NovelToon NovelToon
To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Angst / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: moonwul

Ketika ketertarikan yang dihiasi kebencian meledak menjadi satu malam yang tak terlupakan, sang duke mengusulkan solusi kepada seorang gadis yang pastinya tidak akan direstui untuk ia jadikan istri itu, menjadi wanita simpanannya.

Tampan, dingin, dan cerdas dalam melakukan tugasnya sebagai penerus gelar Duke of Ainsworth juga grup perusahaan keluarganya, Simon Dominic-Ainsworth belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang tidak mengaguminya–kecuali Olivia Poetri Aditomo.

Si cantik berambut coklat itu telah menjadi duri di sisinya sejak mereka bertemu, tetapi hanya dia yang dapat mengonsumsi pikirannya, yang tidak pernah dilakukan seorang wanita pun sebelumnya.

Jika Duke Simon membuat perasaannya salah diungkapkan menjadi sebuah obsesi dan hanya membuat Olivia menderita. Apakah pada akhirnya sang duke akan belajar cara mencinta atau sebelum datangnya saat itu, akankah Olivia melarikan diri darinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonwul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10: Tidak Perlu Terburu-Buru

“Tuan Duke tidak akan ada di sini, kan?” Olivia bergumam di depan pintu kediaman pribadi Simon.

Di tengah malam yang berhiaskan bulan purnama, Olivia diam-diam pergi ke sana.

Setelah beberapa saat ia habiskan menoleh ke kiri dan kanan, ia lantas mendorong pintu itu dan berjalan masuk.

Olivia menutup pintu di belakangnya, ia memerhatikan betapa ruangan ini tidak berubah seperti pertama dan terakhir kalinya ia datang. Jendela tinggi itu masih sama dengan gorden yang tidak tertutup, menampakkan cahaya bulan yang terang menerangi ruangan yang gelap gulita. Ia kemudian berjalan perlahan ke tengah ruangan. Melewati sofa dan ia terus melangkah hingga ke ujung ruangan, jemari rampingnya bergerak menyentuh sebuah bingkai foto di atas laci kecil.

Foto itu adalah potret Simon memakai pakaian kerajaan, dengan selempang dan pin kehormatan saat dilantik menjadi penerus Duke of Ainsworth.

Olivia mengangkat bingkai foto itu dan memandangnya seraya tersenyum lembut. Sungguh seperti memandang foto seseorang yang berharga baginya, atau memang tanpa gadis itu sadari, ia memang menganggapnya sebagai seseorang yang berharga.

Namun, sesuatu yang tidak disadari Olivia bukan hanya itu, melainkan kondisi pintu yang terbuka pada kamar tidur Simon di seberang ruangan.

“Apa yang kamu lakukan di ruangan saya, Olivia?” Sebuah suara rendah terdengar begitu keras di tengah kesunyian malam ini.

Olivia membeku di tempatnya. Memiliki keberanian untuk menyelinap ke ruangan pribadi Simon, tapi tidak cukup berani untuk melihat ke asal suara yang sangat ia kenal itu.

Simon berjalan beberapa langkah. “Jawab saya, Olivia.”

Olivia yang masih memegang bingkai foto, buru-buru mengembalikannya ke atas laci dan berbalik.

Simon mengernyit melihat gadis itu tampak seperti akan pingsan karena ketakutan. Pria itu tergelitik melihat ekspresinya, ia tertawa pelan dengan suara yang terdengar sedikit serak.

“Lucu sekali. Bukannya saya yang harusnya ketakutan, bukannya kamu?” Simon berjalan lurus ke arah Olivia. “Kamu yang menyelinap masuk ke ruangan saya di tengah malam layaknya pencuri. Saya korbannya di sini.”

“Me-mencuri? Tidak, Yang Mulia.” Olivia dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Saya tidak mencuri apa-apa.”

Kedua kaki telanjang Simon semakin dekat dengan Olivia, pun dekat, ia tidak kunjung berhenti hingga gadis itu harus mundur dan tersudut dengan laci berada di belakangnya.

“Maafkan saya, Yang Mulia. Saya tidak menyangka Anda masih berada di—“

“Lantas kalau saya tidak ada, apa kamu diperbolehkan menyelinap masuk ke sini?” tanya Simon, langkahnya berhenti saat kakinya tidak dapat mengambil tempat lain karena kehabisan ruang. Ujung jemari kakinya bersentuhan langsung dengan sepatu kanvas tipis yang dipakai Olivia.

Gadis itu diam membisu, sebelum menundukkan kepalanya, Simon dapat melihat bahwa gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan kuat.

“Olivia.” Simon memanggil gadis itu, berbisik sangat rendah. Seperti halnya naluri paling alami yang ia kenal layaknya bernapas, ia kembali mengangkat lengannya dan menyentuh wajah lembut yang selalu mengonsumsi pikirannya itu.

Sentuhan sang duke membuat Olivia mendongak, ia menatap dengan kedua mata yang menelisik arti dari semua ini.

Tidak ada satu orang pun yang mengucapkan bahkan satu huruf. Kedua pasang mata mereka terus menatap dalam keheningan malam dan pencahayaan bulan purnama. Hanya begitu sampai Simon kehilangan pengendalian diri dan membiarkan hasrat yang lama ia pendam keluar begitu saja.

Ia mencium bibir Olivia.

Sebuah ciuman yang awalnya lembut bak sebuah sapuan ringan, namun berselang detik, sentuhan itu menjadi lebih menuntut.

Olivia belum pernah merasakan pengalaman ini, yang bisa gadis itu lakukan hanya mempertahankan dirinya untuk tidak tersungkur di lantai akibat sensasi sensual yang pria itu berikan.

Simon menekan belakang kepala Olivia, sebagaimana ia mengecap setiap jengkal bibir penuh gadis itu, desahan napasnya menjadi semakin memburu.

Pun tidak berhenti sampai itu, Simon melesakkan lidahnya menyentuh kedua bibir Olivia yang terkatup. Sungguh gadis itu seperti kehilangan kewarasannya, dengan berani ia memegang kera kemeja tidur Simon dengan erat akibat ketakutan bahwa dirinya bisa saja meleleh ke lantai akibat sensasi asing namun menggetarkan seluruh jiwa itu.

Olivia yang masih begitu tertutup. Simon mengalihkan ciumannya ke leher gadis. Ia menyusuri garis leher yang sehalus kapas itu dengan ciuman dan kecupan yang dalam. Memungkinkan gadis itu mendapatkan tanda yang akan bertahan seharian penuh.

Tidak adanya penghalang di bibir Olivia membuat gadis itu mengeluarkan sebuah suara yang tak pernah ia sangka bahwa dirinya memiliki kemampuan itu.

Sensasi basah yang hangat dari ciuman Simon sungguh memabukkan. Suara desahan yang sangat natural dari Olivia membuat sang duke mabuk.

“Yang Mulia... apa yang Anda laku—“

“Kamu mau saya berhenti?”

Olivia menatap wajah Simon. Sebuah ekspresi yang sangat kompleks untuk dimengerti, namun tampak bahwa gadis itu menggeleng lemah.

Senyuman kemenangan terukir jelas di wajah Simon, ia tidak menyia-nyiakan satu detik pun, ia kembali mencium gadis itu. Kali ini bahkan jauh lebih bergairah dari sebelumnya.

Simon membawa tubuh Olivia dan mengangkatnya hingga gadis itu terduduk di atas laci.

Sentuhan yang Simon berikan, gerakan tangan hingga seluruh tubuhnya sangat menuntut sampai membuat bingkai foto yang sebelumnya dipegang gadis itu terjatuh ke lantai.

Namun, sebelum bingkai kayu dan kaca itu pecah dan menimbulkan bunyi keras, Simon menemukan pandangannya dipenuhi cahaya terang yang menyiksa.

Ia terbangun dari tidurnya.

Saat masih dini hari, baru beberapa detik Simon membuka mata, ia sudah mengernyitkan dahi. Emosinya begitu meluap bahkan saat ia baru saja memulai hari.

Simon bangkit dan duduk di atas ranjangnya. Ia menyentuh rambutnya dengan kasar dan menghela cukup keras.

Kini ia harus segera membersihkan kekacauan yang membekas dengan jelas di ranjangnya.

Telah berlalu satu tahun lebih dari pertemuan terakhirnya dengan Olivia, namun kini ia mendapatkan sebuah mimpi yang dengan begitu frustrasinya ia harap menjadi kenyataan.

“Brengsek...”

♧♧♧

“Bagaimana bisa kamu baru datang ke konserku setelah satu tahun ini sudah berjalan?” Paul membuat sedikit keributan begitu menemukan Olivia berada di belakang panggung.

“Iya, iya, maaf. Yang penting, aku masih tetap datang, kan?” Olivia berkata, ia tersenyum lebar.

Saat itu, waktu yang dialami Paul seakan terhenti dan kedua matanya tertuju hanya pada wajah cantik Olivia.

“Sepuluh menit lagi, Paul.” Seorang staf datang mengingatkan.

Paul mengerjap, membawa kesadarannya kembali dan ia berdeham.

“Apa yang kamu bawa untuk menebus kesalahanmu yang fatal ini?” tanyanya dengan nada serius.

Olivia tertawa dengan sikap merajuk sahabatnya itu. “Kue-kue terbaikku tentu saja!”

Spontan, kedua mata Paul membelalak, tubuhnya sangat ingat rasa dari kue yang dibuat Olivia. Semuanya sangat enak, bahkan kalau ada kata lain yang lebih dari enak, ia akan menggunakannya untuk mendeskripsikan rasa dari setiap kue buatan gadis itu.

Olivia memberikannya sebuah kotak dari kertas yang tutupnya bertuliskan sebuah nama yang ia kenal.

“Liv’s Bakery?” gumam Paul.

“Hn. Aku memilih nama yang kamu pilih untuk toko rotiku,” jelas Olivia mengangguk mantap.

Paul tercengang, ia sampai menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan sebelah tangannya. “Kamu sungguh membuka toko roti impianmu itu?”

Olivia mengangguk cepat, ia tersenyum. Sangat sulit untuk menyembunyikan kebahagiaannya. “Iya. Aku berhasil membukanya kemarin dan itu semua berkat bantuan besar darimu.”

Paul dengan segera menaruh kotak kue itu ke atas meja rias dan memeluk tubuh Olivia.

Pelukan itu langsung dibalas Olivia dengan sama erat dan perasaan hangat yang membuncah.

“Aku sangat berterima kasih, Paul. Sungguh, aku bersyukur bisa bertemu denganmu.” Olivia berucap tepat di depan dada Paul akibat perbedaan tinggi keduanya.

Oleh kata-kata itu dan kehangatan yang terasa jauh lebih menenangkan dari semua hal di dunia ini, Paul membaca sebuah sinyal yang dikirimkan hatinya. Namun, penyadaran diri itu harus tertunda begitu staf kembali datang dan mengingatkan akan pekerjaannya.

“Paul, saatnya naik ke panggung.”

Butuh setengah tahun lebih untuknya menyelesaikan album perdananya. Paul mengerjakan semua hal yang ia bisa, mulai dari menulis lirik bahkan memilih aransemen musik bersama para produser lainnya.

Kesuksesannya pun naik dengan cukup pesat. Hal ini dikarenakan suara rendah yang indah dari nyanyiannya, sikap ramah kepadanya penggemarnya, dan visual tampan dari wajahnya.

Saat ini pun ia berada di tengah-tengah tur Eropa yang memiliki kemungkinan besar untuk berlanjut ke Amerika Serikat.

Kepopuleran Paul membuatnya dapat menyewa sebuah venue berkapasitas dua puluh ribu penonton dengan tiket yang selalu terjual habis.

Paul menenangkan dirinya sebelum berjalan ke panggung. Saat ini ia masih berada di kegelapan, namun begitu ia berada di atas sana, cahaya lampu akan segera menyinarinya, menjadikannya pusat perhatian.

Tidak, ia masih belum menginginkannya. Sebaliknya, tatapannya masih terus mencari keberadaan Olivia yang katanya akan berada di barisan depan bersama para penggemar naratama.

“Ah, aku menemukannya,” gumamnya tanpa sadar, namun para penggemar sontak berteriak.

Hal yang juga tanpa Paul sadari adalah mik yang ia pegang sudah hidup dan apa yang baru saja ia katakan dapat terdengar di seisi venue.

Menyadari ketidaksengajaan itu, Paul segera menguasai diri dan bersikap profesional. Ia mulai berjalan dengan penuh karisma ke tengah panggung.

Suara para penggemar yang berteriak heboh sontak memenuhi venue. Olivia terkejut dengan perhatian yang telah sahabatnya itu dapatkan dari sekian banyak orang yang bergabung menjadi penggemarnya. Ia tersenyum dan bertepuk tangan penuh kebanggaan melihat sang penyanyi yang telah bersiap di tengah panggung itu.

Paul pun mengunci pandangannya ke wajah Olivia. Ia tersenyum untuk beberapa saat sebelum menyapa para penggemar.

Baiklah. Tidak perlu terburu-buru dengan perasaanku ini. Kami sudah menjadi sahabat selama hampir dua tahun, bersikap gegabah dengan mengutarakan perasaan hanya akan merusak segalanya.

...♧♧♧...

^^^** the picture belongs to the rightful owner, I do not own it except for the editing.^^^

1
agnesia brigerton
Jadi duke nih lagi nunggu sampe Olivia lebih dewasa aja?? Setidaknya dia gak pedofil deh :)
agnesia brigerton
Gilakkkkk
agnesia brigerton
Udah manggil ayah mertua ajaa
agnesia brigerton
Aku padamu Olivia 😭😭😭
agnesia brigerton
😭😭😭
agnesia brigerton
Duh pulang kampung nih??😥
agnesia brigerton
Hubungan mereka kerasa sensual banget tapi menegangkan juga duh panas dingin jadinya 🙃
agnesia brigerton
Iya iya pergi aja dari duke obses ituu
agnesia brigerton
Gue tereak terus woiii
agnesia brigerton
What?????? Merk gaunnya terus lagu yang diputar????
agnesia brigerton
Tunangan asli kayak nyadar deh
agnesia brigerton
Benedict selama kerja sama duke gak kepikiran buat resign kah??
agnesia brigerton
Oke... oke... si duke obses nih parah
agnesia brigerton
Kamu kuat bangettt
agnesia brigerton
S-SIAP YANG MULIA!!
agnesia brigerton
UPSS 🤭🤭
agnesia brigerton
Lo kayaknya masih bingung deh sama perasaan sendiri 🙃🙃
agnesia brigerton
AAAA 😚😚😚
agnesia brigerton
Apa? Mau ngapain emangnya🤭
agnesia brigerton
AAAA GUE DUGUN DUGUN
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!