Rania Zakiyah, gadis berumur 21 tahun yang terpaksa nikah dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Akankah pernikahan mereka berlanjut atau harus berpisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Prang.. Sebuah keramik di kamar tidur pecah, jatuh berserakan di lantai. Dengan wajah yang merah dan nafasnya yang memburu, Damion mencengkram leher Cynthia.
"Sudah aku bilang gugurin, kenapa kamu masih saja mempertahankannya? Rencana apa yang sudah kamu siapkan, cynthia" Damin menaikan sedikit nadanya. Rasa marah sedang menghantui.
"Mas.. Sakit" rintih Cynthia sambil mencoba melepaskan cengkraman di lehernya. Kesadarannya mulai lemah bersama dengan cengkraman di leher yang makin menguat. Damion mulai sadar ketika wanita yang menemaninya sepuluh tahun ini mulai kehilangan kesadaran. Dengan pelan, Damion melepaskan cengkeramannya.
"Besok akan aku aturkan jadwal untukmu di dokter kandungan. Kamu harus gugurin kandunganmu itu" Damion mengatakan itu sambil berjalan pergi keluar kamar. Rasa marah masih menghantuinya.
"Mas, kenapa kamu tidak mau menerima anak ini? Dia juga darah dagingmu. Apa kamu mash mencintai mantan istrimu? " teriak Cynthia dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Baru kali ini, Suami yang dicintainya marah kepadanya. Meskipun Cynthia menghabiskan ratusan juta dalam sehari pun suaminya tidak akan pernah marah. Tapi sekarang lihatlah hanya karena Cynthia sedang mengandung anaknya, suaminya begitu marah.
Diruangan lain, Damion duduk termenung. Helaan nafas kasar baru saja keluar dari mulut laki-laki berumur 55 tahun itu.
"Bagaimana aku bisa punya anak lagi ketika semua anakku membenciku dan pergi meninggalkanku. Bagaimana keadaan kamu, Dania? " gumam Damion sambil memegang foto kedua anaknya yang masih kecil. Foto terakhir sebelum Dania dan Riana pergi entah kemana. Sama halnya seperti Rafa yang mencoba mencari mama dan adinya, Damion juga mencari tapi hasilnya nihil. Hanya surat cerai yang didapat Damion tapi ketika diselidiki darimana surat itu datang, keberadaan Riana dan Dania tidak diketemukan.
***
"Kenapa? Apa sekarang kamu terkesima dengan Abang?" tanya Rafa ketika Rania bertanya tentang siapa dirinya.
"Gak, Rania cuma tanya aja. Takut abang itu penjahat gitu, soalnya abang kok bisa punya rumah sekeren ini. Rania takut kalau nanti kita berdua terciduk bareng" ucap Rania polos dan mengundang tawa Rafa. Rania tidak henti-hentinya menuduh dia penjahat.
"Abang pastikan kamu disini aman, ga akan ada polisi yang berani kesini" Rafa berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman.
"Jadi, abang beneran penjahat?" Rania mengikuti Rafa ke dapur dan duduk di kursi yang dekat Meja Bar.
Ctak.. Rafa kembali menyentil kening Rania.
"Ingat, Rania. Ga ada penjahat seganteng Abang, kecuali ..." kata Rafa sambil menyerahkan sebotol air mineral ke depan Rania.
"Kecuali apa?" Rania bertanya sambil membuka dan meminum air yang diberi oleh Rafa.
"Kecuali penjahat menaklukan hati wanita. Abang bisa itu" kata Rafa dengan bangganya. Rania yang sudah mendengarkan dengan serius akhirnya terbatuk.
"Uhuuukkk.... Uhuuuuukkkk...." Dengan cepat, Rafa menepuk punggung Rania sambil tertawa.
"Abang gila" ucap Rania kasar. Tapi apa yang dikatakan Rafa bisa saja benar karena wajah Rafa benar-benar ganteng. Rania saja terpesona. Terpeson ya bukan jatuh cinta.
"Dilantai atas ada 2 kamar. Satu kamar Abang dan satu akan menjadi kamarmu. Kalau ada yang ingin kamu ubah ntar info saja ke Abang" jelas Rafa memberitahu.
"Ga ada yang perlu diubah, Bang. Rania tinggal disini juga kan cuma sementara, seperti awal perjanjian kita. Dimana kita akan bercerai setelah 3 bulan pernikahan" ingatkan Rania. Rafa menatap sosok wanita didepannya. Bentuk wajah yang oval, hidung yang pesek, mata yang sedikit bulat dan bibir yang tipis.
"Bang" tegur Rania yang melihat Rafa memperhatikannya.
"Ya sudah terserah kamu. Ayo, kita ke atas" Rafa mengajak Rania untuk melihat kamarnya. Rania masih saja takjub dengan pemandangan yang ada di depannya. Kampusnya saja terlihat dari sini.
"Ini kamarmu dan yang disana kamar abang" Rafa membuka pintu kamar Rania dengan pin. Berbeda dengan kamar yang ditempati Rania, untuk masuk ke kamar Rafa harus menggunakan sidik jari.
Nuansa kamar berwarna hitam putih mendominasi kamar yang akan ditempati Rania. Ada kasur dengan ukuran king size berada diantara meja dan diatasnya ada lampu tidur. Ada sofa dan meja berwarna hitam yang berada diujung dekat jendela dan ada juga lemari berwarna hitam berada di samping pintu.
"Ini kamar mandinya" Rafa membuka pintu yang berada di samping lemari. Rania sampai terkejut melihat isi kamar mandi. Ada bathtub didalamnya, Rania tidak percaya.
"Untuk rak buku baru bisa besok Abang belikan, gpp kan?" tanya Rafa membuyarkan lamunan Rania. Rania mengangguk namun kemudian dia sadar dan menolak.
"Apa yang baru saja kamu lamunkan, Rania? Mau mandi bareng? Kita sudah halal loh" goda Rafa sambil mengedipkan sebelah matanya.
Plak.. Rania memukul lengan Rafa dengan keras.
"Dasar mesum" Rafa malah tertawa terbahak-bahak. Menggoda Rania menjadi salah satu kegiatan yang menyenangkan bagi Rafa.
"Masih ada yang mau kamu tanyakan, Rania?" tanya Rafa kembali mode serius. Rania menggeleng.
"Ya sudah, kalau gitu Abang ke kamar dulu. Kalau kangen datang aja ke kamar Abang" lagi-lagi Rafa menggodanya. Wajah Rania sudah merah padam entah menahan malu atau marah.
"Sudah-sudah, Abang ke kamar sana" usir Rania mendorong Rafa keluar kamarnya. Setelah Rafa keluar, Rania langsung menutup pintu kamar. Terdengar diluar kamar, Rafa masih saja menggoda Rania dan tertawa.
"Dasar jantung, Bang Rafa itu cuma bercanda" Rania mengelus dadanya.
***
"Lu tahu kan dimana, Rafa?" tanya Bella mengunjungi Daniel diapartemennya. Untung saja weekend ini, Daniel tidak membawa kekasihnya untuk nginep diapartementnya.
"Kan gue dah bilang kalau gue ga tau, Bel. Yang gue tahu Rafa cuti" jawab Daniel. "Dan Lu ada masalah apa sih sama Rafa? Kok bisa Rafa yang cinta mati sama Lu tiba-tiba menghilang tanpa kabar?" lanjut Daniel mencari jawaban dengan bertanya pada Bella. Mengingat Rafa akan melakukan apa saja untuk Bella dan sekarang malah cuti tapi tidak menginfokan kekasihnya.
"Gue juga ga tau. Sabtu minggu kemarin dia bilang ga bisa datang ke rumah gue dan gue setuju bilang tidak masalah. Tapi malamnya, Rafa sama sekali tidak ada ngubungin gue lagi dan sampai hari ini" cerita Bella dan dianggukin Daniel.
"Lu ada salah kali sama Rafa?" pertanyaan Daniel membuat Bella mengingat perselingkuhannya.
"Apa Rafa melihat Excel dirumah gue ya? Tapi ga mungkin, Rafa kan bilang masih di kantor" Bella menggelengkan kepalanya menolak.
"Kenapa? Lu ada salah?" tanya Daniel kembali penasaran. Berbeda dengan Dustin yang sudah tahu, Daniel dan Lion belum tahu. Yang Daniel tahu Rafa sedang tidak ingin diganggu.
"Gak kok.. Ya sudah, Gue cabut dulu. Infoin Gue kalau ada kabar dari Rafa ya" Bella berdiri dari tempat duduknya dan disusul Daniel.
"Gak minum dulu?" tanya Daniel.
"Ga usah. Makasih ya Niel"
"Ok. Lu hati-hati di jalan" Bella mengangguk dan tersenyum. Pintu Apartment Daniel yang baru saja Bella buka kembali tertutup dengan kepergian Bella.
Daniel : Bella baru saja dari apartment gue. Lu ada masalah apa sih Fa?
Dustin : Jangan kepo
Daniel : B*ngsat Lu
Dustin : 😘
Daniel : Menjijikan
Rafa : Nanti Gue cerita, sekarang Gue lagi menikmati liburan
Grey : Apa malam ini kami ke penthouse Lu, Fa? Gue tahu Lu ada di penthouse.
Daniel : Ko Lu tahu, Lion? Tapi ayo, dah lama kita ga ngumpul. Ntar Gue bawa minum.
Grey : Soalnya Rafa ganti pin pintunya
Daniel : Wah, ada masalah apa ini sampai Rafa mengganti pinnya?
Rafa : Jangan sekarang, ntar Gue infoin.
Grey : Ok
Daniel : Ok, Gue tunggu jangan kelamaan. Minggu depan Gue mau ke Jepang.
Rafa : Iya, bawel
Begitulah percakapan grup mereka berempat. Dustin hanya menyimak, karena dia tahu kalau Rafa sudah membawa Rania ke penthousenya. Bagaimana Rafa mau bawa mereka ke penthouse kalau ada Rania di penthousenya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
beri dukungan di Novel terbaruku juga ya kak, jangan lupa kritik dan saran untuk membangun penulisanku