Membina rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Banyak rintangan yang datang dan kita wajib bersabar, lapang dada, dan memiliki sifat kejujuran.
Menikah dengan anak SMA butuh banyak bimbingan. Hadirnya cinta masa kelam membuat retak cinta yang sedang dibina. Banyak intrik dan drama yang membuat diambang perceraian.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan penculikan membuat rumah tangga makin diunjung tanduk. Bukti perselingkuhanpun semakin menguatkan untuk menuju jalan perpisahan. Mungkin hanya kekuatan cinta yang bisa mengalahkan semua, namun menghadapinya harus penuh kasabaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Melamarku
Kami mengenal satu sama lain hanya beberapa minggu saja. Sibuk kerja dan sekolah membuat kami hanya mengenal lewat telepon. Bertemu 'pun cuma tiga kali, itupun mencuri-curi waktu agar tidak diketahui orang. Bisa gawat jika orangtua tahu, karena belum waktunya diri ini mengenal cinta.
Hari ini libur sekolah. Tidur kesiangan hal biasa dan ibu tidak akan marah sama sekali. Terlalu sayang sama anak gadisnya maka dibiarkan saja. Yang cerewet justru bapak, kata tidak baik bagi anak gadis.
"Mila ... Mila, cepetan bangun. Ada tamu yang ingin ketemu sama kamu," Ibu mengetuk berkali-kali.
Mulut kututup dengan tangan ketika menguapnya tak kunjung mereda.
"Mila? Apa kau tidak dengar?" Sekali lagi Ibu memanggil.
"Iya ... iya, Bu. Ini sudah bangun. Duluan saja, aku akan menyusul."
"Jangan lama-lama. Kasihan tamunya sedang menunggu."
"Hm, ini sudah mau ke situ."
Takut kena marah, langsung menyusul langkah beliau dari belakang.
"Siapa sih Bu, pagi-pagi begini bertamu?" Tanpa malu langsung menemuinya.
"Lihat sendiri saja."
Mata terbelalak ketika melihat ke arah sofa. Langsung berbalik dan merapikan rambut. Tak menyangka jika kak Ryan bertamu. Muka tercoreng malu sekali. Air liur masih dibibir tapi tidak sopan menemuinya. Tawanya yang terdengar cekikikan bikin malu seumur hidup. Melengang pergi secepat kilat menuju kamar mandi.
"Astaga, Mila. Apa yang kamu lakukan tadi. Muka belum dibasuh sudah berani menemuinya. Duh, betapa malunya diriku!" Mengacak-acak rambut.
"Em, ngapain sih dia kesini. Aku harus cepat-cepat merapikan semuanya. Aic, mau ditaruh mana lagi mukaku ini," Kekesalan hati.
Dengan hati bimbang tetap memberanikan diri menemuinya. Takut juga kalau ketahuan sama orangtua, kalau sebenarnya kami telah menjalin hubungan asmara. Bisa dibunuh beneran kalau orangtua tahu. Mata berkedip memberikan isyarat, yang ingin bertanya kenapa kesini?.
Dia malah tersenyum santai, seperti ingin merahasiakan.
"Siapa dia, Mila?" Ibu sudah bersedekap tak suka.
"Hehe, cuma teman biasa saja, Bu."
"Teman? Apa ngak salah ngomong kamu?" Ibu mencoba menginterogasi.
Muka kak Ryan cukup tenang, sedangkan diriku dilanda grogi dan ketakutan. Malahan dia tersenyum kecil melihat tingkahku.
"Iya, Ibu. Terus apaan kalau bukan teman."
"Jangan bohong kamu. Mana ada teman, wajahnya kok kayak ngak seumuran sama kamu. Lebih tepatnya lebih tua," Ibu terus terang.
"Sudah ... sudah, Bu. Jangan ngomong begitu. Tidak enak sama tamu kita," timpal Bapak.
"Tidak apa-apa, Pak. Memang kenyataannya umur saya memang lebih tua dari Mila."
Ada yak orang seperti Kak Ryan. Aku mau setengah mati diintrogasi, tapi dia begitu santainya menjawab. Ini benar-benar kejutan. Tidak memberitahukan juga kalau mau datang, 'kan bisa berkompromi dulu boleh tidaknya.
"Terus kalau boleh tahu nak Ryan ini siapa?"
"Saya pacar Mila."
"Apa?" Ibu langsung berdiri. Bapak meraih tangan beliau untuk segera duduk, mungkin dengan maksud agar sabar dan tenang dulu.
Aku memalingkan muka ke kanan. Matilah diri ini. Semua terbongkar dan pasti bakalan kena marah habis-habisan.
"Kalian serius pacaran? Ibu tidak salah dengar 'kan ini, Mila? Apa kau tahu resikonya? Apa kau tahu bakalan kayak gimana akhirnya jika kami tahu?" cecar beliau.
Tangan sudah berkeringat dingin. Takut menjawab. Salah sedikit ngomong pasti akan berakibat fatal.
"Jawab, Mila. Jangan bisu kau ini?" Ibu nampak naik pitam.
"I-ii-iya, Bu." Terjingkat kaget dan gagap.
"Kamu, yak!" Ibu sudah menaikkan lengan baju.
"Sudah ... sudah, Bu. Apa tidak lihat disini ada nak Ryan. Dia kesini mau menjelaskan semuanya, mungkin dengan maksud agar kita tidak terlalu khawatir," Bapak berusaha menengahi.
"Iya, Pak. Saya bermaksud datang kesini untuk memberitahukan itu, tapi ada yang lebih penting juga selain itu."
Aku terus saja dibuat mlongo. Menatap ke arahnya tajam dengan segudang pertanyaan. Belum cukup memberitahukan status kami, ternyata dia punya kejutan lain.
"Maksud kamu apaan?" ketus Ibu.
Kak Ryan mengelap keringat dikeningnya. Muka Ibu yang judes dan bicara yang tak ada aturan itu, kini membuat kekasih hati salah tingkah. Aku berbalik mentertawakan.
Dia yang cari masalah, dia sendiri yang kena batunya. Ekspresinya sangat lucu sih, sebab takut juga sama Ibu. Sebenarnya Ibu itu baik, tapi kalau menyangkut anak gadisnya pasti beliau duluan yang akan membela mati-matian.
"Duh, maaf sebelumnya, Bu. Ma-makksud saya datang kesini adalah?" Tercekat suaranya.
"Katakan saja nak Ryan. Tidak usah takut, jika memang itu yang terbaik buat anakku Mila." Bapak dengan sabar berbicara.
"Sebenarnya saya ingin memiliki Mila selamanya dengan maksud ingin menikahinya." Dengan gampang dan lancarnya dia berbicara.
"Apa?" Kami bertiga dibuat tercengang.
Aku yang jadi korban masih tidak percaya, apa yang terdengar barusan.
"Maafkan aku, Tante, Om. Saya tahu ini secara tiba-tiba, tapi dibalik itu semua kami janji tidak melakukan hal yang dilarang, makanya saya ingin mengesahkan dia menjadi milikku selamanya. Entah mengapa dari pertama bertemu, saya sudah tertarik pada Mila. Maaf jika ini lancang, tapi saya benar-benar tulus mencintainya dan insyallah akan saya jaga selama sisa hidupku," ungkapnya yang bikin hati trenyuh.
Gimana tidak melayang jika ada seorang pria yang kini mengungkapkan isi hati di depan orangtua sendiri.
"Bapak, sangat tahu kalau kamu menyukai anakku, tapi apakah kau tidak memikirkan resiko besar suatu saat nanti sebab Mila masih sekolah?" Bapak sepertinya menyimpan keraguan.
Sama, ada keraguan sebab tidak dapat restu, tapi ada benarnya juga rasa khawatir beliau.
"Saya sudah memikirkan ini semua dengan matang. Bapak dan Ibu tidak usah khawatir. Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya pada diri Mila. Saya paham jika dia masih bersekolah. Agar dia tidak lepas dari genggamanku, maka dari itu saya ingin mengikat dia dengan sebuah janji suci pernikahan. Saya tahu batasan dan akan jaga jarak agar tidak terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Itu janji saya," Kak Ryan terus saja meyakinkan.
"Maaf, sekali lagi. Bukan kami tidak merestui, tapi jalan Mila untuk menuntut ilmu masih panjang. Untuk sementara ini kami menolak lamaran kamu." Ibu langsung to the point.
Aku menggoyang-goyangkan lengan Ibu. Merengek seperti tak suka omongan beliau barusan. Bukannya luluh, beliau malah melotot tajam ke arahku. Kepala tertunduk takut. Tidak ingin membantah beliau lagi, karena surga masih dibawah telapak kakinya.
"Tapi, Pak, Buk."
"Maafkan kami nak Ryan. Mila untuk sementara ini harus fokus sama karier dan masa depannya dulu, jadi tolong maklumi dan berlapang dada 'lah untuk menerima keputusan kami."
"Baiklah kalau begitu, Pak. Maaf jika merepotkan kalian."
"Tidak apa-apa. Kami memaklumi itu."
Ingin rasanya menumpahkan segala airmata, tapi malu jika hanya masalah sepele bisa cengeng.
Akhirnya kak Ryan pulang membawa seutas kekecewaaan. Walau kami berbicara tak mengenakkan di hatinya, tapi kami semua tetap menyambutnya dengan baik dengan obrolan dan canda tawa.
Mila gadis yang baik walaupun usianya masih muda tapi Mila belajar untuk menghargai dan menghormati suami belajar menjadi istri yang baik,tapi sayang karena hadirnya mantan suaminya Mila harus menelan kekecewaan karena ulah Ryan suaminya yang sedang bercumbu bersama mantannya, sungguh ironis sekali pasangan yang lagi hangatnya harus ada gangguan dari orang ketiga, semoga saja Mila bisa kuat menjalani kehidupannya kedepannya,dan tidak terganggu oleh kehadiran mantan Ryan,