Dijodohkan dengan cowok jalanan yang ternyata ketua geng motor membuat Keisya ingin menolak. Akan tetapi ia menerimanya karena semakin lama dirinya pun mulai suka.
Tanpa disadari, Keisya tak mengetahui kehidupan laki-laki itu sebelum dikenalnya.
Apakah perjodohan sejak SMA itu akan berjalan mulus? atau putus karena rahasia yang dipendam bertahun-tahun.
Kisah selengkapnya ada di sini. Selamat membaca kisah Ravendra Untuk Keisya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Identitas Ragalaxy 2
..."Hanya anggota Ragalaxy yang memiliki tingkah Freak bahkan miris."...
.
•••••••••••••
Seusai dari kantin, kini Keisya dan Aurel kembali ke kelas. Namun, karena hari ini guru banyak yang tidak hadir dengan alasan sakit dan ada yang izin jadi kelas Keisya seharian ini kosong tidak ada pembelajaran. Hari yang enak bagi Keisya bukan? Tentu saja.
Keisya tengah sibuk memiringkan Hp-nya, sedangkan Dion juga sibuk memainkan Hp-nya. Sementara Aurel jangan di tanyakan lagi, ia sudah menghilang dari samping Keisya. Kemana lagi kalo bukan ke bangkunya Devan.
"Van, gue kasian sama Keisya sumpah. Dia masa ditinggal gitu aja sama Dion." adunya pada Devan.
Devan menghela napas panjang, dari Devan sendiri ia malah menganggap lebih kasihan Dion daripada Keisya. Karena apa? Dion akan terluka lebih parah dari rasa sakit perut yang Keisya rasakan nantinya.
"Skip. Sekarang gue tanya sama lo Kei," ucap Devan keras sampai terdengar oleh Dion juga. Namun lelaki itu tetap menatap layar ponselnya.
"Apaan?" jawabnya tanpa beralih pandangan dari layar Hp-nya.
Bukan malah Devan yang melanjutkan niatnya untuk berbicara pada Keisya. Sudah terburu Dion yang sontak melontarkan pertanyaan pada Keisya secara tiba-tiba.
"Sakit perut nggak?" Pertanyaan Dion membutuhkan waktu bagi Keisya untuk menjawab hal itu.
Keisya beralih menjadi menatap Dion yang berada di sisinya. "Iya, hehehe." balasnya sambil cengengesan agar tidak kelihatan jika dirinya sedang mengkhawatirkan Dion.
"Kok bisa? Makan minum apa aja tadi?"
"Bakso dan Es Teh."
"Nggak mungkin bisa sakit perut, kecuali ada makan dan minum lagi."
Mampus lo Sya, mau ngomong apa lagi lo ke Dion? Cowok kayak dia nggak gampang di boongin Keisyaa ... Aduhh, lo bego banget sih! Batinnya kesal.
Keisya sedikit merasa canggung ketika ditanya seperti itu oleh Dion. Apalagi ini menyangkut hal yang tadi terjadi di kantin.
"Iya tadi makan eskrim—" Keisya menggantung ucapannya. Dion masih setia mendengarkan sampai ucapan Keisya selesai.
"Es krim rasa coklat." lanjutnya langsung mendapati keheningan dari Dion.
Raut wajah Dion kini berubah menjadi datar. Lelaki itu menyimpan ponselnya ke dalam tas. Kemudian pergi begitu saja dari kelas, juga di ikuti oleh Devan yang sedari tadi menyimak obrolan mereka.
"Bran, bangunin Dafa sama Jean!" perintah Devan lari keluar kelas.
Gibran yang ikut menyimak tadi hanya berdecak kesal. "Woi, bangun kebo!" ketusnya dengan nada datar.
Cowok dingin tersebut menggoyahkan tubuh dua manusia yang selalu tidur di kelas saat jamkos. "Apa sih ... gue lagi turu, jangan ganggu gue." gumam Dafa masih dalam keadaan muka bantal.
Lalu Gibran juga menggoyangkan tubuh Jean yang tertidur dibeberapa kursi dibentuk barisan sehingga Jean gunakan untuk tidur.
"Woi, bangun anj*ng, Dion pergi!" sarkas cowok kulkas itu mulai emosi.
Sontak dua cowok berpenampilan acak-acakan serta baju yang keluar dari celana osis itu sering mencerminkan bahwa penampilan Dafa dan Jean mirip gembel. Akan tetapi berbeda cerita lagi ketika sedang kumpul di markas. Mereka adalah cowok yang paling mementingkan outfit pakaian agar terlihat sempurna.
Dafa dan Jean tersentak langsung bangun dan arah pandangnya kemana mana mencari seorang Dion yang sudah tak terlihat di dalam kelas. "Ketua kita pergi ke mana cuy?" tanya Dafa dengan napas tak beraturan.
Jean ikut panik. "Gas hayuk, cari Dion anjir!" katanya keras saking kagetnya. Akhirnya anggota inti Ragalaxy pun pergi keluar kelas mencari keberadaan Dion yang sedang di kejar oleh Devan.
"Sya,"
"Hm,"
"Disaat kayak gini, lo diem aja gitu?" Heran Aurel menepuk jidatnya sendiri.
"Mau gue apain? Gue santet, gitu? Males ah mending gue nonton frozen di Hp gue." balasnya tanpa menghiraukan wajah Aurel yang sudah panik.
Seorang Aurel keluar ke kelasnya, sesekali bertanya pada siswa siswi yang berlalu lalang di depan kelasnya. "Lo ada ngeliat anak Ragalaxy nggak?" Tanya cewek berambut pendek sebahu itu pada seorang siswi.
Siswi yang ditanya tersebut menggeleng sambil membawa buku catatan—melenggang pergi melewati Aurel. "Yaudah, thanks ya!" Kata cewek itu setengah berteriak.
Kemudian Aurel bertanya pada salah satu anak IPA, yang kebetulan lewat di hadapan Aurel. "Kak, ada ngeliat anak Ragalaxy nggak ya?"
Dua orang siswa bertubuh tinggi itu saling bertukar pandangan. "Ragalaxy? Nama geng? Kayak pernah denger, tapi kurang paham." jawab sang kakak kelas 12.
Aurel menepuk jidatnya sabar. Cewek tersebut menarik napas panjang. "Iya Kak, anak-anak geng Ragalaxy. Yang di ketuai sama Ravendra." ucap Aurel penuh sabar walau emosinya sudah memburu.
Bagaimana Ragalaxy tidak se-terkenal geng motor lain? Tapi tunggu! Aurel tiba-tiba mengingat ucapan Devan kala itu.
"Udah gue bilang, Ragalaxy itu bukan geng motor sekarang. Jadi nggak usah bahas-bahas anak motor kayak gitu disangkut pautkan sama Ragalaxy. Ya jelas nggak ada yang tau, orang kita rahasiain identitas kita. Kalo sampe satu sekolah tau, gue sama yang lain nggak akan pernah sering kena hukuman. Yang ada malah hidup bebas di sekolah ini." ujar Devan saat ia jalan-jalan bersama Aurel.
"Oh, si Dion anak pinter itu ya? Gue ngeliat sih tadi. Kalo nggak salah lagi dibawa ke UKS." jawab si kakak kelas itu bersama temannya.
Sontak Aurel terkejut mendengar penuturan kakak kelasnya. "Hah?! Serius lo kak?! Dion dibawa ke UKS?" pekiknya tidak percaya.
"Iya, yaudah gue ke kelas dulu." ujar kakak kelas tersebut kemudian pergi..
Sementara Aurel langsung menghampiri Keisya yang begitu tenang dengan alunan musik dari benda tersumpal di telinganya.
"Woi, Sya! DION MASUK UKS, WOI!! GILA NIH ANAK MASIH BISA-BISANYA DENGERIN MUSIK DENGAN TENANG!"
Karena merasa terusik, Keisya melepas benda mungil yang tersumpal di telinganya.
"Apa, Rel? Lo ngomong apa sih?" Keisya menatap Aurel yang sudah bernapas terengah-engah.
"DION MASUK UKS!!" .
Seketika raut wajah Keisya menjadi khawatir, yang awalnya ia hanya biasa saja kini berubah. "Kenapa bisa masuk ke UKS, Rel?" Matanya mulai meneteskan air bening ke pipinya.
"Udah ayo ke sana, Rel." Tanpa dijawab oleh Aurel, Keisya lebih dulu menarik tangan sahabatnya supaya segera ke UKS.
•••••
"Gimana nih? Dion nggak sadar-sadar. Ini juga si Keisya ke mana dah!" ketus Dafa berkacak pinggang sembari mondar mandir didalam UKS.
Tok tok tok!
Suara pintu dibuka tanpa permisi, memperlihatkan dua orang dengan raut wajah khawatir. Ya, Keisya dan Aurel masuk ke UKS dengan napas tak beraturan.
"Dion ... Lo kenapa Di ... Hiks hiks ... Lo kenapa bisa masuk sini. Dion sadar dong ... Gue takut lo kenapa-napa." Tangis pecah Keisya berusaha menggoyahkan tubuh lemah Dion.
Lelaki itu kini terbaring lemas dengan mata terpejam. "Dion nusuk perutnya pake pisau." lirih Dafa jujur dengan berat hati.
Keisya menoleh ke Dafa, gadis itu sekarang sedang mendekati cowok bernama Dafa tersebut. "Dion lukain dirinya sendiri?! Hah?! Jawab gue Daf! Terus lo semua nggak bisa cegah dia?! Lo semua apaan kayak gini!" Amarah Keisya disertai tangis yang mengiringi emosinya.
Aurel hanya pasrah jika amarah sahabatnya sudah keluar seperti ini. Ia terkejut ketika melihat Dion tiba tiba sudah sadar dari pingsan. "Keisya," ucap Aurel namun dibalas ketus oleh gadis tersebut.
"Gue lagi ngomong sama Dafa, Rel!" tegasnya tanpa memperdulikan Dion yang kini tengah berusaha untuk mendudukkan diri.
Keisya hampir akan menampar Dafa tetapi kegiatannya terhenti karena suara seseorang yang familiar bagi Keisya. "Keisya, mereka nggak salah. Justru mereka yang berusaha mencegah gue biar nggak tusuk perut gue sendiri. Mereka baik, Sya. Jangan tampar Dafa, tampar gue aja." Suara parau dari Dion mampu menghentikan aktivitas Keisya yang hampir menampar Dafa.
Keisya berbalik badan dan mendapati Dion yang sudah berdiri dengan tangan memegangi perutnya. "Dion?" lirihnya tak percaya.
"Tampar gue, Sya. Gue udah bikin lo khawatir kan." celetuk Dion menatap gadis itu.
"Nggak. Perut lo gimana sekarang?" tanya Keisya, air matanya sudah menetes sejak tadi.
Dion menunduk menatap perutnya yang masih nyeri. "Nggak apa-apa kok."
"Nggak apa-apa gimana? Itu ketusuk kan perut lo?" jawab gadis tersebut mencari kebenarannya.
Lelaki itu mengangguk. "Iya, tapi nggak dalem kena pisau nya. Karena keburu dibius sama Dafa." ungkapnya membuat Keisya menaikkan satu alisnya pada Dafa.
Yang merasa ditatap pun hanya cengengesan tak berdosa. "Ya abis dia udah nusuk cepet banget, daripada ntar tambah dalem lukanya mending gue suntik aja lengannya. Eh, bukannya kebius malah kagak mempan anjir, yaudah gue pake cara kedua gue minta Jean buat paksa dia minum obat bius juga kagak mau, ngeberontak terus." jelas Dafa menghempas napas gusar.
"Mau nggak mau kita sekap dia dari belakang. Biarlah nggak bisa napas sampe pingsan daripada mati konyol dengan bunuh diri pake gituan." sambung Jean bersedekap bangga.
Bibir Keisya terangkat membulat. Bagaimana bisa Jean merasa bangga atas dirinya menyekap ketua geng motornya sendiri? Haduh, Ragalaxy prik banget.
"Itu juga nggak mudah. Dion itu kuat, kita tahan pergerakan dia sampe beberapa menit. Sampe akhirnya gue ngelakuin hal terpaksa, gue tekan perutnya biar nggak bisa napas selain dari hidung dan hirup obat bius itu." sahut Gibran.
Keisya dan Aurel menggeleng miris. "Sangat kejam." celetuk Aurel datar.
"Miris sekali." sambung Keisya lalu menatap malas pada Dion.