NovelToon NovelToon
Love Or Tears

Love Or Tears

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Rani seorang guru TK karena sebuah kecelakaan terlempar masuk ke dalam tubuh istri seorang konglomerat, Adinda. Bukannya hidup bahagia, dia justru dihadapkan dengan sosok suaminya, Dimas yang sangat dingin Dan kehidupab pernikahan yang tidak bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pernikahan Abad Ini

Rani terbangun dengan kepala berdenyut setelah satu minggu tidak sadarkan diri. Cahaya matahari yang menembus tirai sutra membuatnya mengerjap. Seketika, ia terkesiap. Ini bukan kamarnya yang sempit di kontrakan. Ia berada di kamar seluas ballroom, dengan perabotan mewah yang bahkan tak pernah ia impikan.

Panik, ia berlari ke cermin. Wajah asing menatap balik, cantik, namun bukan dirinya. Rambut hitam panjang menggantikan rambut pendeknya. Kulit putih mulus menggantikan kulitnya yang kecokelatan. Ia mengenakan gaun sutra berwarna merah marun yang membalut tubuh rampingnya dengan sempurna. Kalung berlian berkilauan di lehernya, senilai lebih dari gaji setahunnya sebagai guru TK.

"Apa yang terjadi?" bisiknya gemetar. Rani mencoba mengingat kecelakaan yang menimpanya.

Flashback

Pagi itu, Rani sedang berjalan kaki menuju sekolah tempatnya mengajar TK. Jalanan cukup ramai dengan lalu lintas pagi hari. Rani, yang biasanya selalu berhati-hati, hari itu sedikit tergesa-gesa karena khawatir terlambat.

Saat ia hendak menyeberang jalan, lampu penyeberangan masih berwarna merah. Namun Rani, yang melihat jalan agak lengang, memutuskan untuk menyeberang. Ia tidak menyadari sebuah mobil sport mewah yang melaju kencang dari tikungan.

Mobil sport itu dikemudikan oleh seseorang melaju kencang menabraknya hingga terpental beberapa meter. Mobil itu sendiri kemudian oleng dan menabrak tiang lampu jalan.

Lamunan Rani tiba-tiba buyar saat seseorang membuka pintu kamar. Seorang pria tampan berjas mahal masuk, wajahnya datar tanpa emosi.

"Kau sudah bangun," ujarnya dingin. "Cepat bersiap. Kita ada acara amal dalam satu jam."

Rani terpaku. Ia mengenali pria itu , Dimas Pratama, konglomerat terkenal yang sering muncul di televisi. Dan pria itu memanggilnya seperti... istrinya?

Perlahan, kepingan ingatan asing merasuki pikirannya. Ia adalah Adinda Pratama, istri Dimas. Mereka menikah enam bulan lalu dalam pesta megah yang jadi perbincangan seantero negeri.

Namun ingatan itu terasa palsu. Jauh di lubuk hatinya, Rani tahu ia bukan Adinda. Entah bagaimana, jiwanya telah berpindah ke tubuh wanita lain.

Saat Dimas berbalik pergi, Rani melihat tatapan dinginnya. Tak ada cinta di sana, hanya kekosongan. Ia teringat gosip yang beredar bahwa pernikahan Dimas dan Adinda hanyalah sandiwara, sebuah kesepakatan bisnis antara dua keluarga berpengaruh.

Saat Dimas berbalik pergi, Rani melihat tatapan dinginnya. Tak ada cinta di sana, hanya kekosongan. Ia teringat gosip yang beredar, bahwa pernikahan Dimas dan Adinda hanyalah sandiwara, sebuah kesepakatan bisnis antara dua keluarga berpengaruh.

Rani kembali menatap pantulan dirinya di cermin, jemarinya gemetar menyentuh wajah asing yang kini menjadi miliknya.

"Nyonya Adinda," panggil sebuah suara lembut.

Rani berbalik, mendapati seorang wanita paruh baya berseragam rapi berdiri di ambang pintu.

"Saya Bi Inah, asisten rumah tangga Anda," ujar wanita itu sopan. "Tuan Dimas menunggu di bawah. Mobil sudah siap."

Rani mengangguk kaku, berusaha menenangkan detak jantungnya yang menggila. Ia melangkah keluar, mengikuti Bi Inah menyusuri lorong-lorong marmer mansion megah keluarga Pratama.

Di ruang tengah, Dimas berdiri membelakanginya, berbicara di telepon dengan nada tegas. Rani mengamati sosoknya - tegap, berwibawa, dan tampan. Namun ada sesuatu yang dingin, hampir kejam, dalam caranya bergerak.

Dimas mengakhiri panggilannya dan berbalik. Matanya menyapu tubuh Rani tanpa emosi, seolah menilai sebuah aset.

"Kau tampak... memadai," ujarnya datar. "Ayo berangkat. Jangan membuatku terlambat."

Di mobil mewah yang meluncur membelah kota, Rani duduk kaku di samping Dimas. Pikirannya berkecamuk. Bagaimana ia bisa terjebak dalam situasi ini? Terakhir yang ia ingat, ia sedang menyeberang jalan menuju sekolah tempatnya mengajar. Ada suara klakson nyaring, lalu... kegelapan.

Mendadak, sebuah kenangan asing melintas di benaknya. Adinda adalah wanita yang tubuhnya kini ia tempati dan juga mengalami kecelakaan pada hari yang sama. Mobil sportnya menabrak truk di jalan tol. Apakah mungkin...?

"Kau ingat apa yang harus kau lakukan, bukan?" suara Dimas memecah lamunannya.

Rani mengangguk ragu, bersyukur ingatan Adinda membantunya. "Tersenyum, bersikap ramah, dan... menandatangani cek sumbangan."

Dimas mendengus. "Dan jangan sampai kau membocorkan rahasia kita pada wartawan. Ingat perjanjian kita."

Rani menelan ludah. Perjanjian apa? Namun sebelum ia sempat bertanya, mobil mereka berhenti. Kamera-kamera wartawan langsung menyorot, menyilaukan matanya.

Saat Dimas membukakan pintu dan mengulurkan tangan, Rani menarik napas dalam. Ia harus bertahan, setidaknya sampai ia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan mungkin... menemukan jalan pulang ke kehidupannya yang dulu.

Sementara itu, jauh disana si pemilik mobil sport terbaring koma di rumah sakit umum, Ia adalah si istri konglomerat, Adinda yang berada di dalam tubuh asli Rani.

Sedangkan disampingnya, seorang pria muda duduk menggenggam tangannya erat. Air mata mengalir di pipinya.

"Rani, kumohon bangunlah," bisiknya parau. "Aku mencintaimu. Kembalilah padaku."

Pria itu adalah Bima, tunangan Rani, ia tak menyadari bahwa yang terbaring koma bukanlah tunangannya, melainkan Adinda.

tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat membuat Bima mengangkat wajahnya. Dokter Surya, dokter senior yang menangani Rani, masuk ke dalam ruangan. Raut wajahnya yang serius membuat jantung Bima berdegup kencang.

"Bima," panggil Dokter Surya lembut, "bisa kita bicara sebentar?"

Bima mengangguk pelan, enggan melepaskan tangan tunangannya. "Tentu, Dok. Bagaimana... bagaimana kondisi Rani?"

Dokter Surya menarik napas panjang sebelum menjawab. Matanya memancarkan simpati saat ia berkata, "Kondisinya masih kritis, Bima. Kami sudah melakukan semua yang kami bisa selama satu minggu, tapi..."

"Tapi apa, Dok?" potong Bima, suaranya bergetar menahan emosi. "Tolong katakan yang sebenarnya. Saya siap mendengarnya."

Dokter paruh baya itu menghela napas berat. "Rani mengalami cedera kepala yang cukup parah. Saat ini, kami tidak bisa memastikan apakah dan kapan dia akan sadar."

Kata-kata itu menghantam Bima bagai palu godam. Ia merasakan dunianya seolah runtuh dalam sekejap. "Maksud dokter... Rani mungkin tidak akan bangun lagi?" tanyanya lirih, suaranya nyaris tak terdengar.

Dokter Surya meletakkan tangannya di bahu Bima, berusaha memberi kekuatan. "Saya tidak bisa mengatakan itu dengan pasti. Dalam kasus seperti ini, kita harus siap menghadapi segala kemungkinan."

Air mata yang sejak tadi Bima tahan akhirnya tumpah. Ia menunduk, bahunya berguncang menahan isak. "Apa yang harus saya lakukan, Dok?" tanyanya di sela tangis.

"Teruslah berdoa dan beri dia dukungan," jawab Dr. Surya lembut. "Bicaralah padanya. Terkadang, pasien koma bisa mendengar suara orang-orang yang mereka cintai."

Bima mengangguk pelan, matanya kembali menatap wajah pucat tunangannya yang terbaring diam. Betapa ia merindukan senyum cerahnya, tawa riangnya yang selalu menghangatkan hati.

"Dan Bima," lanjut Dokter Surya dengan hati-hati, "saya tahu ini berat, tapi... mungkin sebaiknya keluarga mulai mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan."

Kata-kata itu menusuk hati Bima. Ia tahu apa yang dokter maksud, namun hatinya menolak untuk menerima. "Saya mengerti, Dok," bisiknya parau. "Terima kasih."

Dokter Surya mengangguk simpati sebelum meninggalkan ruangan, meninggalkan Bima sendirian dengan pikirannya yang berkecamuk. Pemuda itu kembali menggenggam tangan Rani, air matanya jatuh membasahi jemari kekasihnya yang dingin.

"Rani, kumohon," bisiknya lirih, suaranya penuh permohonan. "Kembalilah padaku. Aku akan selalu menunggumu. Selalu."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!