NovelToon NovelToon
The Painters : Colour Wars

The Painters : Colour Wars

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi
Popularitas:830
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Rahmad Ajie, seorang mekanik body & paint di Jakarta, tak pernah mengira hidupnya berubah drastis karena ledakan cat radioaktif. Tubuhnya kini mampu mengeluarkan cat dengan kekuatan luar biasa—tiap warna punya efek mematikan atau menyembuhkan. Untuk mengendalikannya, ia menciptakan Spectrum Core Suit, armor canggih yang menyalurkan kekuatan warna dengan presisi.

Namun ketika kota diserang oleh Junkcore, mantan jenius teknik yang berubah menjadi simbol kehancuran lewat armor besi rongsoknya, Ajie dipaksa keluar dari bayang-bayang masa lalu dan bertarung dalam perang yang tak hanya soal kekuatan… tapi juga keadilan, trauma, dan pilihan moral.

Di dunia yang kelabu, hanya warna yang bisa menyelamatkan… atau menghancurkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Spectrum Core

“Apa lo beneran yakin mau gue buatin armor?”

“Gue lebih takut semburan cat ini meledak waktu gue bersin, Mel.”

Ajie berdiri di tengah bengkel Melly—sebuah ruang raksasa di bawah tanah yang dipenuhi kipas industri, meja kerja berkarat, dan robot kecil yang menyerupai alat vakum dengan gergaji di punggungnya.

Melly memutar kursinya sambil membawa tablet. “Oke, mari kita buat satu hal jelas. Gue gak bikin baju cosplay. Gue bikin sistem. Alat bantu kontrol. Lo bukan Iron Man, Ji.”

Ajie menunjuk dirinya sendiri. “Gue tau. Tapi kalo gue gak dikendalikan, bisa-bisa gue malah ngecat rumah warga pake warna kuning anti gravitasi. Gue gak mau dipukul massa cuma karena mereka naik ke langit pas buka pintu.”

Melly nyengir. “Jujur, itu kedengeran keren.”

Ajie menghela napas. “Fokus, Mel.”

Melly berdiri, lalu membuka cetakan desain dari proyektor di dinding. Siluet manusia muncul, perlahan diselimuti skema armor dengan pola warna mencolok: ungu gelap sebagai dasar, lalu lapisan-lapisan bercorak warna pelangi yang menyatu seperti aliran tinta dalam air.

“Gue namain ini: Spectrum Core Suit,” ujar Melly pelan.

Ajie mengangguk, kagum. “Namanya keren.”

“Intinya,” lanjut Melly, “armor ini bukan cuma pelindung. Ini sistem sirkulasi warna. Gue pasang filter katalis untuk setiap jenis cat lo—jadi lo bisa milih warna sesuai efeknya tanpa tumpah-tumpah kayak ember bocor.”

Ajie mendekat. “Lo tahu warna-warna ini punya efek beda, ya?”

Melly mengangguk. “Gue analisis bekas ledakan waktu kita kabur dari Jakarta. Merah \= panas tinggi. Biru \= pelambatan gerak. Hijau \= semacam regenerasi. Dan kuning... aneh banget, gue harus uji ulang.”

Ajie menyeringai. “Kuning kayaknya efeknya bikin orang jadi ngalamin slow motion dramatis.”

Melly mengangkat alis. “Lo serius?”

Ajie mengangguk. “Sumpah. Gue lihat satu tentara gerak kayak di film Zack Snyder.”

“Gila... Ini makin absurd.”

Mereka berdua tertawa, namun senyuman itu cepat pudar saat Melly menggeser layar. Di sana ada diagram sistem utama armor—paling menonjol: inti reaktor kecil di dada, berbentuk silinder transparan, penuh kabel warna-warni.

“Ini bagian paling bahaya,” kata Melly, pelan. “Inti ini bukan reaktor biasa. Gue bikin dari tabung katalis tekanan tinggi. Kalo tekanan warna lo gak stabil, ini bisa...”

“Meledak?”

“Bukan. Lebih parah: bisa nyemprot warna pink ke seluruh Jawa Barat dan bikin semua burung merpati bisa ngomong.”

Ajie melotot. “Gue gak tahu lo bercanda atau bener.”

Melly menyeringai, lalu memutar lengan bajunya dan mulai menyusun komponen. “Mulai dari dada dulu. Ini pelindung bagian vital lo. Gue kasih lapisan graphene daur ulang, tahan ledakan ringan dan tamparan perasaan.”

Ajie ngedumel. “Tamparan perasaan tuh kayak... dengerin mantan nikah?”

Melly: “Lebih kayak liat dia nikah sambil naik mobil yang lo bangun bareng dulu.”

“Ouch.”

Mereka bekerja selama berjam-jam. Ajie membantu sejauh yang ia bisa—mengangkat, memotong, dan bahkan menyolder beberapa sambungan sederhana. Di sela-sela itu, Melly menjelaskan bagian-bagian penting dari armor:

Katalis Warna di lengan, untuk mengalirkan jenis cat dari tubuh Ajie ke telapak tangan.

Pelat Bahu Modul yang bisa membuka seperti sirip untuk penyemburan radius.

Boots Anti-Selip agar Ajie gak terpeleset karena catnya sendiri—hal memalukan yang sudah dua kali terjadi.

“Dan ini,” kata Melly, mengangkat helm setengah jadi, “filter visual berbasis spektrum. Lo bisa lihat aura warna sebelum lo sembur.”

Ajie menatapnya takjub. “Lo... jenius, Mel.”

Melly menahan senyum. “Gue tahu.”

Setelah dua hari penuh kerja tanpa henti, akhirnya... Spectrum Core Suit berdiri di hadapan mereka. Gagah, elegan, tapi tetap buatan tangan. Tak sebersih buatan pabrik, tapi justru itulah kekuatannya.

“Gue gak percaya,” bisik Ajie. “Ini... buat gue?”

Melly meletakkan tangan di bahunya.

“Lo bukan tukang cat biasa lagi, Ji. Tapi lo juga bukan dewa. Lo manusia yang kebetulan bisa ngerubah dunia... satu warna sekaligus. Armor ini bukan buat bikin lo jadi pahlawan. Tapi buat bikin lo tetap jadi lo.”

Ajie terdiam, matanya berkaca-kaca. Tapi sebelum momen haru itu jadi terlalu sinetron, Melly menyelipkan komentar:

“Dan bonusnya, lo bisa nyemprot cat ungu ke wajah musuh sambil ngomong ‘taste the rainbow, b*tch!’”

Ajie ngakak keras. “Gue suka banget gaya lo, sumpah.”

 

Satu jam kemudian, Ajie berdiri di depan cermin bengkel, mengenakan Spectrum Core Suit lengkap untuk pertama kalinya. Warna ungu gelap menyatu dengan alur pelangi di dada dan lengan. Helm full-face dengan visor berwarna silver menutupi wajahnya, tapi emosi di baliknya terasa.

“Gue kelihatan kayak... seni jalanan hidup,” gumam Ajie.

“Bener,” kata Melly sambil menyalakan kamera. “Seni jalanan yang bisa bikin tank mogok.”

Ajie mengangkat tangan. “Kita uji satu warna?”

Melly menyeringai. “Tembak merah. Targetnya: tabung kosong di sana.”

Ajie menarik napas, mengaktifkan alur warna di telapak tangan. Suara ‘klik’ mekanik terdengar saat sistem bekerja—dan semburan merah menyala seperti plasma tumpah dari telapak tangannya, menghantam tabung... yang langsung meleleh.

“Holy—”

“Cukup!” seru Melly, mengelak dari cipratan panas. “Gak usah sampe bakar markas, Picasso!”

Ajie tertawa. “Ini... luar biasa.”

Melly menatapnya, kali ini tanpa canda. “Dan ini baru permulaan, Ji.”

Di luar, kabut mulai turun lagi, menutupi pintu markas.

Tapi di dalamnya, Ajie kini lebih dari sekadar pelarian. Dia siap bertarung.

Dan di sisi Melly—Torque Queen—yang tak lagi sekadar sahabat lama... kini jadi arsitek revolusi.

1
lalakon hirup
suka di saat tokoh utama nya banyak tingkah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!