip genit.

"Ah, jangan bercanda dong, Lis. Hehehe."

"Ini serius, Abang."

Karmin terdiam sesaat. Sulis memang selalu bertingkah genit jika di warung itu sedang tidak ada Sri.

"Bang ... nanti kapan-kapan aku bantuin bikin pentol deh. Aku mahir lhoo. Aku ini—"

"Bang Karmin. Bakso 20 porsi, dibungkus ya." Tiba-tiba datang pelanggan lain yang memotong obrolan Karmin dan Sulis.

"Siap, Mbak'e .... Isinya apa aja?"

"Yang 10 bungkus isinya komplit. Yang 10 bungkus cuma pentol dan tahu isi saja. Jangan lupa kasih lontong 5 biji yee, Bang."

"Okrek."

Belum selesai Karmin meracik dan membungkus pesanan 20 bungkus itu, sudah datang lagi seorang pelanggan.

"Min ... bakso 5 bungkus. Isinya komplit tambah lontong."

"Baik, Jon!" sahut Karmin dengan senang.

Melihat hal itu, Sulis yang sedang makan bakso pun, segera berdiri. Dia menghampiri Karmin yang tengah berdiri di depan gerobaknya.

"Sini Sulis bantuin, Bang," ucapnya.

"Ah, gak usah, Lis. Abang bisa sendiri, kok."

"Gak apa-apa, Bang. Sulis bisa kok kalau cuma bantuin ngasih kuah dan membungkus. Abang yang meracik," kata wanita itu.

Sulis segera meraih racikan bakso di dalam mangkok yang sudah diberi alas kantong plastik. Dengan cekatan, dia segera memegang sendok besar panjang yang biasanya dipakai untuk mengambil kuah bakso. Karmin yang sibuk meracik bakso pun sampai lupa tidak memperhatikan pergerakan tangan Sulis.

Wanita itu memasukkan sendok kuah dan mengaduk kuah bakso di dalam dandang.

"Kok ada yang nyerimpeti, ya? Apaan sih?" Kening Sulis mengkerut.

[Nyerimpeti ; mengganggu, mengganjal]

"Kamu ngapain, Lis?" Sri yang sudah berdiri di belakang Sulis sontak membuat Sulis terjingkat.

"Mau membantu menuang kuah bakso, Mbak!" Sulis mendengkus.

"Awas, minggir! Sini biar aku saja. Lagi pula, kamu kan pembeli. Ngapain pembeli bantu-bantu menuang kuah segala? Gak ilok!" Sri pun bersungut-sungut. Badannya yang gempal sontak menggeser tubuh Sulis yang mini.

"Yeee, dibantuin kok malah ngomiyeng?"

[Ngomiyeng ; Ngomel]

"Awas minggir! Keburu antri. Dah, kamu balik aja ke meja kamu. Baksomu keburu dingin," kata Sri dengan wajah menekuk.

"Iyaa, iyaa, dih ... bawel amat!" Sulis mencebik.

"Eh, Sri ... itu di dalam dandang kok tadi ada yang kerasa nyerimpet ya? Apakah pentol? Atau ... plastik bungkus pentol yang gak sengaja ikutan masuk ke dalam dandang?"

"Kamu ini ngomong opo thoo, Lis?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!