Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
Baru saja turun beberapa anak tangga aku teringat dengan hpku, tertinggal di atas nakas. Dengan sangat menyesal aku kembali ke atas, aku sudah terlalu lapar sekarang.
Aku melihat Lily sedang duduk di atas ranjang dan menggoyang-goyangkan kedua tangannya di samping tubuhnya lalu mencoba meraih resleting yang ada di punggungnya. Sepertinya dia kesulitan. Kenapa Lily tidak memanggilku saja?
"Eh, pak?!" Lily tersentak dan menoleh, saat aku duduk di belakangnya. Ku halau kedua tangannya, dan menurunkan resleting gaun Lily perlahan. Gaun yang di pilihkan Dena dengan antusias saat itu.
"Gak usah pak,saya bisa sendiri!" ucap Lily pelan.
"Kalau kamu kesusahan kamu bisa panggil aku kan?!"
"Saya kira bapak sedang makan." Kedua tangan Lily menahan gaun bagian depan agar tidak melorot. Tubuhnya menegang saat tak sengaja aku menyentuh kulit punggungnya.
"Aku mau ambil hp." Aku berdiri lalu mengambil hpku di atas nakas lalu kembali keluar dengan cepat. Setengah berlari menuju arah dapur. Dan setelah sampai di meja makan tanpa niat menunggu gadis itu aku mulai makan dengan lahap.
Notifikasi bermunculan di salah satu grup whatsapp. Kebetulan sekali Roman mengajakku ketemuan, aku mengiyakan saat Roman mengajak ku dan beberapa sahabatku bertemu di tempat biasanya.
Aku segera menghabiskan makananku dan menyimpan piring kotor di wastafel, lalu segera berlalu ke luar rumah setelah mengambil kunci mobil dan dompet yang tadi pagi ku simpan di atas kulkas dapur. Sebelum menyalakan mobil aku mengambil celana dan jaket yang selalu aku bawa di dalam bagasi lalu memakainya di dalam mobil. Sedikit merapikan rambutku, dan setelah rapih aku segera menginjak pedal gas.
Lima belas menit berlalu, aku sudah sampai di kafe tempat biasanya. Roman dan Adit sudah duduk sembari memegang rokoknya masing-masing. Satu lagi yang belum datang, Yoga, yang ternyata dia setengah berlari di belakangku. Kami bertos ria, seperti saat biasa kami bertemu.
"Tumben Ga, loe bisa datang. Biasanya juga loe paling telat se jam baru datang!" komen Roman sambil melempar tisu yang sedari tadi di genggamnya.
"Secara, bininya kan manja banget kalau tahu mau ketemu kita. Haha! Pasti drama dulu kayak biasanya." Adit menimpali.
"Gue alesan mau meeting. Gue terpaksa bohongin Wanda karena gue kangen pengen kumpul bareng kalian."
"Trus Wanda percaya elo meeting?"
Yoga menghela nafas. "Gue juga harus relain kartu no limit gue buat dia hari ini."
Roman dan Adit tertawa keras melihat raut muka kusut yang di tunjukan Yoga. Pasalnya Wanda tidak kira-kira jika sudah memegang kartu no limitnya. Bahkan sepertinya besok ia harus membeli satu lemari lagi untuk koleksi sang istri yang akan di belinya hari ini.
"Itulah enak nya punya istri. Ada yang bakalan abisin uang kita. Sedangkan elo berdua? Buat apa banyak uang tapi habisnya buat traktir cewek bayaran! Kapan kalian akan nikah, woy! Inget umur!" ucapku yang membuat dua jomblo di hadapanku langsung terdiam seketika.
"Sarap lo, ngingetin umur terus!" decih Roman tidak suka. Sedangkan Adit meminum kopinya dengan sekali tegukan hingga tersisa setengah.
Karena pembicaraan ini, aku jadi teringat dengan Lily, tadi aku meninggalkannya tanpa pamit.
Aku.
'Jangan tunggu aku pulang. Tidur saja duluan.' ku kirim pesan pada Lily. Sepuluh menit kemudian Lily membalas pesanku.
Lily.
'Iya.'
Semangat thor 💪💪