••GARIS TAKDIR RAYA••
Kehidupan Raya Calista Maharani penuh luka. Dibesarkan dalam kemiskinan, dia menghadapi kebencian keluarga, penghinaan teman, dan pengkhianatan cinta. Namun, nasibnya berubah saat Liu, seorang wanita terpandang, menjodohkannya dengan sang putra, Raden Ryan Andriano Eza Sudradjat.
Harapan Raya untuk bahagia sirna ketika Ryan menolak kehadirannya. Kehidupan sebagai nyonya muda keluarga Sudradjat justru membawa lebih banyak cobaan. Dengan sifat Ryan yang keras dan pemarah, Raya seringkali dihadapkan pada pilihan sulit: bertahan atau menyerah.
Sanggupkah Raya menemukan kebahagiaan di tengah badai takdir yang tak kunjung reda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10: Wanita murahan
Di dalam kamar, Arka masih berdiri di dekat jendela, dengan gelas berkaki di tangannya. Gelas kristal itu berisi minuman beralkohol yang sudah sedikit berkurang, mengeluarkan bau tajam yang mencuri perhatian indra penciumannya. Dia memegang gelas itu dengan santai, namun jari-jarinya yang menggenggamnya tampak tegang, seolah-olah minuman itu bukan sekadar pelepas dahaga, tetapi juga alat untuk menenangkan pikirannya yang kacau.
Pandangan Arka terfokus pada Raya yang masih bekerja keras di bawah sana. Matanya yang tajam mengikuti setiap gerakan wanita itu, namun ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Ada perasaan yang tidak bisa dia jelaskan, seperti potongan kenangan yang tersembunyi jauh di dalam benaknya. Sejak pertama kali bertemu Raya, ada rasa yang tak bisa dia pahami, seakan-akan dia sudah pernah bertemu wanita ini sebelumnya. Namun, ia tidak bisa mengingat kapan atau di mana.
"Kenapa aku selalu menyesal setelah melakukan itu pada wanita ini?" ujar nya sembari menyesap minuman yang dia pegang "Kenapa rasanya aku pernah bertemu dengannya? Tapi kapan dan di mana?" Batinnya bergejolak, penuh kebingungannya. Pandangannya semakin kabur, seperti ada kenangan yang terhapus begitu saja, dan dia tak bisa menemukan jawaban yang jelas.
Gelasnya berputar perlahan, Arka memandang minumannya untuk beberapa saat sebelum meneguknya dalam-dalam. Rasanya yang pahit seolah ingin membakar seluruh kebingungannya, namun tetap saja, perasaan yang mengganggu itu tetap ada.
Drtttttttt... Drtttttttt... Drtttttttt...
Suara deringan ponselnya memecah lamunan. Arka mengalihkan pandangannya dari Raya dan mengambil ponsel yang tergeletak di meja sampingnya. Tangan yang tadinya memegang gelas kini terulur ke arah ponsel, matanya tetap tajam, namun ada sedikit keraguan dalam dirinya saat menyentuh layar ponsel.
"Hallo!" Ucapnya, suaranya tetap tegas, tapi sedikit terburu-buru, seperti sedang mencoba mengabaikan rasa cemas yang tiba-tiba muncul.
"Sayang, apa kabar?" Tanya seorang wanita dengan nada bicara yang sengaja dibuat menggoda, suaranya bergetar manja, seolah mencoba memancing perhatian.
"Why?" Ucap Arka to the point, tidak sabar, dan nada suaranya terdengar agak dingin, seperti menahan amarah.
"Sayang, kok kamu gitu sih? Aku kangen banget sama kamu, emangnya kamu gak kangen sama aku?" Ujar wanita itu, suara menggoda semakin keras, namun ada kesan kesal yang tidak bisa dia sembunyikan. Dia berharap bisa menarik perhatian Arka.
"Gue sibuk... Jangan ganggu gue," ujar Arka, suara tegasnya mulai terdengar kesal.
"Kamu sibuk apa, Arka? Ini jam 2 dini hari, kau gila hah? Kenapa kamu selalu menghindari ku? Aku ini tunanganmu, sebentar lagi kita akan menikah. Tidak bisakah kamu bersikap baik padaku?" Ujar wanita itu, nada suaranya mulai naik.
"Gue peringatkan sekali lagi, gak bakal ada pernikahan antara lo dan gue. Jangan mimpi terlalu tinggi. Lebih baik lo terusin kerjaan lo, bukannya jam segini pelanggan lo lagi banyak-banyaknya?" Ujar Arka dengan tertawa renyah yang tidak tulus, nada cemooh jelas terdengar.
"Apa maksudmu, Arka? Kamu masih menyebutku seorang wanita penghibur? Harus dengan apa aku buktikan kalau aku wanita baik-baik?!" Wanita itu semakin marah, suara tangisannya hampir terlepas dari tenggorokannya.
"Cewek baik-baik macam apa yang masih belum tidur di jam 2 dini hari?" Ujar Arka, dengan nada penuh ejekan. Suaranya kasar, seakan ingin mengakhiri pembicaraan dengan satu kalimat yang menohok.
"Apa hubungannya jam tidur dengan hal itu, Arka? Kau selalu saja mencari-cari kesalahan orang lain untuk mendapatkan pembenaran atas dirimu sendiri. Memangnya hanya lelaki saja yang boleh begadang dan tertidur hingga larut malam, HUH?!" Ujar sang penelepon, kini dia merasa terpojok.
"Ini bukan masalah jam tidur. Gak ada yang salah kalau cewek begadang. Tapi cewek baik-baik gak akan bermalam di hotel sama cowok yang gak jelas hubungan-nya, bukan? Wanita murahan," Ujar Arka lagi, dengan nada penuh penghinaan. Matanya tajam, dan bibirnya menyunggingkan senyum yang bukan senyum, lebih seperti senyum kemenangan yang tidak pantas.
"JANGAN SEMBARANGAN MENUDUH KU, ARKANA!" Bentak wanita di sebrang sana, terdengar suara nafasnya yang terengah-engah, frustrasi dan penuh amarah.
"Lower your tone, bitch. Jalang rendahan kayak lo gak cukup pantas buat nyebut nama seorang Arkana Louwis. Posisi lo itu gak cukup lebih baik daripada sampah yang berserakan di jalanan, Gebby," ujar Arka dengan nada yang semakin rendah dan penuh kebencian.
"Berhenti mengatakan hal yang tidak penting, Arka. Aku meneleponmu baik-baik dan kau memfitnahku sekejam itu. Aku bukan wanita serendah itu!" Ujar Gabby.
"Hahahahaha... Seantero kampus tahu kalau lo itu seorang jalang rendahan, Gebby. Jangan ngerasa jadi cewek paling tersakiti. Berhenti nelpon gue dengan dalih pernikahan atau apalah. Gue bakal buktiin kalau perjodohan sialan itu bakal gagal," ujar Arka, tertawa sinis.
"Arka... Mulutmu itu sangat tajam," ujarnya, dengan suara yang tercekat, isak tangisnya terdengar semakin keras. Sungguh, kata-kata Arka telah membuatnya hancur. Ia tak tahu lagi harus bagaimana, seolah tak ada harapan lagi.
"Ya syukur lah kalau lo tau. Jadi berhenti mimpi buat nikah sama gue. Karena bentar lagi gue bakal buktiin sama mommy dan daddy kalau wanita yang mereka pilih adalah simpanan para om-om!!" Tanpa basa-basi, Arka langsung mematikan teleponnya, meninggalkan wanita itu terdiam di seberang sana.
Di seberang sana, Gabby itu mendengus kesal, gemas dengan ucapan Arka barusan. Wajahnya dipenuhi rasa marah yang sudah lama terpendam. Ia memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan diri. Setelah beberapa detik, ia mendekatkan ponselnya dengan wajah penuh kebencian.
"Sialan! Susah sekali mendapatkan pria dingin itu. Aku kira dia akan luluh jika mendengar suara lembut ku," ujarnya dengan suara yang bergetar penuh emosi. Dengan gerakan cepat dan penuh kekesalan, Gebby membanting ponselnya ke meja, membuat suara keras yang memenuhi ruangan.
"Sudah lah, sayang, kita masih punya banyak waktu untuk membuat rencana agar anak kecil itu terjerat dalam cinta palsu-mu. Ayo lanjutkan yang tadi, aku belum puas!!" Ujar pria tua yang ada di sampingnya, suara yang dipenuhi dengan kesabaran palsu, seakan ingin membujuk wanita itu untuk melanjutkan aktivitas panas mereka. Gebby itu tampak terhenyak, matanya lelah, dan suaranya terdengar lemah, tidak seperti biasanya.
"Aku lelah, om... Biarkan aku beristirahat sejenak saja. Kita sudah melakukan ini berkali-kali, apa om tidak lelah?" Ujar Gebby dengan nada yang hancur, mood-nya runtuh setelah mendengar ucapan Arka.
Gebby adalah wanita yang dijodohkan dengan Arka, sebuah rencana yang telah dibuat oleh kedua keluarga mereka, lebih tepatnya oleh ayah Arka dan sahabat karibnya, ayah Gebby. Rencana itu dilakukan dengan harapan agar kedua keluarga semakin dekat, tetapi semuanya justru berakhir dengan penolakan yang pahit dari Arka.
Namun siapa yang menyangka jika Arka menolak mentah-mentah rencana itu. Meskipun pada akhirnya mereka tetap bertunangan, namun Arka tidak pernah memakai cincin pertunangan itu, bahkan tidak pernah mengakui hubungan itu. Arka tidak pernah menganggap Gebby sebagai calon istrinya.
Arka tahu betul bahwa Gebby bukanlah wanita baik-baik. Ia sering mendengar cerita dan melihat foto-foto yang memperlihatkan kebiasaan buruk Gebby yang suka berhubungan seks dengan om-om atau bahkan dengan lelaki seusianya. Hal itu membuat Arka semakin jijik dan semakin enggan untuk melibatkan dirinya dalam kehidupan wanita itu. Gebby yang kini berusia 24 tahun, memiliki penampilan yang menggoda, tubuh langsing yang selalu terbalut pakaian yang provokatif, dan senyum penuh rayuan yang memikat para lelaki. Namun, meskipun terlihat seperti wanita yang diinginkan banyak pria, Arka tahu siapa dia sebenarnya, dan itulah yang membuatnya semakin menjauh.
••••••
Setelah panggilan berakhir, Arka kembali menatap ke arah kolam renang, tempat dia tadi memandangi Raya yang sedang berjuang mengisi air untuk memenuhi kolam tersebut. Namun, kini pandangannya kosong. Raya sudah tidak ada di sana, Kolam yang sudah terisi penuh.
"Ke mana wanita bodoh itu?" Ucap Arka dengan nada geram, matanya menyapu sekeliling, menelisik ke segala penjuru, namun tak menemukan Raya di manapun.
Dia melangkah kembali ke jendela kamar bagian lain, berusaha mencari keberadaan Raya dari balik tirai yang sedikit terbuka. Namun, tetap saja, tidak ada tanda-tanda keberadaan Raya. Pandangannya semakin terburu-buru, seperti mencari sesuatu yang hilang tanpa alasan yang jelas. Hingga akhirnya, setelah beberapa lama menatap kosong ke luar jendela, Arka mulai berpikir bahwa mungkin Raya sudah kembali ke kamarnya.