“Pastikan kau sembuh. Aku tidak menikahimu untuk jadi patung di rumah ini. Mulailah terapi. Atau…” Edward menunduk, berbisik di telinganya, “...aku pastikan kau tetap di kamar ini. Terikat. Tanpa busana. Menontonku bercinta dengan wanita lain di tempat tidur kita.”
Laras gemetar, tapi matanya tak lagi takut. “Kau memang sejak awal… tak lebih dari monster.”
Edward menyeringai. “Dan kau adalah istri dari monster itu.”
Laras tahu, Edward tidak pernah mencintainya. Tapi ia juga tahu, pria itu menyimpan rahasia yang lebih gelap dari amarahnya. Ia dinikahi bukan untuk dicintai, tapi untuk dihancurkan perlahan.
Dan yang lebih menyakitkan? Cinta sejatinya, Bayu, mungkin adalah korban dari semua ini.
Konflik, luka batin, dan rahasia yang akan terbuka satu per satu.
Siap masuk ke kisah pernikahan penuh luka, cinta, dan akhir yang tak terduga?
Yuk, baca sekarang: "Dinikahi Untuk Dibenci"!
(Happy ending. Dijamin!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Konferensi Pers Virtual
Sherin menatap lurus ke arah kamera, air matanya masih menetes, namun kini suaranya lebih tegas. "Kakak saya... sedang bersama mantan kekasihnya. Seorang pria kaya yang bahkan lebih hebat dari Edward. Jadi katakan pada saya... siapa sebenarnya yang memanfaatkan siapa?"
Gema bisik-bisik mulai terdengar di antara wartawan.
"Edward memanfaatkan saya... Kak Laras memanfaatkan semua ini untuk pergi dari Edward... dan saya? Saya hanya tersisa sendirian dengan anak ini."
Sherin bangkit, tidak menjawab pertanyaan lebih lanjut, hanya meninggalkan podium dengan air mata dan langkah gemetar—seolah benar-benar menjadi korban.
***
Suara pintu dibanting menggema hingga ke lorong. Edward berjalan cepat ke ruangannya, dasinya setengah terlepas, wajahnya muram seperti badai. Di belakangnya, asistennya tertatih mengikuti sambil membawa tumpukan kliping berita dan notifikasi ponsel yang tak berhenti berbunyi.
“Matikan semua notifikasi! Suruh Humas turun tangan. Sekarang!” bentaknya.
Di layar besar ruangannya, salah satu siaran gosip pagi menyuarakan tajuk menyakitkan:
“Keluarga Bobrok! Suami menghamili adik ipar, istri bungkam. Drama keluarga Laras makin panas!”
Wajah Sherin terpampang—tangis, gestur lemah-lembut, suara lirih mengungkapkan ia hanya korban Edward dan kakaknya. Publik menyorakinya dengan simpati.
Sementara itu, Laras hanya diam. Tidak memberikan klarifikasi. Tidak juga membela Edward.
Dan itu... menyiksa.
“Brengsek!” Edward meninju meja kerjanya. “Ini semua salahku.”
Ia memandang pantulan dirinya di kaca jendela—pria flamboyan dengan reputasi sebagai CEO muda penggoda wanita, kini menjadi bahan tertawaan publik. Skandal ini lebih buruk dari sekadar perselingkuhan.
Ini... penghancuran karakter.
Dari luar, terdengar beberapa staf bergosip pelan. Kata “bajingan,” “brengsek,” dan “tidak tahu diri” mulai terdengar seperti gema yang menghantui hari-harinya.
Edward menoleh cepat ke asistennya. “Apa komentar Laras?”
“Asisten pribadi Bu Laras hanya bilang... ‘tidak ada komentar.’”
Hening. Edward terdiam. Rahangnya mengeras.
“Dia tidak peduli.” Suaranya pecah, antara marah dan getir. “Aku hancur... dan dia tetap tenang. Seolah semua ini... bukan apa-apa.”
Asistennya tak berani bicara.
Di layar, komentar-komentar netizen bermunculan cepat:
“Laras diam, korban atau manipulator?”
“Playboy flamboyan kena batunya!”
“Sherin aktris berbakat—korban atau perusak rumah tangga?”
Edward menutup mata, kepalanya bersandar di kursi.
Ia terjebak. Dalam perang yang ia mulai sendiri. Dalam api yang ia nyalakan dengan dendam, tetapi kini membakar lebih dari yang ia perkirakan.
Dan Laras...
Wanita itu tetap berdiri di tengah reruntuhan, diam, namun tak tersentuh. Seperti ratu yang menolak tunduk meski tahta sudah hancur.
***
Layar besar di depan ratusan wartawan menampilkan sosok pria berdasi rapi dengan latar belakang gedung kaca bertuliskan Lutvienne Corp. Bayu, pewaris tunggal Shailendra Group yang selama ini dikenal misterius, duduk tegap di balik meja kayu hitam elegan. Suaranya tenang, tapi matanya tajam menusuk kamera.
"Aku tidak biasa bicara pada media," Bayu memulai. "Tapi hari ini, aku merasa bertanggung jawab untuk meluruskan banyak kebohongan yang beredar. Ini bukan tentang reputasiku. Ini tentang seseorang yang dulu pernah menyelamatkanku."
Para wartawan saling berpandangan.
"Namanya Larasati," lanjut Bayu, tatapannya melunak. "Wanita yang menerima aku apa adanya, bahkan ketika aku tidak punya nama, tidak punya masa depan. Saat aku koma karena kecelakaan, Laras satu-satunya wanita yang menjaga aku. Ia mengorbankan pekerjaannya, tabungannya, bahkan kesehatannya untuk merawatku. Semua biaya rumah sakit selama lima bulan, ia dan sahabatku--Boni yang menanggungnya. Mereka yang menjagaku."
Ia berhenti sejenak. Menatap layar. "Aku dibawa pulang oleh ayahku, dan saat aku sadar, aku kehilangan dia."
Kilasan foto-foto muncul: Laras duduk di ruang UGD. Laras tertidur dengan tangan menggenggam tangan Bayu yang penuh selang. Bukti transfer biaya rumah sakit.
"Saat aku kembali ke Indonesia, aku justru mendengar kabar bahwa Laras akan menikah dengan Edward. Aku mencoba mendekatinya lagi—melihatnya begitu cantik dalam gaun pengantin—tapi dia menolakku, dengan tenang namun tegas. Ia berkata, 'Bayu, kamu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku.'"
Wartawan mulai menangis. Beberapa menunduk malu.
"Dan sekarang... ia difitnah. Dihujat. Dikatakan sebagai wanita murahan yang ingin naik kelas dengan menghancurkan pria-pria kaya. Tapi ini... semua bohong. Hoax."
Bayu mengangkat sebuah map berisi bukti transfer ke wartawan gosip. Di sebelahnya, rekaman CCTV dari pertemuan sekretaris Shailendra dan wartawan di kafe. Semua lengkap.
"Ini bukti bahwa kampanye hitam terhadap Laras datang dari dalam rumah keluargaku sendiri. Dan aku... menyesal membiarkan ini terjadi terlalu lama."
Bayu berdiri, menatap kamera dalam-dalam.
"Laras adalah wanita baik. Dan aku bersumpah... siapa pun yang menjatuhkannya, harus berhadapan denganku. Aku tidak peduli meski itu adalah darah dagingku sendiri."
Suara tuts piano pelan mengiringi penutup siaran itu, diiringi caption yang muncul di berbagai media:
#JusticeForLaras
#BayuSpeaksTruth
RUANG MEETING KANTOR – SIANG HARI
Laras duduk di depan laptop, napasnya berat. Di seberangnya, Desi sibuk mengecek isi press release yang sudah dirancang sejak kemarin.
“Begitu kamu selesai baca ini, kita kirim ke tim PR. Mereka yang akan upload ke sistem internal, lalu kirim ke semua klien,” kata Desi sambil membuka dokumen.
Laras menatap layar. Jari-jarinya gemetar di atas touchpad. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menata suara yang terasa bergetar di tenggorokan.
Tiba-tiba, ponsel Desi bergetar. Ia melihat layarnya sejenak, lalu memekik pelan, “Astaga…”
“Ada apa?” tanya Laras, menoleh.
“Bayu… dia bikin video klarifikasi. Live dari London. Aku baru buka videonya.”
Desi buru-buru memperlihatkan layar ponselnya. Di sana, Bayu duduk di depan mikrofon, wajahnya serius tapi tenang. Ia bicara panjang tentang hubungan mereka, tentang kebenaran yang selama ini disembunyikan, tentang cinta Laras yang tulus... dan tentang bagaimana ia ditinggalkan demi pernikahan yang tak pernah Laras inginkan.
Ia menunjukkan bukti-bukti. Bukti transfer ke wartawan gosip. Bukti rekaman. Bukti pengkhianatan dari dalam keluarganya sendiri.
Laras mematung.
Desi menoleh padanya. “Bayu... melawan ayahnya demi kamu, Laras.”
Laras diam. Jiwanya seperti tertampar kenyataan yang terlalu besar untuk dihindari.
“Dia nggak seharusnya ngelakuin ini,” gumamnya.
Desi mengernyit. “Tapi sekarang nama kamu bersih, Laras. Semua orang tahu kebenarannya.”
Laras menunduk. “Justru itu… aku nggak minta dia bersih-bersih nama aku dengan taruhan sebesar itu. Sekarang dia musuhan sama ayahnya. Aku sudah tahu... seberapa menakutkannya pria itu.”
Desi menggenggam tangannya. “Kamu nggak salah. Dia ngelakuin itu karena dia masih peduli.”
Laras menatap layar kosong di depannya. “Itu sebabnya... aku nggak boleh berharap lagi.”
Desi menelan saliva. “Jadi... kamu masih mau terusin press release ini?”
Laras menutup laptop pelan. “Nggak. Kalau aku bicara sekarang, orang bakal mikir aku numpang tenar dari klarifikasi Bayu. Mereka akan bilang aku memanfaatkan dia. Dan aku... nggak mau jadi alasan Bayu dan ayahnya bertambah jauh.”
Desi menatapnya lama. “Kamu tahu kamu terlalu kuat untuk ukuran manusia biasa, 'kan?”
Laras tersenyum samar. “Bukan kuat, Des. Cuma... sudah cukup lelah.”
Ia bangkit dari kursi, merapikan berkas-berkas yang tadi berserakan di atas meja.
“Mereka mau percaya atau tidak, terserah. Tapi aku tetap harus hidup... dengan atau tanpa pembelaan siapa pun.”
Dan ia pun pergi, meninggalkan ruangan itu—tegak, tenang, tapi hatinya tak pernah serapuh hari ini.
...🍁💦🍁...
.
To be continued
aku berharap petugas RS yg diancam sherin akan menolong laras secara diam" memberikan hasil tes kesehatan yg asli karena gak tahan melihat kegaduhan yg terjadi tidak ada habisnya terutama kasihan pada laras ternyata sherin gunakan hasil tes palsu itu untuk berbuat jahat lebih jauh ..semoga penyamaran edward juga terungkap bukankah dia adalah edwin yg OP kabur dari tanggung jawab bayu & mengincar laras dia pikir bakal menang tp dia salah
Laras orang baik pasti akan ada orang yang menolongnya tanpa ia minta.
semangat lanjut kak sehat selalu 🤲
bagaimana bisa orang tuanya malah mendukung Sherin menjatuhkannya?
sherin kira akan hidup tenang kalau semua hasil dari merebut & memaksa, salah kamu sherin kamu akan hidup tersiksa seperti di neraka