Di usianya yang beranjak remaja, pengkhiatan menjadi cobaan dalam terjalnya kehidupan. Luka masa lalu, mempertemukan mereka di perjalanan waktu. Kembali membangun rasa percaya, memupuk rasa cinta, hingga berakhir saling menjadi pengobat lara yang pernah tertera
"Pantaskah disebut cinta pertama, saat menjadi awal dari semua goresan luka?"
-Rissaliana Erlangga-
"Gue emang bukan cowo baik, tapi gue bakal berusaha jadi yang terbaik buat lo."
-Raka Pratama-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caramels_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Waktu terasa berhenti kala Raka mengucapkan perkataannya. Degup jantung Rissa semakin cepat mendengar pengakuan dari cowok di sampingnya itu. Sejujurnya Ia pun bingung harus menjawab apa.
“Maaf,” Rissa tertunduk lesu tak berani menatap mata Raka.
“Nggak papa kok, gue bakal nunggu lo sampai lo bisa buka hati buat gue,” Raka berusaha menenangkan hatinya sendiri yang terasa sesak. Rissa tak kuasa lagi menahan air matanya, merasa bersalah sebab dia belum bisa membuka hatinya untuk cowok sebaik Raka. Ia langsung memeluk Raka mencari kenyamanan, Raka pun membalas pelukan Rissa.
Langit sore itu menjadi saksi antara dua insan yang saling terjatuh dalam lubang bernama cinta namun dalam keadaan tidak baik-baik saja. Perang batin terjadi di dalam diri masing-masing. Tak akan ada yang tau kapan pelangi indah hidup mereka akan muncul. Entah besok, lusa, atau waktu terbaik yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Rissa akui ia merasa nyaman di dekat Raka, tapi sisi trauma dirinya tak dapat dienyahkan. Mungkin, waktu perlahan akan menyembuhkan.
“ Maafin gue, gue belum bisa menjalin hubungan baru. Gue masih trauma sama apa yang telah terjadi di hidup gue,” Rissa menatap manik mata Raka dengan air mata mengalir deras.
“Iya, Gue tau kok. Gue cuma ingin lo tau kalau masih ada orang yang sayang sama lo. Gue juga bakal nungguin lo mau selama apapun itu,” Raka tersenyum sembari mengusap air mata Rissa.
“Udah jangan nangis, ntar lu tambah jelek,” ia mencubit hidung Risa membuat pemiliknya menepuk bahu Raka.
“Yuk pulang keburu malam,”
“Yuk,”
...****************...
Malam ini mereka sedang menonton televisi bersama di Villa tersebut tiba-tiba terdengar dering ponsel dari sebelah Rissa duduk ia mengangkat panggilan di ponsel itu yang tertera tulisan “Mama❤” di layarnya.
“Assalamualaikum,” ujar wanita paruh baya di seberang.
“Waalaikumsalam,”
“Gimana kabarnya?”
“Aku baik-baik aja kok, mama tenang aja,” tiba-tiba dari seberang telepon terdengar bunyi lemparan benda kaca begitu keras.
“Ada apa Ma? Mama nggak papa kan?” Rissa khawatir tentang keadaan mamanya.
“E-eh iya, Mama baik-baik aja kok, kamu jaga kesehatan di sana, nanti Mama telepon lagi. Sekarang mama masih ada urusan. Daaah, assalamualaikum,” Bu Emil mematikan panggilan sepihak seperti sedang menutupi sesuatu. Hal itu menyisakan tanda tanya dan rasa gelisah di hati Rissa.
“Ada apa Sa?”
“Tadi mama nelpon gue terus gue dengar kayak ada suara lemparan barang keras banget, terus mama gue kayak buru-buru matiin telepon kayak lagi nutupin sesuatu. Gue takut ada apa-apa di rumah Ka,” Raka berusaha memberi ketenangan pada Rissa dengan memeluknya.
“Lo tanyain aja ke Daeren apa yang sebenarnya terjadi di rumah,” Rissa pun menuruti ide Raka untuk menghubungi adiknya. Ia meraih ponselnya kembali lalu menekan nomor Daeren. Beberapa kali ia menelpon hanya suara operator yang menjawabnya hingga mungkin panggilan ketujuh barulah terdengar suara adiknya.
“Halo Kak,”
“Eh Dek, ngomong-ngomong ada apa di rumah?”
“Kayak biasanya sih Kak, papa habis banting barang-barang terus hari ini papa pulang lebih awal dari mama. Jadi ya tambah marah deh. Tapi Kakak tenang aja Papa nggak sampai nyakitin aku dan Mama kok,” Daeren berusaha memberi penjelasan agar kakaknya tidak cemas. Ia tau kakaknya sudah merasakan semua ini dari dulu. Kakaknya selalu memendam bebannya sendirian tanpa mau berbagi ke yang lain.
“Udah dulu ya Kak jangan terlalu dipikirin, percaya sama aku. Aku bisa jagain mama,”
“Ehmmm kalau ada apa-apa bilang sama kakak. Maafin kakak yang nggak bisa nemenin kamu,” suara Rissa bergetar menahan isak tangis. Ia merasa tak berguna sebagai seorang kakak.
“Nggak apa-apa kakakku sayang, lebih baik Kakak nikmatin liburan dulu di sana. Jangan lupa bawa oleh-oleh kalau pulang. Ya udah aku mau belajar sebentar,”
“Tumben lo belajar. Emang mau belajar apa?”
“Belajar jadi calon imam yang baik,” Daeren terkekeh di seberang sana.
“Masih kecil udah imam-imaman aja,”
“Biarin. Bye kakakku yang jelek,” ujar Daeren mengejek Rissa.
“Dasar! Bye adek paling cerewet,” balas Rissa mengejek Daeren. Setelah itu, Rissa memutus sambungan teleponnya. Ia beralih menatap Raka yang juga sedang menatapnya.
“Gimana?” Raka penasaran dengan apa yang terjadi pada Rissa.
“Papa gue marah-marah nggak tahu kenapa. Terus waktu Mama pulang terlambat Papa biasanya nuduh macem-macem,” Rissa tertunduk. Raka mengelus pundak Rissa berusaha menenangkannya. Ia pun bingung harus bagaimana membantu Rissa. Ia hanya bisa berusaha untuk membuat Rissa selalu bahagia di dekatnya.
“Ya udah lu lebih baik tidur aja sana. Jangan banyak pikiran! Good night Rissa,” Rak mengacak rambut Rissa seperti anak kecil. Hal itu membuat Rissa tersipu, sehingga ia pun langsung bergegas menuju kamarnya.
Raka masih terdiam di tempatnya memandangi punggung Rissa yang semakin hilang di balik dinding. Ia pun tersenyum melihat tingkah Rissa yang tersipu malu karenanya.
...****************...
Pagi ini Risa dan Raka berencana akan jogging bersama. Mereka memutari salah satu taman yang ada di Bali kurang lebih sebanyak 5 kali.
“Yuk istirahat dulu,” mereka beristirahat sebentar di bawah pohon rindang.
“Tunggu di sini gue beliin minum dulu,” lalu Raka berlari menghampiri penjual minuman keliling dan kembali dengan membawa 2 botol air mineral.
“Nanti jam satu siang kita balik. Jadi habis ini lo siapin barang-barang yang lo bawa,” ujar Raka mendadak.
“Nanti sore? mendadak banget,”
“Soalnya gue mau ngajak lo ke kawah Ijen,”
“Hah?! Maksud lo kita mendaki gitu?” Rissa terkejut mendengar pernyataan Raka.
“Iya, tapi kalau lo nggak mau ya nggak jadi,”
“Gue mau bangettt,” seru Rissa.
“Ya udah habis ini kita balik ke Villa terus persiapan berangkat,”
“Sekarang kan masih jam 09.00-an,”
“Yaa kan nanti lo siapin barang bawaan lo dulu, terus belum lagi dandan lo yang berjam-jam itu,” Rissa berdecak mendengar penuturan Raka yang baginya sangat hiperbola.
“Jangan cemberut gitu, sini-sini,” tangan Raka terulur agar Rissa ikut berdiri. Rissa pun menerima uluran tangan Raka.
Sebelum mereka meninggalkan taman itu, mereka mampir sebentar ke penjual es krim karena permintaan Rissa.
“Bang es krim rasa vanilinya dua,” ujar Raka kepada Abang penjual es krim.
“Ini Mas Rp10.000,” Abang penjual tersebut menyodorkan pesanan es krim. Raka pun membayar dengan selembar uang berwarna ungu.
“Ngomong-ngomong cewek di sebelah Mas pacarnya ya, cantik juga Mbaknya,” ujar Abang penjual tersebut dengan tersenyum jahil.
“Doain aja Mas habis ini dia mau nerima saya,” Raka membalasnya dengan setengah berbisik. Rissa yang masih bisa mendengarnya pun memukul bahu Raka pelan.
“Terima aja Masnya Mbak. Dia ganteng terus Mbaknya cantik fix deh cocok banget,” sahut Abang penjual dengan terkekeh. Sontak pipi Rissa merona mendengar perkataan penjual tersebut. Ia menyikut lengan Raka untuk memberi kode agar segera pergi dari sini.
“Ya Udah Pak kami pergi dulu doain aja yang terbaik,” pamit Raka diakhiri kekehan.
“Siap mas saya Doain biar cepat-cepat diterima sama Mbaknya,” jawab penjual itu sambil mengangkat jempolnya.
Raka tertawa puas melihat wajah Rissa seperti kepiting rebus. Kini mereka berada di samping kolam ikan yang terletak di sekitar taman sebab Rissa menyeret tangan Raka setelah mendengar perkataan penjual es krim tadi.
“Eh eh berhenti! kenapa lo nyeret gue sih?” Raka menahan tawanya.
“Lo sih bilangnya aneh-aneh sama abang penjual tadi,” Rissa menggembungkan pipinya membuat Raka semakin gemas padanya.
“Udah jangan kayak gitu, bukannya tambah gemesin malah tambah jelek. Hahaha….,” Raka mencolek hidung Rissa dengan es krimnya.
“Isshh kok make es krim sih! Lengket tau!” protes Rissa.
“Biarin, biar dikerubungi semut. Wleee…,” Raka menjulurkan lidahnya diiringi tawa bahagia melihat Rissa cemberut karenanya. Rissa pun membalas perlakuan Raka dengan mengoleskan es krim di pipi cowok tersebut.
Akhirnya, mereka saling kejar-kejaran di area taman itu. Memang tingkah mereka terkadang seperti anak kecil, namun mereka berdua bahagia hanya dengan hal sederhana semacam itu.
“Nah kena kan lo,” Raka berhasil meraih pinggang Rissa dan menguncinya agar tidak dapat kabur lagi.
“Ih lepasin!” berontak Rissa sambil memukul tangan Raka yang melingkar di pinggangnya. Raka pun melepaskan Rissa dan beralih menggenggam tangannya.
“Ya udah yuk pulang,” sebelum kembali ke Villa, tak lupa mereka membilas wajah yang penuh dengan es krim di salah satu kran umum di pinggir taman.
...****************...
Tepat pukul 01.00 siang mereka telah berada di pelabuhan Gilimanuk untuk meneruskan liburan mereka ke kawah Ijen. Kemudian mereka memilih untuk beristirahat sebentar di sebuah tempat makan lesehan di sekitar Kawah Ijen. Sejuknya udara menambah kenyamanan dua insan yang sedang diselimuti asmara dalam diamnya.
“Istirahat aja dulu, nanti sekitar jam 10-an baru kita berangkat,” Raka yang awalnya duduk di depan Rissa berpindah ke sebelahnya. Ia menyandarkan kepala Rissa agar tidur di bahunya.
Tak terasa hari mulai gelap, mereka bergegas menuju pos pendakian Kawah Ijen sekitar pukul 09.00 malam. Mereka membeli minuman dan makanan ringan terlebih dahulu untuk bekal saat mendaki nanti.
Saat jarum jam telah berada di angka 10, mereka pun memulai pendakian. Udara yang begitu dingin merasuk sampai ke tulang-tulang Hal itu menyebabkan Rissa sedikit menggigil dan mengeratkan jaket tebalnya. Jemari Raka pun tak pernah lepas menggenggamnya.
“Gue takut lo hilang, jadi jangan lepasin tangan gue ini,” katanya sembari tersenyum jahil.
...****************...
Kurang lebih selama 3 jam mereka berdua berhasil sampai di puncak. Langit yang masih terlihat gelap membuat semua orang bisa menyaksikan kawah panas berwarna biru. Peristiwa tersebut disebut sebagai blue fire yang hanya ada dua di dunia, salah satunya di Indonesia tepatnya di Kawah Ijen sedangkan satu lagi berada di Negara Islandia.
Tak lupa mereka mengabadikan momen indah yang menyuguhkan pemandangan blue fire yang sangat menakjubkan.
“Gimana? lo suka gue ajak ke sini?” tanya Raka melihat ekspresi Rissa begitu bahagia hingga membuat Raka yang melihatnya mengacak rambutnya gemas.
“Makasih ya lo udah ajak gue ke sini,”
“Gue akan lakuin apapun biar bisa buat lo bahagia,” Raka menangkup kedua pipi Rissa.
“Kalau lo ada masalah cerita aja sama gue, gue bakal bantu buat nyelesain sebisa gue,” Rissa terharu mendengar ucapan Raka. Air matanya yang sudah menggenang di pelupuk mata kini telah menetes tanpa bisa ia tahan.
“Jangan nangis, nanti lo tambah jelek. Habis ini kan kita mau foto-foto,” Raka mengusap air mata yang mengalir di pipi Rissa.
“Isshhh gue lagi terharu nih,” Rissa memukul dada bidang Raka karena telah merusak suasana haru yang sedang terjadi.
“Iya maaf, gue bakal berusaha menghapus luka yang udah lo alami selama ini dan bikin lo percaya ke gue,” Ia beralih menggenggam tangan Rissa lalu mencium lembut punggung tangannya.
Sontak Rissa terkejut oleh perlakuan Raka. Kini, wajahnya seperti kepiting rebus, beruntung langit masih gelap sehingga Raka tidak tahu jika saat ini pipinya begitu merona. Setelah itu, mereka pun menikmati pemandangan blue fire sembari mengistirahatkan diri mereka masing-masing.
Sang surya perlahan hadir kembali untuk bersiap menyinari bumi. Saat ini Raka dan Rissa tengah disibukkan oleh jepretan foto yang baru saja mereka abadikan. Sesekali mereka meminta tolong kepada wisatawan lain untuk memotret mereka berdua. Di tengah kesibukan mereka melihat-lihat hasil jepretan itu, tiba-tiba Rissa memanggil Raka dengan nada serius.
“Raka,” sang pemilik nama pun menoleh ke arahnya lalu fokus kembali melihat foto mereka berdua.
“Apa?” jawabnya sembari masih fokus dengan isi kamera. Rissa menundukkan kepalanya, ia ragu untuk mengatakan sesuatu.
Menunggu Rissa yang tak kunjung berbicara, Raka pun bertanya lagi namun tetap fokus dengan kamera di tangannya.
“Ada apa? ngomong aja,”
“Ehmmm g-gu-gue…” Raka tetap menanti hal yang ingin dikatakan Rissa.
“Iya, lo kenapa?”
“Gue sayang sama lo,” Rissa menolehkan kepalanya ke arah lain menahan malu, sedangkan Raka yang terkejut langsung beralih menatap Rissa dengan pandangan tak percaya.
“Apa? Coba ulangi lagi,” Rissa sedikit kesal karena ia harus mengulangi perkataannya. Ia pun memberanikan diri untuk menatap tepat pada manik mata Raka dan berkata dengan penuh penekanan
“GUE.SAYANG.LO,” pipi Rissa merona setelah mengatakan itu, Raka pun tersenyum mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Rissa.
Seketika itu, mereka pun saling berpelukan merasakan bibit cinta yang sedang tumbuh di hati mereka berdua.
“Jadi lo mau jadi pacar gue?” Rissa mengangguk dalam dekapan hangat Raka, kemudian Rissa mendongakkan kepalanya, tepat di detik itupun mata mereka saling beradu melihat betapa besar rasa cinta di balik mata indah itu.
“Gue emang masih ngerasa trauma, tapi kalau gue pikir-pikir mau sampai kapan gue takut buat mulai hubungan baru lagi jadi untuk saat ini gue bakal berusaha buka hati gue lagi buat lo,” Ia mengakhiri perkataannya dengan sebuah senyuman manis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...