Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gosip
Pagi harinya, si kelas XII⁴
"Hei, lo semua udah denger berita nggak?" Rita, salah satu anak kelas dua belas sekelas sama Ares berseru heboh pas masuk kelas.
Teman-teman ceweknya langsung ngumpul. Biasanya kalo Rita yang bawa gosip, pasti gosipnya heboh.
"Berita apaan Ta?"
"Ada yang lihat pak Devan sama Gauri di toko roti!"
"Gauri, Gauri si pasien gila itu?"
"Husshh! Jangan sampe Ares denger lu ngomong gitu. Bisa abis lo sama dia." salah satu cewek bernama Geby langsung menegur si cewek yang ngatain Gauri gila. Geby menatap tajam cewek itu.
Kayak gak belajar dari pengalaman aja. Dulu waktu semester awal, ada juga teman sekelas mereka yang cowok, menghina Gauri tepat di depan Ares, cowok itu langsung babak belur dan pindah sekolah. Ares juga gak mandang cewek cowok kalo masalahnya sudah sampai menghina keterbatasan Gauri.
"Lo beneran Ta? Masa sih?"
"Ada fotonya. Nih lihat." Yang ngumpul di meja Rita makin banyak.
Pak Devan kan guru baru yang populer di sekolah ini jelaslah berita kayak gini akan bikin mereka semua heboh. Rita meletakkan ponselnya di meja, layar menyala terang menampilkan foto yang langsung membuat semua anak cewek ternganga.
Di foto itu, terlihat jelas Devan, guru baru yang tampan, killer, dan nggak pernah mau senyum, berdiri di depan kasir sambil menggenggam tangan seorang gadis. Gadis itu mengenakan cardigan, rambut berantakan, wajah polos seperti anak kecil, dan… benar. Semua orang tahu itu Gauri.
Gauri, pasien rumah sakit sebelah sekolah ini yang sering tantrum.
Gauri, dekat banget sama Ares, berandalan sekolah yang di takuti, tapi cewek-cewek suka karena wajahnya yang menarik.
Gauri, gadis yang rumor-nya punya kondisi mental yang tidak stabil karena trauma.
Dan sekarang ada fotonya …
Pegangan tangan sama guru baru mereka. Di toko roti. Kelihatan dekat. Pak Devan bahkan tersenyum lembut dan ada gambar di mana sang guru mengusap rambut Gauri.
"Gila… beneran Gauri." salah satu cewek menutup mulutnya.
"Ih tapi lihat deh, dia gandeng tangan pak Devan. Mesra banget."
"Atau … dia cuma takut?" cewek lain berbisik.
"Bodoh, itu beda. Lihat tuh. Gauri nempel banget," ujar Rita, bangga menjadi sumber gosip ter-up-to-date.
"Tapi pak Devan kenal Gauri dari mana? Kok bisa senyum kayak gitu? Dia baru balik dari luar negeri kan? Kok udah kenal Gauri?"
"Gue denger pak Devan itu penerus rumah sakit yang di sebelah. Rumah sakit itu milik kakeknya katanya. Wajar sih kalo pak Devan kenal Gauri, kak Gauri pasien di sebelah."
Yang lain mengangguk-angguk setuju. Ada yang memasang wajah iri.
"Ya ampun, enak banget jadi si Gauri ya. Udah deket sama Ares dan abangnya yang ganteng abis pula, sekarang deket apa pak Devan. Demi apa? Gue pengen tukeran sama dia kalo gitu. Gak apa-apa deh sakit kayak anak-anak gitu, yang penting di urusan cogan-cogan yang kaya raya."
Semua teman-temannya tertawa. Suasana kelas mendadak senyam begitu Ares masuk sama teman-temannya. Kemaren tuh cowok gak sekolah karena di utus lomba sepakbola di sekolah lain.
Ares baru melangkah dua langkah masuk kelas ketika gumaman kecil yang tadi riuh langsung mati total. Sunyi. Begitu sunyi sampai suara gesekan kursi terdengar terlalu jelas. Anak-anak yang tadi mengerubungi meja Rita langsung buyar, pura-pura balik ke meja masing-masing sambil menunduk, seolah tak ada yang baru saja tertawa dan bergosip.
Ares mendengus pelan. Tatapan matanya tajam, lelah, masih sisa capek dari pertandingan semalam. Tapi yang paling mencolok adalah ekspresinya yang dingin, bukan marah, bukan kesal, tapi dinginnya orang yang tidak punya waktu untuk kebodohan orang lain. Tasnya dijatuhkan sembarangan ke kursinya, lalu ia duduk dengan malas.
Tapi rasa was-was teman sekelasnya tidak hilang.
Karena Gauri adalah garis batas.
Siapa pun yang menyinggung Gauri, sengaja atau tidak, pasti akan kena. Rita diam-diam melirik ke ponselnya lagi. Foto itu masih terbuka di layar. Tangannya gemetar sedikit, antara terlalu semangat dan terlalu takut. Teman-temannya yang lain saling bertukar pandang, saling menelan ludah, menimbang apakah mereka harus menyembunyikan gosip itu sepenuhnya atau … menunggu sampai Ares sendiri tahu.
Masalahnya, Ares selalu tahu. Seperti punya radar khusus untuk hal-hal yang berkaitan dengan Gauri. Geby menggigit bibir sambil memperhatikan cowok itu, lalu berbisik ke Rita.
"Ta, tutup aja itu fotonya. Jangan sampai,"
Belum sempat kalimat Geby selesai, suara kursi digeser dengan kasar terdengar dari meja Ares.
Ares berdiri. Semua refleks menahan napas.
"Rita," panggilnya pelan. Tapi suaranya terlalu datar, terlalu tenang, jenis ketenangan yang lebih menakutkan dari amarah.
Rita langsung pucat pasi.
"I-iya, Res?"
"Apa yang lo tunjukkin barusan?"
Ruangan kembali sunyi. Bahkan jam dinding pun seperti berhenti berdetak. Teman-temannya otomatis menjauh sedikit, tidak ingin ikut terseret masalah yang mungkin meledak kapan saja.
Rita menelan ludah.
"Cuma, cuma foto, Res. Cuma, berita pagi. Nggak ada yang ..."
"Mana."
Satu kata. Dingin. Tak mengizinkan penolakan. Rita menyerahkan ponselnya dengan tangan bergetar. Ares mengambilnya, matanya langsung fokus pada layar.
Foto Devan dan Gauri, terang, jelas, tidak ada yang bisa disangkal. Ares menatap cukup lama sampai Rita hampir pingsan menunggu reaksi. Ares mengembalikan ponselnya.
Dan … tersenyum tipis.
Senyum yang membuat semua murid merinding karena itu bukan senyum lega, bukan juga senyum hangat, melainkan senyum yang muncul ketika Ares memutuskan sesuatu.
"Gauri kelihatan senang," katanya pelan.
Rita mengangguk cepat, tidak tahu harus jawab apa. Ares kembali duduk, tapi kali ini ia menyandarkan tubuhnya, santai, satu kaki diluruskan, jari mengetuk meja.
"Gue cuma bilang sekali," lanjutnya.
"Jangan ada yang sebar cerita aneh-aneh soal dia. Mau dia gandengan tangan sama siapa, mau dia ketemu siapa, urusan gue. Ngerti?"
"Ng-ngerti, Res," jawab semua serempak.
Ares mengedarkan tatapan.
"Bagus."
Baru semua orang kembali bernapas. Tapi keadaan masih menegangkan. Merasa aneh karena Ares tidak bereaksi terlalu berlebihan karena foto Gauri muncul di gosip baru sekolah hari ini. Sama guru pula.
Ares sendiri santai saja. Karena yang di foto adalah Gauri dengan bang Devan. Dia juga sudah diceritain sama abangnya semalam gimana melekatnya Gauri sama sahabat sang abang itu. Dari awal juga Ares sudah tahu Gauri senang banget dekat-dekat Devan. Dia kenal pria itu, tentu saja dia khawatir Gauri bersamanya. Tapi tetap saja dia tidak akan membiarkan mereka yang sengaja mengambil keuntungan dari foto itu.
Selagi beritanya masih baik, Ares akan tenang. Tapi kalau berani menyudutkan Gauri, lihat saja betapa kejamnya dia.
Devan Ampe gak tenang disamping Gauri, terlalu banyak hal yg bikin degdegan ya Van 🤭
Tapi gimana Gauri ga tergantung sama bapak,, perhatiannya itu lho...,, Gauri ga tau sj kalo pak Devan sudah dag Dig dug ser....🤭