Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kakak cantikku
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memang ajah polos dengan mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan ga mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu, gue nggak bakal mau tau nggak!"
Cakra mengusap tengkuknya canggung, dengan senyum lebar yang tak pernah turun dari bibirnya.
"Namanya juga usaha, yang penting berhasil. Jangankan tiang bendera, tugu monas juga bisa aku panjat, kalau endingnya dapetin hati Kak Luna," sahut Cakra dengan percaya diri.
"Oh, Astaga, ya Tuhan! Kamu ngerti bahasa manusia kan. Gue bilang, gue nggak mau sama lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. PAHAM!" sentak Aluna dengan wajah merah padam menahan amarah.
"Seharusnya lo lupain kejadian itu!"
"Sampai mati aku nggak akan pernah lupain itu Kak," sahut Cakra dengan teguh.
Aluna berdecak kesal, dengan langkah yang dihentak dan tangan yang mengepal kuat. Kenapa harinya bia di mulai dengan begitu sial, bahkan kesialan itu menghampirinya dan sekarang malah mengikuti. Agh!
Aluna menghentikan langkah lalu menoleh kebelakang, tatapannya tajam dengan wajah memberengut marah. Bisa-bisanya si kuman kecil itu mengikutinya. Cakra dengan wajah polos tanpa dosa dan senyum lebarnya, melambai kecil pada sang pacar, eh calon maksudnya.
"Lo ngapain ngikutin gue?!"
"Aku juga mau ke kelas kak, kan jalan keluar dari parkiran ke area kampus cuma ini," elak Cakra santai.
Mendengar alasan Cakra yang memang benar adanya, membuat Aluna terdiam dan tidak bia lagi mengomel. Gadis yang mengenakan kemeja denim dan knift vest hitam dengan rok berwarna cream diatas lutut itu hanya bisa mendengus kesal lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Cakra tersenyum puas, dengan langkah pelan pemuda berusia 17 tahun itu berjalan santai mengikuti tiap ayun kaki kecil Aluna. Gadis yang mengisi hatinya sejak lama, bahkan lebih lama dari yang Aluna tahu.
Dua tahun sudah Cakra terpisah dari Aluna, dan sekarang semesta sudah mempertemukan meraka lagi. Tentu saja Cakra tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekeras apapun Aluna mendorongnya menjauh maka cakra akan dua kali lebih keras mendekat lagi. Ibarat kata kalau Aluna melempar 1 buah kelapa pada Cakra, maka Cakra akan melempar 1 pohon kelapa. Umpama aja ya kawan, Cakra nggak akan tega lempar pohon kelapa sama kakak cantik.
Aluna berusaha acuh dan semakin mempercepat langkahnya agar bisa lepas dari kuman bakteri menyebalkan ini. Cakra terkekeh kecil melihat Aluna yang berlari kecil seperti di kejar hantu.
"Segitunya mau lepas dari aku ya Kakak sayang jangan khawatir Kak ALuna cantik. Aku akan buat kamu berlari, berlari ke pelukan Cakra," gumam Cakra sambil menggeleng pelan, merasa gemas dengan tingkah Aluna.
Seringai kecil tersungging di bibir Cakra. Dia tidak perlu berlari untuk mengejar langkah Aluna, Cakra hanya perlu sedikit melangkah lebih lebar dan itu lebih dari cukup.
"Duh, ribet banget sih lari pake heels gini," gumam Aluna kesal pada dirinya sendiri.
Seharusnya dia mengunakan sepatu flat saja tadi pagi, agar bisa berlari lebih cepat. Tapi sepatu flatnya tidak ada yang cocok dengan outfit Aluna hari ini. Tentu saja Aluna tidak mau. Gadis bermayang panjang itu menghela nafas lega, saat pintu kelasnya sudah terlihat. Namun kelegaan yang Aluna rasakan hanya bertahan beberapa detik.
Senyum Aluna seketika turun saat Cakra mendahului langkahnya dan berhenti di samping pintu. Aluna berdecak tapi dia tidak bisa berhenti dan tidak masuk kekelasnya.
Dan tepat saat Aluna akan berjalan melewati Cakra, pemuda itu merunduk dengan satu tangan di belakang pinggang dan satunya lagi terulur kearah dalam,selayaknya seorang yang mempersilahkan putri raja.
"SEMANGAT BELAJAR KAKAK CANTIKKU!" seru Cakra dengan lantang.
"Wuuuuu!!! ...."
"Ciiee ... cie ....!"
Riuh semua yang ada di sana menyoraki Aluna. Aluna mengigit bibirnya, segera duduk lalu menenggelamkan wajahnya diatas tas, menutupi wajanya yang sudah merah padam. Rasanya Aluna ingin menghilang dari bumi sekarang juga, sementara si pelaku malah berjalan santai meninggalkan kelas Aluna tanpa rasa bersalah.
.
.
.
.
Siang yang terik tapi terasa sejuk di dalam perpustakaan Nolite yang nyaman. Rak-rak tinggi penuh dengan ilmu pengetahuan, berjajar rapi sesuai dengan abjad dan kriteria yang sudah di sesuaikan agar mempermudah pengunjung perpustakaan menemukan buku yang mereka mau.
Namun, selain membaca ada juga yang datangnya untuk memperoleh ketenangan. Seperti Aluna misalnya. Gadis itu sengaja tidak ke kantin dan menyelinap ke perpustakaan dan mengambil meja baca paling pojok yang sepi dan jarang ditempati.
Ia sengaja bersembunyi dari si kuman alias Cakra. Apalagi setelah apa yang anak itu lakukan pagi tadi, Aluna masih merasakan malu sampai sekarang. Dan parahnya lagi ada yang sengaja menunggah video dia dan cakra di menffess Nolite, menyebalkan sekali.
Aluna menghela nafas pelan, lalu mulai membuka buku "HUKUM dan HAM oleh Serlika Aprita" buku yang ia ambil untuk menemani istirahat siangnya hening. Perlahan Aluna mulai tenggelam dalam tiap kata yang dia baca. Namun, tak lama telinganya terusik saat tiba-tiba ada suara kursi bergeser di hadapannya. Mata Aluna membulat, jantungnya seperti berhenti berdetak sesaat. Perlahan, ia mendongak, dan di sana, dengan senyum semringah, duduklah si kuman bakteri yang paling ia hindari.
Cakra.
Aluna langsung mencengkeram bukunya erat-erat, berusaha menekan keinginan untuk melemparkan benda itu ke wajah pria di depannya. Bagaimana bocah ini bisa tahu dimana dia berada, cakra benar-benar seperti bakteri yang menyebar dan ada dimana-mana.
"Halo Kakak cantik, duh nggak nyangka banget kita ketemu di sini. Susah ya kalau sudah jodoh gini, mau sejauh apapun juga pasti bakal dipertemukan sama semesta, kayaknya kita emang sudah jodoh banget sih," celoteh Cakra berbisik dengan suaranya rendah namun penuh semangat dan jangan lupa senyum tengilnya yang super menyebalkan
Aluna mengepalkan tangannya, berusaha keras menahan diri agar tidak membuat keributan di perpustakaan. Tidak mungkin ia bisa meledak di sini, bisa-bisa dia di blaklist sama pustakawan kalau ngamuk di perpus. Aluna hanya bisa mendesis pelan, nyaris seperti suara ular yang siap mematuk.
"Ngapain lo di sini?" tanya Aluna lirih dengan rahang mengeras menahan emosi.
"Ya belajar lah kak." Cakra mengangkat tangan memperlihatkan buku yang dia ambil dengan asal dari salah satu rak.
"Tuhan memang baik ya, aku mau belajar malah dapat bonus bisa duduk sama bidadari, hem senangnya. Kakak cantik pasti juga senangkan dengan pertemuan kita ini, aku tahu itu," cerocos Cakra.
Aluna ingin menjerit tapi tidak bisa, jadi ia hanya bisa menggertakkan giginya, berusaha tidak menarik perhatian mahasiswa lain. Sebagai gantinya Aluna meraih buku tebal yang tadi ia baca, mengangkatnya tinggi-tinggi. Cakra segera mengangkat tangan, menyerah.
"Ampun Kakak cantik, oke aku diem. Tapi aku nggak pergi, Masa Kakak cantik udah susah-susah cari tempat sepi buat kita mojok, tapi aku nggak nemenin, rugi dong?" ujar Cakra dengan alis yang naik turun.
Aluna menghela napas berat. Percuma. Makhluk ini bebal satu ini. Gadis itu hanya menggerutu dalam hati, merasa sudah berada di titik pasrah dan tidak punya energi untuk berdebat, jujur saja ia cukup lelah dengan materi dan tugas tadi pagi.
Cakra tersenyum penuh kemenangan, lalu bersandar santai di kursinya dan
"Lanjut baca aja, Kakak cantik. Aku cuma nemenin aja kok."
Aluna menatapnya tajam. "Kalau lo sampai berisik, gue timpuk beneran."
"Siap, Kakak cantik. Tapi kalau Kak Luna butuh bahu buat sandaran, bahu aku tersedia," ujar Cakra sambil menepuk kedua lebarnya dengan bangga.
Aluna mendelik tajam tapi itu sama sekali tidak membuat Cakra takut, malah terlihat menggemaskan. Cakra lalu mengambil sekotak susu rasa caramel dingin dari tasnya lalu menyodorkannya pada Aluna. Alis Aluna menukik melihat sekotak susu yang tiba-tiba ada di depannya.
"Di minum ya kakak cantik," lirih Cakra dengan senyum hangat sebelum pemuda itu membuka buku yang ia bawa.
Aluna terdiam sejenak, lalu berkata. "Makasih"
Cakra hanya mengangguk kecil, menyembunyikan wajah meronanya di balik buku.
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒