“Addunya kulluhaa mata', wa khoyru mata’uddunya al mar’atushshalehah”
“Dunia seluruhnya adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan adalah istri yang shalihah."
Kelanjutan cerita di Balik Cadar Aisha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan
"Sah!" ucap pada saksi dan para undangan yang hadir dengan serentak sesaat setelah sang pengantin laki-laki mengucapkan ijab kabul dengan lancar dan tenang.
Seketika Anita langsung meneteskan air matanya, dia melirik sang ibu yang senantiasa duduk di sebelahnya.
Ibunya tersenyum dengan haru, dengan air mata yang ditahannya, dia langsung memeluk Anita dengan erat.
"Selamat nak. Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri."
Anita kini tak bisa menahan tangisnya, di pelukan ibunya, dia ingin mencurahkan rasa bahagianya, namun buru-buru sang ibu memintanya untuk tidak menangis.
"Jangan menangis nak. Nanti make-upnya luntur, sebentar lagi kamu akan dipertemukan dengan suamimu. Kamu harus terlihat cantik." Ibunya menghapus perlahan genangan air mata di sudut mata putrinya.
Benar saja tak berapa lama, Anita dipanggil untuk dipertemukan dengan sang suami untuk pertama kalinya semenjak keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri, dengan digandeng oleh sang ibu dan kakak iparnya, dia berjalan perlahan keluar kamar menuju tempat akad nikah dilaksanakan.
Anita berjalan melewati para tamu undangan yang hadir, langkahnya terhenti ketika tak sengaja dia melihat Aisha beranjak berdiri sambil menatapnya dengan penuh haru.
Anita berdiri terpaku melihat sahabatnya itu juga dengan perasaan yang bercampur aduk.
Keduanya berjalan saling mendekat.
"Selamat ya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pada rumah tangga kalian," ucap Aisha sebelum akhirnya keduanya berpelukan erat.
"Aamiin. Terima kasih banyak." Anita melepaskan pelukannya, lantas menatap Aisha dengan haru.
Aisha. Anita masih mengingat dengan jelas awal mula pertemuan mereka. Dia juga masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana dulu dirinya sangat membenci istri dari kekasihnya saat itu, hingga saking bencinya bahkan Anita masih bisa mengingat bagaimana dirinya sering memperlakukan Aisha dengan tidak baik, menghina dan merendahkannya. Semua itu ia lakukan karena berpikir jika Aisha telah menghancurkan hidupnya sebab telah merebut Alvian, lelaki yang telah dicintainya selama lima tahun.
Kebenciannya yang tak terbendung lagi bahkan hampir membuatnya gila, segala cara dia lakukan agar membuat Alvian kekasihnya tetap menjadi miliknya, namun rupanya caranya justru membuat Alvian semakin menjauhinya dan mantap memilih Aisha, wanita yang dipilihkan oleh kedua orang tuanya.
Tentu saja hatinya hancur berkeping saat itu, di tengah keterpurukannya secara perlahan Anita lantas menyadari semua kesalahannya, segala kekurangannya yang membuat Alvian mantap memilih Aisha daripada dirinya.
Dia mulai menyadari jika Aisha memang wanita yang baik, dia pantas dipilih karena sudah jelas dia wanita yang istimewa, di tengah gempuran rasa benci dan perlakuan buruknya, Anita mengingat jika tak sekalipun Aisha membalasnya dengan balik membencinya, namun justru malah dengan balik menasihati dengan caranya yang berbeda. Dirinya bahkan sering merasa tertohok oleh kata-katanya yang tajam namun berisi.
Bahkan dengan mudahnya Aisha memaafkan segala kesalahannya ketika dia yang sudah sadar mendatanginya dan meminta maaf, lalu kemudian lebih dari itu, Aisha lantas mengajarinya banyak hal, tentang ilmu agama juga hal baik lainnya.
Anita yang sudah merasa cukup jauh dengan Tuhannya perlahan mulai kembali dan membenahi diri. Aisha bahkan menuntunnya untuk berhijrah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Karena itu, Aisha menjadi sosok penting dalam hidupnya, tak dapat dipungkiri jika berkatnya kini hidupnya jauh lebih baik, dan berkatnya juga dia mendapatkan lelaki yang juga baik dan jauh dari layak untuk dijadikan imamnya.
Mengingat itu semua, Anita lalu memeluk Aisha kembali dengan erat.
"Terima kasih banyak untuk semuanya."
Aisha hanya tersenyum bahagia sambil mengelus punggung sahabatnya dengan lembut.
Anita kembali berjalan menuju meja akad, dimana sang suami telah menunggunya, dengan perasaan berdebar tentunya mengingat ini adalah pertemuan pertama mereka setelah sah menjadi pasangan suami istri.
Zaidan tertegun melihat Anita berjalan mendekatinya, seakan tak percaya jika kini wanita yang berdiri di hadapannya itu kini sudah sah menjadi istrinya hingga membuat kedua matanya tak bisa lepas untuk terus menatap wanita yang kini sudah menjadi halal untuknya.
Sementara Anita juga dengan perasaannya yang bercampur aduk hanya terus menundukkan kepalanya, seakan tak mampu mengangkat wajahnya dan melihat Zaidan yang kini sudah berdiri di hadapannya.
Keduanya kini telah disandingkan, dengan terlihat masih malu-malu dan tentu saja canggung mereka lalu menyelesaikan proses pemberkasan pernikahan mereka.
***
Siti menunduk untuk menyeka air mata yang terus keluar dengan sendirinya. Selama menyaksikan proses ijab kabul pernikahan di hadapannya, dirinya tak bisa menahan sedih lantaran mengingat sang ayahanda yang telah pergi meninggalkannya.
Hal yang membuatnya sedih tak lain karena Minggu depan dirinya akan menikah dengan lelaki pilihannya, dan sudah pasti jika untuk pernikahannya yang kedua ini tidak akan ada Abah yang akan menjadi wali nikahnya. Mengingat itu, meneteslah kembali air matanya dengan cukup deras.
"Kak." Siti kaget ketika tiba-tiba Lela yang duduk di sampingnya memegang tangannya. Buru-buru dia menyeka air matanya. Tak ingin terlihat oleh sang adik.
Siti lalu melihat Lela yang menatapnya dengan sendu.
Siti kaget. Kedua mata adiknya juga basah. Di balik niqobnya, Siti tahu jika adiknya juga tengah menangis.
Siti lalu menggenggam tangan Lela. Erat.
Tanpa saling bertanya, keduanya saling menggenggam tangan dengan erat. Seolah saling menguatkan hati masing-masing yang tengah rapuh akan kerinduan pada sang ayahanda tercinta.
***
Anita duduk di tepi tempat tidur, dengan masih memakai cadar dan baju pengantin yang sengaja dibuat sederhana namun tetap berhasil membuatnya tampil mempesona hari ini, dia terus terdiam menunduk dan memainkan jemarinya.
Tak lama pintu kamarnya terbuka, Anita mengangkat kepalanya pelan dan melihat Zaidan memasuki kamarnya untuk pertama kalinya.
Anita kembali menundukkan kepalanya.
Sementara Zaidan tersenyum sambil berjalan memasuki kamar dan menghampiri istrinya.
Anita tak bergeming, dia tetap menunduk.
Zaidan lantas duduk di samping istrinya, agak berjauhan hingga ada jarak diantara keduanya.
Keduanya sama-sama terdiam sejenak.
"Suamiku," ucap Anita pelan.
Zaidan langsung melihat Anita di sampingnya.
Anita mengangkat wajahnya, dia lalu melihat wajah sang suami di sampingnya.
Keduanya saling bertatapan.
"Ya." Zaidan tersenyum kecil.
Anita terus menatap wajah suaminya dengan tatapan penuh arti.
"Ini malam pernikahan kita," ucap Anita pelan masih dengan sambil menatap suaminya.
Zaidan mengangguk.
"Ketika kamu akan memelukku nanti, jangan mengharapkan tubuh ini akan gemetaran karena sesungguhnya itu bukan pelukan yang pertama bagiku dengan laki-laki." Anita menunduk dengan sedih.
Dia lalu melihat tangan dan jemarinya.
"Aku tak akan menepis tanganmu karena malu karena itu juga bukan genggaman tangan pertamaku."
"Aku tak akan memalingkan wajahku darimu karena malu-malu sebab tatapanmu juga bukan yang pertama bagiku."
"Maafkan aku karena tak sesuci dirimu." Anita kembali menatap wajah suaminya dengan penuh rasa bersalah.
Zaidan yang ditatap langsung tersenyum kecil.
"Tapi aku orang pertama yang mencintaimu dengan tulus. Aku orang pertama yang akan membahagiakanmu dan aku orang pertama yang akan membawamu ke Surga-Nya."
Zaidan menggeser duduknya mendekati Anita hingga kini keduanya duduk saling berhadap-hadapan.
Dia lalu memegang tangan istrinya kemudian menciumnya dengan mesra.
Anita lalu membuka cadarnya, setelah menikah ini kali pertama Zaidan bisa melihat utuh wajah istrinya.
Keduanya saling menatap penuh cinta, diakhiri dengan Zaidan yang mencium kening istrinya.
soalx jau dri suami😚😚
sy suka ceritax dan akan slalu menunggu kelanjutanx
smangat thor km hebat🙏🙏