NovelToon NovelToon
Binar Cakrawala

Binar Cakrawala

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Cintamanis / Teen School/College / Romansa / Slice of Life
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: And_waeyo

Binar jatuh cinta pada kakak kelasnya sudah sangat lama, namun ketika ia merasa cintanya mulai terbalas, ada saja tingkah lelaki itu yang membuatnya naik darah atau bahkan mempertanyakan kembali perasaan itu.

Walau mereka pada kenyataannya kembali dekat, entah kenapa ia merasa bahwa Cakra tetap menjaga jarak darinya, hingga ia bertanya dan terus bertanya ..., Apa benar Cakrawala juga merasakan perasaan yang sama dengannya?

"Jika pada awalnya kita hanya dua orang asing yang bukan siapa-siapa, apa salahnya kembali ke awal dimana semua cukup baik dengan itu saja?"

Haruskah Binar bertahan demi membayar penantian? Atau menyerah dan menerima keadaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 10. Kakak-Adik

Binar benar-benar pulang diantar Senopati. Di perjalanan tadi ia hanya terdiam dan murung. Senopati menyadarinya, gadis itu bahkan hanya sedikit tersenyum ketika mengucapkan terima kasih barusan padanya setelah turun dari motor.

"Soal yang tadi, jangan terlalu dipikirin Bi, Cakra nggak marah sama lo. Dia marah sama gue, cuma karena lo ada di sana, lo juga jadi ikut-ikutan keseret. Udah ya, jangan sedih gitu."

Gadis itu menatap Senopati. Lalu tersenyum sampai deretan gigi putihnya terlihat. Senyum yang teramat dipaksakan sebenarnya. Mata Binar juga tak bisa berbohong, itu berkaca-kaca.

"Iya, aku nggak papa kok."

Senopati turun dari motornya. Tanpa aba-aba, ia mendekat dan mendekap gadis itu.

"Lo nggak akan bisa bohong sama gue, gue pernah bilang kan kalau lo tuh pembohong kelas teri? Dasar amatiran."

Dan begitu saja, Binar menangis dalam dekapan lelaki itu, siapa yang menaruh bawang merah gaib di sana? Pernah tidak ketika sedang sedih, terus malah ada yang bertanya atau mengajak bicara, kan malah ingin nangis.

Sudah lama juga ia tak mendapatkan pelukan yang terasa hangat persis seperti ini, ia merasa dilindungi dan juga disayangi.

"Percaya sama gue, Cakra pasti nggak bermaksud ngebentak atau bikin lo sakit hati."

Gadis itu diam beberapa saat, lalu mendorong pelan Senopati hingga ia bebas dari dekapan lelaki itu. Binar segera mengusap air matanya.

"Makasih, aku nggak tahu kenapa aku jadi cengeng gini, aku tahu Kak Seno bilang gitu supaya aku terhibur. Kak Seno selalu bilang apa yang pengen aku dengar, aku selalu percaya dan yakin kalau Kak Cakra sayang sama aku, makannya sekarang aku jadi pacar dia. Iya kan?"

Senopati tersenyum. Namun detik berikutnya, senyuman itu berganti menjadi ekspresi bingung.

"Ha? Lo pacaran sama Cakra?"

Binar menganggukan kepala, lalu tersenyum bangga. Lelaki itu menganga sesaat.

"Demi apa? Kok gue baru tahu?"

"Lah? Aku kira Kak Seno udah tahu."

"Gue bisa tahu darimana? Wah, kemajuan yang pesat. Berguru sama siapa lo? Congrats ya! Sini peluk dulu!"

Senopati hendak memeluk gadis itu lagi.

"Ih apasih ah! Nggak mau!" Binar menolak dengan mundur selangkah.

"Heh! Mau gue tolak jadi adek ipar? Lo juga harus dapat restu dari gue!"

"Apa banget! Modus!"

Lelaki itu pura-pura merinding. "Kayak nggak ada cewek lain aja gue modusin biji cabe kaya lo!"

"He! Mulutnya ya! Emang cewek lain banyak, tapi nggak ada yang secantik, sewangi, semenarik, se-rich, se-perfect aku!"

"Kok gue eneg denger semua kenarsisan lo? Sebelas dua belas lo sama si Cakra."

"Kan jodoh!"

"Aamiin-in jangan?"

"Aamiin-in dong!"

"Iya deh, biar nggak mewek. Soalnya lagi nggak bawa balon atau permen."

Gadis itu jadi merengut. "Kak Seno kira aku anak kecil yang kalau nangis biar berhenti disogok pake gituan?!"

"Emang sejak kapan lo gede? Gue aja nggak yakin kalau lo tumbuh. Nih lihat nih, lo aja kurang dari seketek gue, sama sendok nyam² aja kalah tinggi." Senopati tertawa meledek dengan puas.

Binar manyun. Dengan sebal bergerak hendak memukuli lelaki itu, namun Senopati menghindarinya.

"Ya ampun gemas banget ini bocil adeknya siapa sih?"

"Aku bukan bocil! Kak Seno aja yang emang badannya kayak tiang bendera! Kayak gapura malah!"

Lelaki itu tertawa, lalu menangkap kedua tangan Binar yang sudah gemas ingin memukulinya. Kemudian ia jadi menarik gadis itu dan kembali mendekapnya.

"Bagi gue lo tetap bocil, gue akan selalu anggap lo bocah kecil gue, bahkan meski lo udah jadi emak-emak nanti. Nggak papa kan Bi?"

Binar membalas dekapan lelaki itu dengan melingkarkan tangannya pada pinggang Senopati. "Yah ... jadi kita adik-kakak zone?"

"Terus lo maunya apa?"

"Adik ipar-kakak ipar!"

"Mau lo!"

"Restuin dong. Kan udah dipeluk, hehe."

"Oke deh."

Binar tertawa dalam dekapan lelaki itu. "Dih, Kak Seno murahan banget. Sekali peluk langsung dapat restu."

"Mau lo apa sih? Gue kasih restu komplen, nggak dikasih restu protes."

"Aku mau idol Korea."

"Katanya lo mau adik gue!"

"Eh iya."

"Benar-benar minta dihujat ya lo!"

"Hehe, aku sayang Kak Seno. Makasih."

Senopati diam beberapa saat. "Hm. Jangan sering-sering sedih atau nangis ya Bi, soalnya sekarang nggak kaya dulu, gue nggak bisa ada di dekat lo buat ngehibur atau selalu ngasih permen coklat kalau lo nangis atau sedih. Lo harus bahagia."

Binar mengurai pelukan. Ia tersenyum, "Nggak papa kok. Aku punya bias yang bisa bahagiain aku meski kami LDR-an, aku nggak butuh Kak Seno atau pun banyak permen yang bikin aku sakit gigi kaya waktu itu. Jadi, Kak Seno bisa pergi dengan damai."

Lelaki itu jadi melotot galak. "Lo bilang gitu seakan gue mau mati!"

Gadis itu kini tertawa dengan puasnya. "Habisnya Kak Seno juga bilang gitu sih, kayak pesan orang yang mau mati."

"Wah, benar-benar lo. Nggak jadi gue kasih restu kalau gini caranya."

Senopati kemudian menggelitiki pinggang Binar hingga gadis itu tertawa geli diselingi teriakan ampun dan berusaha menghindar.

Mereka tak sadar. Ada seorang lelaki yang memperhatikan keduanya dengan tatapan tajam bak elang dari balkon rumah lantai dua megah yang ia tempati. Melewati seberang jalan dan lewat dua rumah megah lainnya dari jarak Senopati dan Binar, semua terlihat jelas di mata lelaki itu, kecuali apa yang mereka bicarakan. Ia menghela napas dalam, selalu saja ... ia pikir mereka cukup bahagia dan senang. Seperti yang sudah-sudah, tanpa dirinya. Bahkan ketika lelaki itu sudah berada jauh darinya ... dia tetap menyebalkan.

"Kak Cakra! Ayo turun ke bawah, kata Mama makanan udah siap."

"Lo duluan, gue nyusul sebentar lagi."

"Tapi Kak---"

"Gue bilang lo duluan!" Cakra tanpa sadar meninggikan suaranya.

Lavanya terdiam sesaat, menatap Cakrawala yang tak juga berbalik, tetap memunggunginya.

"O-ok." kemudian Lavanya berbalik pergi, meninggalkan Cakra di balkon itu dengan langkah ragu.

***

Rasanya ia belum pernah merasakan resah atau pun galau seperti ini. Gadis dengan rambut yang dikucir tinggi itu menatap kontak nomor seorang lelaki di layar smartphone miliknya. Bingung apa harus menghubunginya atau tidak. Tapi kalau Cakra tidak marah padanya seperti yang Senopati katakan, kenapa ia harus ragu menghubungi lelaki itu? Lagian ia juga tidak berbuat salah kan?

Binar memutuskan untuk menelpon Cakra. Panggilannya terhubung, namun setelah beberapa saat. Binar dibuat heran ketika panggilannya tidak dijawab. Ia mencobanya lagi, namun tetap sama, panggilannya tak dijawab. Gadis itu menatap layar smartphone-nya, ia meneguk ludah sesaat.

Kenapa Cakra tidak mengangkat panggilan telpon darinya?

Binar menggelengkan kepala, tidak! Ia tidak boleh berprasangka buruk pada lelaki itu. Mungkin Cakra sedang sibuk atau sedang mengerjakan tugas. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa semua baik-baik saja, Binar akan menelpon Cakra lagi nanti.

Suara mobil yang terdengar memasuki pekarangan rumah membuat Binar menatap ke arah jendela. Ia menaruh smartphone di atas ranjang, lalu bergerak menuju balkon kamarnya. Ketika di sana, kedua mata Binar membulat sempurna melihat sebuah mobil kini telah terparkir di halaman rumahnya. Gadis itu langsung sumringah, lupa begitu saja akan kegelisahannya.

Itu adalah mobil yang dikendarai salah satu supir di rumahnya untuk menjemput kedua orang tuanya di bandara. Mereka sudah sampai! Itu artinya ... buah tangan! Gadis itu bersorak antusias.

Kebetulan sekali! Ia juga butuh izin mami dan papi nya untuk membeli merchandise yang baru-baru ini diluncurkan boy grup Korea idolanya dengan salah satu perusahaan Korea Selatan yang mendesain dan memproduksi sepatu dan pakaian. Perusahaan itu adalah produsen pakaian olahraga Korea Selatan terbesar. Sementara merchandise-nya juga merupakan koleksi pakaian dan aksesoris musim semi baru yang amat spesial! Ia harus mendapatkannya! Gadis itu akhirnya melangkah menuju keluar kamar. Ia akan menyambut kedatangan kedua orang tuanya, dan tentu saja jangan lupakan, oleh-olehnya.

1
anggita
biar ga cemburu terus, kasih like👍+iklan☝.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!