"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Just Him
Jika kalian menyangka anak bungsu perempuan akan dimanja dan ditimang, untuk keluargaku nyatanya tidak. Bunda dan Ayah tidak pernah membedakan kami, tetapi Ayah akan lebih memperhatikan segala tindakanku di banding memperhatikan segala tindakan Chaka. Jika dengan Chaka, Ayah akan berdiskusi. Jika denganku Ayah tidak sering mengajakku berdiskusi, karna sifatku yang bebal sehingga Ayah cenderung ketegas.
Jadi, jika sampai Yardan membuka mulut tentang apa yang aku lakukan malam itu, maka tamat riwayatku.
Bukan hanya nama keluargaku yang hancur, bisa-bisa hidupku juga hancur karna semua akan Ayah sita ditambah omelan Bunda.
"Gue udah peringatin lo sebelumnya Yardan" ucapku dengan setenang mungkin.
"Gue gak bilang kalau gue ketemu lo di tempat itu, gue hanya bilang gue jalan bareng lo Bil."
Aku menarik sebelah sudut bibirku, "lo kira anak-anak bakal percaya gue mau lo ajak jalan?."
"Kan bisa aja lo mau, secara gue udah hampir tiga tahun ngejar lo."
"Jangan samain gue kayak lo ke Gladis Yardan" tekanku, "sekali gue bilang enggak, gak mungkin berubah iya."
Ya, aku bukan Yardan yang bisa jalan dengan Gladis meski tidak suka dengan gadis itu. Jika tidak suka, aku akan menghindar dan tidak mau memberi harapan.
"Tapi kenapa?."
Karna gue sudah mencurahkan seluruh hati gue untuk dia.
Aku ingin mengatakan itu, tetapi aku bungkam karna tidak ingin Yardan mempertanyakan siapa Dia, lalu menguliknya.
"Karna lo bukan tipe gue" jawabku dengan simple.
"Gue akan men ..."
"Gue gak mau!" Potongku dengan tegas.
Yardan yang duduk di depanku menghela nafas dan bersandar pada sandaran kursi, terlihat pasrah.
Jangan paksa aku menerimanya karna kasihan, sampai kapanpun tidak!.
Jangankan Yardan, jika Dia punya kembaran cowok begitu identik pun, aku tidak yakin kembaran identiknya bisa menggantikan posisinya Dia di hatiku.
Jika bertanya kenapa begitu?, gak tau.
Jika ditanya memangnya apa yang membiatku mencintainya?, ya gak tau juga.
"Jangan paksa gue mengeluari perkataan yang gak ingin gue ucapin atau lo dengar Yardan" ucapku dengan tulus, aku tidak ingin menyakiti siapapun di sini.
Yardan menatapku dalam, aku membalas tatapannya tampa berniat mengalihkan. Setulus apapun perasaan Yardan, aku tidak bisa dan tidak mau.
Aku menghela nafas dan mencondongkan tubuhku kedepan sembari menjulurkan tanganku padanya, "gue hanya bisa menawari pertemanan, gak lebih."
Senyumnya tiba-tiba terukir lebar, sebelum akhirnya terkekeh kecil.
"Maaf gue gak minat" ucapnya, "meski itu suatu kehormatan bisa menjadi teman satu-satunya lo selain dua saudara lo itu" Yardan melirik Chaka dan Daniel yang duduk tidak jauh dari kami.
"Ya udah bye."
Tidak ada yang bisa aku ucapkan selain tiga kata itu bukan.
Kulangkahkan kakiku mendekati meja Chaka dan Daniel, mereka sudah berdiri menungguku. Chaka merangkul pundakku dan Daniel mengelus rambut belakangku sebelum kita melangkah pergi.
"Kenapa bisa sih ketemu dia?" Tanya Chaka setelah kami berada di dalam mobil Daniel.
"Katanya Yardan liat cewek keren, lalu tuh anak ngukutin gue."
"Untuk sekarang jangan pernah pakek motor sport lagi dan mengunjungi lokasi balapan itu dulu Bi" Daniel memberi masukan.
"Kalo lo mau berhadapan sama Ayah silahkan" Chaka malah menakut-nakutiku.
Wajahku langsung merengut.
Hanya dengan datang ketempat balapan liar itu aku bisa melihat Dia secara nyata. Jika bukan di sana dimana dan kapan lagi aku bisa leluasa menatapnya?. Dua kali pertemuan baru-baru ini saja hanya karna keisengan Chaka dan kebetulan saja bertemu di mini market.
"Mau gue bantu biar bisa ketemu dia?."
Tiba-tiba Chaka bertanya, tuh kan ... Ini salah satu yang membuatku tidak suka dengan keterikatan bathin kami.
"Gak perlu" ucapku dengan nada datar.
Membuat dia kembali berada di sekitarku dan keluargaku malah kembali membuatku teringat masa lalu dan ketakutan sendiri, meski di sisi lain aku bahagia.
"All about him" gumam Daniel membuatku melirik sinis padanya, "segala hal yang lo lakuin gak jauh dari Sagara. Emangnya lo gak bisa gitu, gak ngelakuin sesuatu tampa dia jadi alasannya?."
"Bisa" ucapku ketus, "kalo gue pingsan."
Chaka terkekeh mendengarnya.
Sekolah aja bisa sampai ketahap ini salah satu alasannya karna dia, saat tidur dia aja sering masuk kedalam mimpi, ya .... satu-satunya pingsan atu dihipnotis kali.
"Everything that happens all the time has his hand in it" gumamku.
"Emang ..."
"Jangan tanya apa aja!" Hardikku pada Daniel, "tanya Chaka gue males jelasin!."
^-^
Aku menatap beberapa tote bag yang di penuhi kotak makan.
Hari ini Bunda memintaku untuk mengantar semua makanan ini pada para Abang di hotel milik mereka, Raja Throne.
Mereka berempat selalu menginap di sana saat malam sabtu untuk menyelesaikan semua pekerjaan mereka tentang hotel Raja Throne.
Para istri dan Bunda juga memaklumi, karna selain hotel Raja Throne, mereka juga memiliki pekerjaan utama yang membutuhkan tanggung jawab besar. Demi tidak merepotkan para istri dan staf hotel, setiap minggu Bunda akan mengirimkan makanan untuk mereka. Mereka berempat jika sedang bekerja pasti akan menghabiskan banyak makanan, entah bagaimana mereka membagi waktu antara kerja dan makan, kami tidak tahu, karna mereka bekerja di lantai teratas hotel, yang mereka sebut Raja Crown, lantai khusus mereka. Tidak ada satu orang pun yang bisa masuk kedalamnya karna keamanan dan teknologi ciptaan Bang Ar dan Bang Je yang tidak bisa masuk akal.
"Pak Iwan tunggu di resepsionis ya, saya mau beli kopi dulu ngantuk" ucapku sembari berjalan masuk.
Aku baru pulang sekolah, Bunda sudah memintaku untuk menemani Pak Iwan mengantar makanan, padahal aku sudah mengantuk ingin tidur.
Sebelum memesan kopi aku mengeluarkan tumbler dari dalam tasku, berjalan semakin mendekati konter kopi namun segera kuhentikan langkahku dan buru-buru bersembunyi kala melihat seseorang yang aku kenal.
Om Enzo, Daddy Abang Al ada di Indonesia?.
Abang Al memang bukan orang Indonesia, dan Om Enzo bukan orang pengangguran yang bisa meninggalkan negaranya dengan seabrek pekerjaannya.
Aku tetap di posisi berjongkok bersembunyi, menunggu apa yang akan terjadi.
Mataku tiba-tiba membola melihat Ayah yang keluar dari ruangan restaurant VVIP dan tidak lama setelah itu ... Elio dan para Abang datang. Mereka semua masuk kedalam satu ruangan yang sama.
Otakku langsung berputar menerka-nerka dan segera berlari menuju lobby, mengambil barang-barang titipan Bunda dari tangan Pak Irwan dan mendekati resepsionis.
"Mbak kenal saya kan?" Tanyaku.
"Kenal, siapa yang tidak kenal adik para pemimpin" ucap resepsionis itu dengan senyum lebarnya.
"Saya titip ini untuk Abang-Abang ya Mbak, terima kasih."
Aku kembali menghampiri Pak Irwan dan menarik tangan supir keluargaku itu untuk segera ikut denganku keluar dari hotel Raja Throne.
Rasa penasaranku semakin menggunung, jadi sesampai di dalam mobil buru-buru kukeluarkan leptop dan ponselkan dan mulai menggerakkan tanganku di atas keyboard.
*-*