NovelToon NovelToon
Ibu Pengganti Anak Sponsor Ku

Ibu Pengganti Anak Sponsor Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Ibu Pengganti / Pengasuh / Chicklit
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Alensvy

"Aku ingin kau menjadi orang yang menyusuinya."

Sienna menatap pria di hadapannya dengan mata membelalak, yakin bahwa ia pasti salah dengar. “Maaf, apa?”

Arsen Ludwig, pria yang baru diperkenalkan sebagai sponsor klub ice skatingnya, menatapnya tanpa ekspresi, seolah yang baru saja ia katakan adalah hal paling wajar di dunia.
“Anakku, Nathan. Dia menolak dot bayi. Satu-satunya cara agar dia mau minum susu adalah langsung dari sumbernya.”

Jantung Sienna berdebar kencang.
“Aku bukan seorang ibu. Aku bahkan belum pernah hamil. Bagaimana bisa—”

“Aku tahu,” potong Arsen cepat. “Tapi kau hanya perlu memberikan dadamu. Bukan menyusuinya secara alami, hanya membiarkan dia merasa nyaman.”

Ini adalah permintaan paling aneh yang pernah ia terima. Namun, mengapa ia tidak langsung menolaknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

...****************...

"Aku daftarin kau, ya?"

Coach natap aku serius, sementara Maya sibuk ngaduk kopinya.

"Ya, daftarin aja. Kenapa nggak?" ucapku santai.

"Bagus," coach ngangguk puas. "Pertandingan ini cukup besar. Masih ada lima bulan lagi, jadi kita bakal lebih fokus latihan."

Aku senyum kecil. Ini yang aku suka—fokus ke latihan, kejuaraan, dan tujuanku. Nggak ada drama-drama nggak jelas.

"Oh ya, ngomong-ngomong soal acara," Maya tiba-tiba buka suara, naruh sendoknya ke piring. "Minggu depan ada event fashion yang diadain perusahaan Ludwig. Kau tahu, sponsormu, Arsen Ludwig."

"Oke… terus?" tanyaku, ngerutin dahi.

"Aku sama coach bakal datang. Kau juga ikut aja," timpalnya.

"Nggak, makasih," dengusku cepat.

Maya mendelik. "Sienna. Ini kesempatan buat nambah koneksi. Lagian, kau selalu nolak setiap ada acara kayak gini."

"Ya karena aku nggak tertarik. Aku atlet, bukan model," balasku, angkat bahu santai.

"Tapi kau bagian dari brand mereka," coach nimbrung. "Sesekali hadir nggak ada salahnya."

Aku mau ngeyel, tapi akhirnya diem.

Kalau dipikir-pikir… aku emang nggak pernah benar-benar tahu acara perusahaan Arsen tuh kayak gimana. Aku juga penasaran, sih. Apalagi, dia ngurusin dunia fashion—sesuatu yang jauh banget dari kehidupanku di atas es.

"Hmm… yaudah deh," gumamku akhirnya.

"Yes! Akhirnya!" seru Maya, tepuk tangan kecil.

"Bagus. Aku bakal atur semuanya," coach tersenyum puas.

Aku nyender ke kursi, natap langit-langit.

Aku nggak tahu kenapa aku setuju.

Mungkin karena aku penasaran.

Aku nyesel.

Kenapa aku setuju ikut acara ini?

...****************...

Aku berdiri depan cermin, pake dress hitam selutut yang dipilih Maya. Katanya biar nggak terlalu mencolok tapi tetap elegan.

"Gimana?" tanyaku, noleh ke Maya yang duduk santai di sofa.

"Sempurna. Kau kelihatan lebih… berkelas," ucap Maya, ngangguk puas.

"Jadi biasanya aku nggak berkelas?" dengusku, melipat tangan.

"Maksudku, lebih cocok sama suasana acara fashion," ngakaknya.

Aku meraih sepatu hak pendek. Untung Maya nggak maksa aku pake yang tinggi-tinggi. Aku bukan tipe yang nyaman jalan pake hak tinggi, beda sama para model yang bakal mejeng di acara nanti.

"Udah siap?" suara coach terdengar dari balik pintu.

"Siap nggak siap, ayo berangkat," keluhku, tarik napas panjang.

...****************...

Acara ini… gokil sih.

Begitu masuk venue, aku langsung bisa ngerasain auranya. Lampu-lampu kristal ngegantung di langit-langit, meja-meja ditata super fancy, dan tamunya? Model, desainer, orang-orang yang kayaknya hidupnya muter di dunia fashion.

"Nggak nyangka, kan?" Maya nyikut lenganku. "Aku juga pertama kali ke acara Ludwig langsung terkesima."

Aku ngedarin pandangan, entah kenapa refleks malah nyari seseorang.

Arsen Ludwig.

Aku heran sendiri kenapa tiba-tiba nyari dia.

Tapi sebelum sempat nemu jawabannya, seorang pria berjas rapi dateng nyamperin.

"Selamat datang, Nona Sienna," katanya ramah. "Mr. Ludwig sudah menunggu di area VIP. Silakan ikut saya."

Aku noleh ke Maya dan coach, minta kepastian.

"Kami nyusul," kata coach.

Akhirnya, aku jalan ngikutin pria itu, ngelewatin ruangan sampai ke area VIP.

Dan di sanalah dia.

Arsen Ludwig, duduk santai di sofa dengan segelas anggur di tangannya. Matanya langsung nemuin aku.

"Nggak nyangka kau mau datang," katanya datar.

"Memangnya aku harusnya di mana? Di atas es?" balasku, nyilangkan tangan.

"Sepertinya itu lebih cocok," ucap Arsen, senyum tipis kayak nahan ketawa.

"Jadi, acara ini tentang apa?" desahku, duduk di sofa seberangnya.

"Fashion show, perkenalan koleksi terbaru dari desainer yang kerja sama sama perusahaanku. Terus ada charity auction juga," jawabnya, nyeruput anggurnya pelan.

"Menarik juga," angkat alisku.

"Dan kau akan di sini sampai acara selesai," lanjutnya santai.

Aku natap dia curiga. "Aku bisa pergi lebih cepat?"

"Tentu saja nggak," senyum samarnya muncul.

...****************...

"Aku mau minta tolong," ujar Arsen tiba-tiba.

Aku sedang asyik menikmati jus jerukku, tapi ucapan itu bikin aku berhenti mengunyah es batu yang nyaris kugigit. "Tolong apa?" tanyaku curiga.

"Bulan depan ada event fashion di Milan."

Aku mengerutkan kening. "Terus?"

"Aku mau kau ikut."

Aku nyaris menyemburkan jus yang baru saja kutelan. "Hah? Buat apa?" seruku kaget.

"Aku butuh kau di sana," ucap Arsen, tetap tenang.

Aku menatapnya, mencoba membaca ekspresinya. "Buat apa? Jangan bilang kau butuh pengasuh Nathan di Milan."

Dia tersenyum tipis. "Itu salah satunya."

"Astaga, Arsen. Aku atlet, bukan babysitter keliling," keluhku, melotot.

"Kau juga wajah baru yang cocok untuk diperkenalkan di event itu," balasnya santai.

Aku makin bingung. "Maksudmu?"

"Aku ingin kau jadi bagian dari brand-ku, sebagai representasi yang berbeda," jelasnya.

Aku tertawa kecil, nggak percaya dengan ide gilanya. "Aku bukan model. Aku bahkan nggak tahu cara pose yang benar di depan kamera."

"Kau punya karisma di atas es. Itu lebih dari cukup."

Aku menghela napas, mencoba mencari alasan buat menolak. "Aku punya latihan."

"Event ini cuma beberapa hari."

"Aku nggak nyaman di dunia fashion."

"Kau juga nggak nyaman awalnya waktu pertama kali turun lomba, tapi nyatanya bisa."

Aku mendengus, kesal karena dia selalu punya jawaban untuk semua alasanku. "Kalau aku nolak?"

Arsen mengangkat bahu, ekspresinya tetap santai. "Aku nggak maksa. Tapi kupikir ini kesempatan bagus buatmu juga."

Aku mendesah panjang, menatapnya dengan mata menyipit. "Aku butuh waktu buat mikir."

"Jangan kelamaan," balasnya sambil tersenyum kecil, seolah yakin aku bakal setuju.

...****************...

"Aku nggak percaya dia nawarin hal itu," gumamku sambil menyeruput kopi, duduk di seberang Maya dan coach yang lagi serius menyimak ceritaku.

Maya mengernyit. "Arsen ngajak kamu ke Milan?"

Aku mengangguk, masih setengah nggak percaya. "Bukan cuma itu. Dia mau aku jadi bagian dari brand fashion-nya."

Coach yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. "Menarik."

Aku menatapnya curiga. "Menarik gimana?"

"Kau atlet yang punya pesona di atas es. Aku bisa lihat kenapa Arsen tertarik menjadikanmu representasi brand-nya," ujarnya santai.

Maya mencondongkan tubuhnya, kelihatan antusias. "Jadi kamu bakal ikut?"

Aku menghela napas. "Aku belum mutusin."

"Kenapa ragu?" tanya coach.

"Karena aku bukan model. Aku bahkan nggak tahu harus ngapain di acara kayak gitu," jawabku jujur.

"Sienna, kamu tuh cantik dan punya aura atlet yang keren. Pasti banyak orang tertarik kalau kamu muncul di event fashion," kekeh Maya.

"Aku nggak butuh jadi pusat perhatian di dunia fashion," keluhku, mutar mata malas.

"Kadang kesempatan datang dari hal yang nggak kita duga. Selama itu nggak mengganggu latihanmu, kenapa nggak dicoba?" coach tersenyum tipis.

Aku menghela napas panjang, mulai merasa semua orang di sekitarku kompak buat mendorongku ke acara itu. "Aku butuh waktu buat mikir."

"Jangan mikir lama-lama. Milan, lho. Siapa tahu ini pengalaman seru!" Maya menepuk bahuku, senyum lebar.

...****************...

Aku bersandar di kursi, menatap kopi yang mulai mendingin. Milan, ya? Kedengarannya memang menarik, tapi… aku tetap nggak yakin.

"Hei, jangan bengong gitu," Maya menyenggol lenganku pelan. "Aku serius, lho. Kamu harus mikir ini sebagai kesempatan, bukan beban."

Coach mengangguk setuju. "Kamu tetap bisa latihan di sana. Aku yakin Arsen bisa mengatur semuanya."

Aku mendesah. "Iya, tapi ini Milan. Aku nggak pernah ikut acara sebesar itu. Lagian, aku kan atlet, bukan model."

Maya melipat tangan di depan dada, ekspresinya jahil. "Siapa tahu ini awal karier baru? Jadi model setelah pensiun dari ice skating?"

Aku menatapnya tajam. "No, thanks. Aku lebih suka berkeringat di atas es daripada berjalan di runway."

Maya terkekeh. "Coba aja dulu. Siapa tahu cocok?"

Aku menaruh cangkir ke meja dengan bunyi ‘klik’. "Tapi serius, kalau aku ke Milan, latihan gimana?"

Coach menatapku tenang. "Aku bisa atur jadwal latihanmu di sana. Dan kalau kau benar-benar nggak nyaman, kau bisa fokus ke pertandingan saja setelah acara selesai."

Aku menggigit bibir, mulai mempertimbangkan.

Maya menyeringai. "Jadi?"

Aku mendesah, menatap mereka bergantian. "Aku bakal mikirin ini. Nggak janji, tapi aku bakal pikirin."

Maya dan coach saling bertukar pandang, lalu tersenyum puas. Aku tahu mereka bakal terus membujukku kalau aku masih ragu-ragu.

Milan, huh? Aku belum tahu apa aku siap atau nggak, tapi satu hal yang pasti… aku mulai penasaran.

.

.

.

Next 👉🏻

1
Semangat
lanjut thor
Alen's Vy: Iyaa ntar sore yakk
total 1 replies
Alen's Vy
Bagusss
Anonymous
Yang baca juga shock ko sienna, ga kamu doang/Facepalm//Awkward/
Semangat
jahat bgt. untung putus ya thor
Alen's Vy: Iya ih, untung aja.
total 1 replies
Semangat
modus duda ini pasti.
Semangat
luar biasa
Semangat
Hahahaa Thor😭😭
Alen's Vy: Sstt🤫🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!