NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:552
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Temukan Truknya!

"Kamu tau apa soal kristalisasi sel?" Tanya Nadia.

"Aku beneran bingung, Nad. Maksud kamu apa, kristalisasi sel?"

"Dari proses pendinginan, maksudnya sel yang terkristalisasi akibat eksposisi udara dingin."

Cahaya menerangi benakku. "Indah saja. Indah banget." Gumamku spontan.

Bel kecil di dalam diriku mulai berdenting. Dingin... pembekuan... bersih, dingin murni dan pisau itu berdesis saat menyayat daging segar yang hangat.

Dingin yang bersih dan antiseptik, melambatkan aliran darah sampai tidak berdaya. Begitu tepat dan sangat dibutuhkan dalam proses kerja. Dingin.

"Kenapa tidak ter..." Aku hampir kelepasan bicara. Langsung diam begitu melihat wajah Nadia.

"Apa?" Desak Nadine.

Aku menggeleng. "Bilang dulu, kenapa kamu tau."

Nadia melemparkan tatapan tajam dan lama, lalu menghela nafas lagi. "Aku rasa aku sudah tau kenapa. Semalam ada pembunuhan lagi."

"Aku tau. Kebetulan lewat TKP tadi malam."

"Yang aku dengar, kamu bukan sekedar lewat."

Aku mengangkat bahu. Metro Shadowfall City memang biang gosip.

"Jadi, apa maksud kamu tadi?"

"Tidak ada maksud apa-apa.  Daging korban di TKP semalam tampak agak beda. Kalau memang diakibatkan udara dingin... itu saja, oke? Seberapa dingin sebenarnya yang kita bicarakan ini?"

"Sedingin tempat pengepakan daging. Untuk apa si pembunuh melakukan itu?" Ujar Nadia.

Karena hasilnya indah, pikirku. "Untuk melambatkan aliran darah." Jawabku.

Nadia termenung menatap wajahku. "Itu penting?"

Aku menghela nafas panjang,  bahkan sedikit gemetar. Kalau aku jelaskan semua, Nadia bakal menggiring aku langsung ke rumah sakit jiwa.

"Pokoknya ini vital." Akhirnya aku jawab.

"Kenapa vital?"

"Soalnya... entahlah. Aku rasa dia punya ketertarikan khusus soal darah, Nad. Cuma firasat yang aku dapatkan dari... apa ya... ketiadaan bukti. Kamu taulah."

Tatapan aneh itu hadir lagi. Aku coba berkomentar lebih jauh, tapi tidak bisa.

"Berengsek, cuma itu? Hawa dingin melambatkan aliran darah, dan itu vital? Yang bener aja. Apa bagusnya itu, Dan?"

"Aku tidak bisa berpikir sebelum minum kopi, Nad. Tapi aku rasa cukup akurat, melihat situasinya."

"Semalam aku dapat undangan rapat Briefing tujuh puluh dua jam."

Aku bertepuk tangan. "Hebat. Kamu berhasil, Nad. Lantas, buat apa lagi ketemu aku?"

Metro Shadowfall City punya kebijakan menarik seluruh tim Bagian Pembunuhan untuk rapat briefing sekitar tujuh puluh dua jam setelah pembunuhan.

Petugas penanggung jawab dan timnya merundingkan situasi dengan Pemeriksa Medis dan sesekali bersama perwakilan dari kantor jaksa.

Ini untuk meluruskan persepsi dan arah semua yang terlibat. Kalau Nadia diundang, berarti dia masuk menangani kasus.

Nadia malah cemberut. "Aku tidak pintar bermain politik, Dante. Bisa aku rasakan Sofia berusaha mendorong aku keluar, tapi aku tidak bisa apa-apa."

"Apa dia masih mencari saksi konyolnya itu?"

Nadia mengangguk.

"Masa iya? Bahkan setelah pembunuhan baru tadi malam?"

"Dia bilang itu malah jadi pembuktian. Karena pola potongan yang ini tuntas."

"Tapi kan... semua pola potongan itu justru berbeda! Dasar argumentasi macam itu?" Protesku.

Nadia angkat bahu.

"Terus, kamu bilang apa?"

"Aku bilang, sia-sia mencari saksi kalau sudah jelas si pembunuh tidak terinterupsi, cuma tidak terpuaskan."

"Yee..." Kataku kecewa. "Dasar... kamu memang tidak tau apa-apa soal politik. Maunya jangan berargumen begitu."

"Ah, Berengsek semua! Aku kan mengulang persis ucapan kamu. Masuk akal pula. Sebegitu jelasnya, tapi aku malah tidak diarahkan. Bahkan lebih buruk..."

"Selain tidak diacuhkan, apa lagi yang lebih buruk dari itu?"

Lagi-lagi Nadia merengut. Bahkan tersipu.

"Aku ditertawakan. Jadi guyonan kantor." Dia menggigit bibir tidak berani menatap.

"Hah? Maksud kamu apa?"

"Kalau payudara adalah otak, aku akan jadi Einstein," jawab Nadia pahit.

Alih-alih tertawa, aku berdeham.

"Lelucon itu yang disebarkan Sofia soal aku, stigma ini bakal melekat terus sampai entah kapan, Dante. Menghambat kenaikan pangkat, karena mereka pikir tidak akan ada yang menghormatiku dengan sebutan konyol seperti itu. Sialan, Dante! Dia menghancurkan karierku." Lanjut Nadia geram.

Sontak timbul perasaan hangat ingin melindungi. "Dia memang seorang idiot."

"Boleh aku bilang begitu sama dia, Dante. Itu cukup politis?"

Aku harus tetap dalam posisi tidak terlibat. Tapi sulit sekali. Berat. Menarik diriku begitu kuat sampai terbawa mimpi. Sebuah kebetulan, tentu saja, tapi tetap saja meresahkan.

Si pembunuh telah menyentuh jantung dari hobiku membunuh orang. Tentu saja dari sudut pandang metode kerja, bukan pilihan korban. Aku tidak ragu bahwa dia harus dihentikan. Kasihan pelacur malang itu.

Tapi... kebutuhan akan situasi dingin itu... begitu menarik untuk diekplorasi kelak. Temukan tempat gelap, sempit...

Nah... sempit? Dari mana ide itu berasal?

Dari mimpiku, secara natural. Tapi ini sama saja dengan mengatakan bahwa alam bawah sadar sengaja mengarahkan aku ke gagasan itu. Ya kan?

Dan ruangan sempit memang terasa tepat. Dingin dan sempit...

"Truk berpendingin," lirihku tiba-tiba.

Aku buka mata. Nadia tersedak dengan mulut penuh telur sebelum mampu bicara. "Apa?"

"Oh, cuma tebakanku saja. Bukan firasat. Tapi masuk akal juga kan?"

"Apanya yang masuk akal?"

"Dia butuh lingkungan dingin. Untuk memperlambat aliran darah korban, dan karena... hmm, lebih bersih bekerja dengan cara itu."

"Oke."

"Memang begitu. Juga harus di tempat yang sempit..."

"Kenapa? Dari mana dapat kesimpulan ruangan sempit?"

Aku abaikan pertanyaan itu. "Jadi, masuk akal kalau truk berpendingin cocok dengan kondisi itu. Apalagi ditambah elemen praktis, dapat dibawa ke mana-mana. Sangat memudahkan membuang mayat sebelumnya."

Nadia menggigit roti. Mengunyah sambil berpikir. "Jadi. Si pembunuh mungkin punya akses ke salah satu truk ini? Atau bahkan punya sendiri?"

"Hmm, mungkin. Kecuali fakta bahwa pembunuhan tadi  malam adalah yang pertama kali menunjukkan indikasi eksposisi hawa dingin."

Nadia mengernyit. "Jadi sebelumnya tidak, dan kemudian dia membeli truk?"

"Mungkin tidak begitu juga. Ini masih percobaan. Mungkin saja soal hawa dingin ini hanya sekedar mencoba-coba... Maksudku, masih dalam taraf mencari bentuk setelah kehilangan gairah di korban terakhir."

Nadia mengangguk. "Dan sepertinya peluang kita tipis mendapati dia bekerja sebagai sopir truk berpendingin atau semacam itu. Benar?"

Aku tersenyum senang. "Ah, Nad. Cepat sekali kamu tanggap pagi ini. Memang tidak. Teman kita ini terlalu pandai untuk menebak diri seperti itu."

Nadia menyesap kopi, meletakkan gelas, lalu bersandar ke punggung kursi. "Jadi kita mencari tau truk berpendingin curian."

"Itu lebih mungkin. Masalahnya berapa banyak pencurian semacam itu terjadi dalam empat puluh delapan jam terakhir?"

"Di Shadowfall City? Kalau ada orang iseng mencuri truk berpendingin, akan langsung tersiar kabar kalau truk macam itu berharga untuk dicuri."

"Semoga gosipnya belum seheboh itu," Aku mengangguk.

"Akan aku periksa. Terima kasih Dante. Aku hargai sekali bantuan kamu." Nadia meremas tanganku.

Beberapa detik dia tersenyum malu-malu. "Tapi aku cemas soal bagaimana kamu bisa mendapatkan semua gagasan ini. Aku hanya..." Lagi-lagi dia meremas tanganku.

Kuremas balik. "Tidak usah mengkhawatirkan aku. Temukan saja truknya, Oke?" Kataku.

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!