NovelToon NovelToon
Istri Siri Mas Alendra

Istri Siri Mas Alendra

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Duda / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:26.9k
Nilai: 5
Nama Author: fitTri

Istriku menganut childfree sehingga dia tidak mau jika kami punya anak. Namun tubuhnya tidak cocok dengan kb jenis apapun sehingga akulah yang harus berkorban.

Tidak apa, karena begitu mencintainya aku rela menjalani vasektomi. Tapi setelah pengorbananku yang begitu besar, ternyata dia selingkuh sampai hamil. Lalu dia meninggalkanku dalam keterpurukan. Lantas, wanita mana lagi yang harus aku percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan Alendra

🌸

🌸

Alendra menyandarkan tubuhnya pada bingkai pintu, sedangkan pandangannya tertuju pada perempuan yang tengah menina bobokan putranya.

Ya, Asyla mengayun-ayunkan Tirta yang berada dalam dekapan-setelah dia menyusuinya sambil menyenandungkan sesuatu untuk membuatnya tertidur. Entah lagu atau syair, tetapi Alendra belum pernah mendengarnya selama ini. 

Ada sesuatu yang menghangat di dada, dan dia tidak tau apa. Tetapi rasanya menyenangkan melihat hal seperti itu. 

Hidupnya sepi entah sejak kapan, dan rasanya dia tak ingat pernah mengalami hal-hal seperti ini. Tetapi kepindahannya ke Bandung membuatnya menemukan hal baru.

“Ehm … dilihatin terus, Mas. Cantik, ya?” Pak Pardi mendekat sambil berdeham yag membuat lamunan Alendra buyar seketika.

“Jangan sering-sering dilihatin, nanti terpesona.” lanjutnya, sehingga anak majikannya tersebut menoleh.

“Tapi, nggak apa-apa sih dilihatin juga. Nggak ada yang punya ini. Mas Ale singel juga, tapi —”

“Sstt! Jangan ngomong sembarangan, nanti ada setan lewat!” Alendra melengos lalu berpindah duduk di sofa.

“Ah, nggak yakin bisa lewat setannya. Orang godaannya nyata di depan mata. Jangan-jangan habis ini malah hmpp—” Pak Pardi tak mampu menyelesaikan kalimatnya karena sang majikan segera menutup mulut dengan telapak tangannya.

“Nggak sopan! Saya ini anak majikannya Bapak lho. Berani-beraninya bilang begitu?” Dengan kesal dia berujar.

“Uhuk-uhuk!!” Sementara Pak Pardi terbatuk-batuk. “Maaf, Mas. Saya hanya bercanda. Hahaha.”

Orang yang dimaksud memutar bola matanya, kesal.

“Kalau begitu, saya permisi lah. Ngga ada lagi yang mau Mas rundingkan, bukan?” Pak Pardi pun beranjak dari hadapan Alendra.

“Eh, tunggu dulu!” Namun pria itu segera menahannya.

“Apa lagi, Mas? Urusan sama ceu Maysaroh ‘kan sudah selesai. Jadi kerjaan saya juga sudah kelar dong?”

“Ya nggak begitu juga dong, Pak.”

“Loh, terus apa lagi? Saya sudah kangen nih sama anak istri. Tadi ‘kan nggak sempat lama-lama di rumah, begitu sampai langsung ke sini.”

Alendra mencebikkan mulutnya mendengar perkataan sopir keluarganya itu.

“Serius, Mas. Sebulan ini ‘kan full di Jakarta nemenin ibu dan bapak beresin urusan pabrik. Bolak-balik ke Kertosari, terus beberapa kali antar jemput file. Kangen-kangenan sama istri cuma kewat video call doang.”

“Ah, sudah-sudah. Sana pergi! Dasar sopir nggak ada akhlak! Pamer-pamer kemesraan mentang-mentang saya jomblo.”

“Hahaha. Bukan pamer, Mas. Tapi ‘kan itu memang kenyataan. Bener kata dudul, rindu itu berat, kamu nggak akan kuat.”

“Mungkin maksudnya Dilan, Pak. Bukan dudul. Siapa itu?”

Pak Pardi tertawa lagi, “jadi gimana? Apa lagi yang mau Mas rundingkan dengan saya? Soal hutangnya Asyla sudah selesai. Urusan sama ceu May juga beres. Dan harus saya akui kalau ide yang Mas pakai itu bagus juga. Saya yakin dia nggak aka berani macam-macam lagi se nggak nya sampai beberapa tahun. Akhirnya dia dapat lawan yang sepadan juga. Hahaha.”

“Memangnya selama ini dia begitu?”

“Setau saya, iya. Dia nggak mau melepaskan dua anak laki-lakinya walaupun sudah menikah. Mereka selalu dituntut harus berbakti dan memberikan apapun yang dia mau. Istri kakak suaminya Asyla bahkan sampai pergi ke Arab jadi tkw karena saking pusingnya menghadapi dia.”

“Ahmad?”

“Ya. Kok Mas tau?”

“Asyla pernah cerita.”

“Cerita soal apa?”

“Soal Ahmad yang istrinya jadi tkw.”

“Duh, obrolannya sudah cukup jauh ya, bahkan sampai cerita soal Ahmad juga?”

“Begitulah ….”

“Pantas saja Mas mau menolong dia, rupanya sudah sejauh itu. Bagus, bagus ada kemajuan.”

“Heh, apa maksudnya sudah sejauh itu? Jangan salah paham, ya karena Asyla di sini hanya bekerja. Bukan yang lain-lain.”

“Memangnya yang bilang lain-lain siapa? Saya hanya mengatakan ada kemajuan kok.” Pak Pardi melenggang ke arah pintu kemudian membukanya. “Atau memang Mas maunya ada yang lain-lain? Tapi kalau misalnya ada yang lain juga nggak apa-apa. Kan sama-sama singel. Hahaha.” Lalu dia berlari keluar saat sebuah bantal sofa melayang ke arahnya diikuti omelan kesal Alendra.

“Pak?” Namun panggilan dari arah belakang membuatnya berhenti kemudian berpaling, dan tampaklah Asyla yang masih menggendong Tirta yang kini sudah terlelap.

“I-iya, Asyla? Ada apa?” Agak tergagap dia menjawab, tetapi lantas segera bertanya.

“Mulai malam ini saya pindah ke kamar belakang. Kasur yang pak Pardi bawa sudah dipasangkan.” Wanita itu berbicara.

“Iya, terus?”

“Cuma mau ngasih tau Bapak, kalau butuh apa-apa bisa cari saya di belakang saja.”

“Umm ….”

“Saya mau tidurin Tirta dulu, Pak. Kalau ada apa-apa panggil saja.”

Alendra tidak menjawab dan hanya membiarkan wanita itu berlalu hingga dia menghilang di balik pintu penghubung antara ruang tengah dan paviliun belakang di mana kamar pegawai berada.

***

Hari-hari berlalu seperti biasa. Tak ada yang berubah selain keberadaan Asyla di villa itu selama 24 jam penuh, sehingga apapun yang Alendra butuhkan terpenuhi. Sudah satu minggu berlalu dan segalanya wanita itu siapkan.

Makanan sudah tentu, bekal untuk bekerja apa lagi. Bahkan semua hal di villa itu tidak luput diuruskan sehingga dia hanya terima beres saja. Termasuk pakaian, baik untuk bekerja juga untuk yang lainnya.

Dan kehadiran Tirta menambah panjang daftar perubahan yang dialami oleh pria itu. Bahkan dalam kesehariannya dia kerap kali melibatkan anak dari asisten rumah tangganya tersebut, apalagi di waktu senggang.

“Hari ini sarapannya apa, Syl?” Seperti biasa Alendra turun dalam keadaan sudah rapi. Kemeja putih dipadukan dengan stelan jas berwarna coklat dan dasi senada karena hari itu akan menghadiri rapat direksi.

“Nasi goreng seafood kesukaan Bapak.” Dengan riang Asyla menjawab sambil meletakkan sepiring nasi goreng yang masih panas di hadapan Alendra. Sedangkan Tirta seperti biasa duduk di lantai.

Pria itu tersenyum, “lalu bekalnya?”

“Pagi ini saya bikin onigiri, Pak. Tapi nggak tau apa enak atau nggak.” Kemudian sebuah kotak bekal dsn tumbler berisi kopi sudah rapi di dalam tasnya dia tunjukkan.

“Onigiri? Memangnya bisa?”

“Kan belajar, Pak.”

“Belajar dari mana? Hape?”

“Nggak. Saya ‘kan nggak punya hape.”

Alendra tertegun. Dia baru ingat jika asisten rumah tangganya itu tidak memiliki alat komunikasi.

“Lalu kamu belajar dari mana? Youtube di tivi?”

Asyla menggelengkan kepala.

“Terus?”

“Saya menemukan majalah masakan di lemari, Pak. Terus saya baca kalau kerjaan sudah beres dan Tirta tidur. Di dalamnya ada banyak resep masakan yang saya belum pernah lihat, tapi sepertinya bisa dipelajari.”

“Dan kamu belajar dari situ?”

“Ya. Makanya bekal Bapak suka beda-beda.” Asyla terkekeh.

Dan memang benar, selama ini bekal yang dibuat oleh wanita itu jarang sekali dengan menu yang sama. Pasti selalu ada masakan yang bahkan tidak pernah dia pikirkan sebelumnya. Terkadang menu lokal, sesekali menu Eropa, atau sekali waktu pernah juga Asyla mengisi kotak bekalnya dengan masakan Korea yang sedang ngetrend. Tetapi rasanya disesuaikan dengan seleranya.

“Begitu ya?” Alendra menyandarkan punggungnya pada kepala kursi sambil menikmati sarapan dan pemandangan di depan sana yang akhir-akhir ini selalu membuatnya merasa nyaman. Bukan hanya masakannya yang selalu bisa memanjakan lidah, tetapi sikap dan pembawaannya yang menyenangkan sering kali menghangatkan hatinya.

“Ya.”

“Tanpa tivi, tanpa hape kamu bisa belajar?” tanya Alendra yang tengah meraba perasaannya sendiri.

“Bisa, selama ada buku yang masih bisa dibaca.”

“Dulu, kamu pernah punya hape?” Alendra bertanya lagi.

“Waktu kang Jaka masih ada ya punya. Tapi setelah meninggal, ya … Diambil Ambu.”

“Astaga! Nenek sihir itu lagi! Kenapa sih dia suka sekali menyulitkanmu? Terus hapenya dia apakan? Dipakai?”

Asyla menggelengkan kepala, membuat sang majikan merasa gemas sekali.

“Lalu?”

“Dijual.”

“Dijual?” Alendra dengan nada kesal. “Kenapa dijual? Zaman sekarang hape itu kan penting sekali untuk alat komunikasi. Kadang bisa dipakai untuk usaha juga.”

“Kata Ambu nggak perlu. Memangnya saya mau komunikasi sama siapa? Suami sudah nggak ada, saudara pun nggak punya.”

“Teman-teman?”

Asyla menggeleng lagi.

“Tapi ‘kan bisa buat apa saja.”

“Tetap saja buat Ambu itu nggak penting.”

“Dan kamu hanya menurut saja?”

“Nggak ada pilihan lain, Pak. Cuma Ambu yang saya punya.”

“Dia hanya mertuamu. Eh, kalau suamimu sudah meninggal apa bisa disebut mantan mertua?”

“Nggak tau, Pak. Yang pasti kang Jaka bilang kalau saya harus tetap sama Ambu apapun yang terjadi.”

“Walaupun kamu sampai dijual sama lelaki tua yang sudah banyak istrinya itu? Tolol sekali.”

Asyla menunduk.

“Maafkan kata-kata saya, tapi rasanya itu nggak logis sama-sekali. Apa-apaan itu, menyuruh istri untuk tetap tinggal dengan keluarganya sementara dia sudah mati? Seharusnya dia membiarkanmu memilih jalan hidup yang sesuai dengan kemauanmu, bukannya menyerahkan diri pada aturan orang lain. Bagus kalau mereka baik dan tidak merugikan. Kalau jahat seperti mertuamu? Bisa mati kamu di tangan mereka.”

Asyla menunduk semakin dalam.

“Ah, selera makan saya jadi hilang gara-gara membicarakan mertuamu.” Lalu Alendra menghentikan kegiatan sarapannya meski nasi goreng di piringnya belum habis. Dia meneguk air minum kemudian segera bangkit.

“Saya pergi sekarang!” katanya yang membuat Asyla mengangkat kepala.

“Maaf, Pak.” Dia segera bereaksi.

“Kenapa minta maaf?”

“Karena saya selera makan Bapak jadi hilang.” Asyla dengan nada sendu.

“Lho? Tidak juga.”

“Itu, tadi Bapak bilang begitu.”

“Bukan kamu, tapi mertuamu.”

Kini Asyla terdiam.

“Pergi dulu ya? Hari ini ada rapat dengan orang pusat.” katanya sambil mengenakan jasnya. “Tirta, jangan nakal oke? Jangan bikin susah ibumu, kerjaannya banyak!” Seperti biasa dia bicara kepada Tirta yang duduk di lantai dapur beralaskan kain, kemudian melanjutkan langkahnya ke arah pintu. 

“Dadah Bapak ….” Namun suara kecil Tirta sempat menghentikan langkahnya. Ini merupakan kata pertama yang balita itu ucapkan sejak Asyla membawanya ke sana.

“Tirta!!” Buru-buru sang ibu menggendongnya, dengan perasaan sedikit tidak enak yang muncul di dalam hati.  Raut wajahnya tampak canggung saat dia menatap ke arah majikannya. “Maaf, Pak. Sepertinya Tirta hanya meniru saya.” Ragu-ragu juga dia bicara, sedangkan Tirta melambai-lambaikan tangan. Usianya yang baru genap satu tahun memang membuatnya belum bisa berbicara dengan jelas, namun kedua orang dewasa di dekatnya paham apa yang dia maksud.

“Dadah Bapak, dadah ….” katanya yang semakin membuat Asyla tidak enak hati. Tetapi bagi Alendra, lagi-lagi membuat hatinya menghangat. Dia tau maksudnya tidak secara harfiah, tetapi hanya meniru sang ibu yang memang menyebutnya dengan sapaan Bapak sebagai bentuk penghargaan terhadap majikan semata.

Pria itu kembali mendekati anak dan ibu tersebut, lalu dengan lembut menyentuh pipinya. “Jadilah anak yang baik. Sholeh dan selalu menurut pada ibumu, ya?” ucapnya dengan lengkung senyum di bibir. Sekilas dia melirik ke arah Asyla sebelum akhirnya melanjutkan langkah keluar dari rumah untuk bekerja.

“Dadah, Bapak. Dadah ….” Dan suara kecil itu masih terdengar hingga Alendra masuk ke dalam mobilnya.

🌸

🌸

1
diktata
ada yg cmburu syl...🤭
Endang Priya
si Listy misinya mmg caper sih ya. jadi ya ada ada aja dah.
Bunda dinna
Listy jadi tamu kok g sopan gitu..
Ratu Tety Haryati
Syl... nurut ngapa.... Ale gak rwla kamu nanti disuruh-suruh, belum lagi nanti ada yang lihatin kamu.

Ini perempuan main nyelonong masuk tempat tinggal orang aja, bok permisi kek🤦‍♀️
𝐙⃝🦜尺o
yang ngotot pengen ditempat pak Ale dan janji siapin akomodasi sendiri siapa coba,, ujung ujungnya syla yang repot juga kan
aurel chantika
duh asyla disuruh dikamar aja malah nongol kan jadi disuruh2.
Listy ini mangkin lama mangkin ngelunjak kayaknya
🍁𝑴𝒂𝒎 2𝑹ᵇᵃˢᵉ🍁
Listy kebangetan songongnya nyebelin banget🙄
Attaya Zahro
Ngelunjak banget sih si Listy..dah numpang tahun barunan bisa²nya mau terima beres aja.Dikasih jantung minta hati,dasar ga tau diri.
Ale bukan hanya ga rela kalo Syla disuruh-suruh tapi yang pasti dia ga rela Syla dilirik laki² lain.
Dzulfan Ahlami
cie cie akuh GK rela kamu disuruh2 sama aku juga gak mau 🤪🤪🤪love love ah kang duda sekebon pisang
rahmalia maricar
suruh masuk lagi syla nya mas Ale,, jangan sampe disuruh² sama orang laen apalagi ama si listy,, ga rela pokokna
rahmalia maricar
ini si ulet bulu ngapain lagi sih kegatelan banget nyari mas Ale smpe ke paviliun segala tibang nyari gula,, sok bossy lagi bakar² pake minta dibantuin,, dikasih numpang taun baruan juga harusnya udah sukur jgn ngelunjak 😏😏
Al fathiya
ya ampun... udah sedekat itu adek bayik sama si bapak, gimana nanti tanggapan teman-teman bapak Ale ya
Ratu Tety Haryati
Terima kasih Upnya, Teh Fit🥰🥰🙏

Kekecewaan Ale akibat pengkhianatan sedikit demi sedikit mulai terkikis dengan kehadiran, Syla dan Tirta.
Djuniati 123
lahhh udah pantes tuh jd Bpk mas ale😁
𝐙⃝🦜尺o
jadi bapak beneran buat Tirta aja pak ale
Annie Gustava
dan bunga2 pun mulai bersemi ya pak ale. duh tirta knp ngomongin nen depan bapak seh, kan jd salting
aurel chantika
tolong ya Tirta kalau Bilang nen jangan didepan pak ale ntar dia pingin juga nen 🤣🤣🤣🤣
Mammi Rachmah
Bapak Al dgr kta Nen lngsng traveling, jdi nya lngsng ngjk Tirta maen pswat tempur 😂 Mak fit kurang nih bacanya bntar amat y double up. dong😘🤭
Ruwi Yah
setiap kali mendengar tirta bilang nen otak kamu udah traveling ya pak duda
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
Ale udah cocok jadi bapak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!