Mengandung Benih Bos

Ayumi dan Desi memutuskan untuk pindah ke daerah perkotaan. Dan, pilihannya jatuh pada tempat Ayumi tinggali dulu, semasih ia bekerja sebagai sekretaris.

Sebenarnya Ayumi enggan untuk kembali lagi kesini, namun mau bagaimana lagi. Hanya ditempat ini, ia bisa membangun usaha baru yang kemungkinan besar akan berkembang dengan sangat baik. Karena jumlah penduduknya yang sangat padat.

" Aku harap, tidak akan pernah bertemu lagi dengannya. Dan jika memang bertemu, supaya seperti orang asing yang tak saling kenal." ujar Ayumi dalam hati.

" Ternyata kontrakan kakak bagus juga, lebih bagus dari rumah yang di Desa." ujar Desi terkagum.

Desi memandangi rumah kontrakan Ayumi. Rumah yang sangat asri dan sejuk menurut pandangan Desi.

" Iya lah, Des. Dulu aku kan kerjanya jadi sekretaris, dan gajinya juga lumayan. Makanya aku bisa sewa rumah yang lebih bagus." ucap Ayumi.

" Lalu, kenapa kakak berhenti jadi sekretaris, dan memilih tinggal di Desa?" tanya Desi.

" Kita kan, udah pernah bahas soal ini Desi. Kamu lupa?" Ayu balik bertanya. Ia melangkah menuju pintu dan membuka pintu itu.

" Oh iya, aku baru ingat sekarang. Kakak pindah ke Desa, karena kakak menjauhi Papanya twins. Iya kan?" Desi memastikan, ia mengikuti Ayumi dari belakang.

" Yap, kamu benar."

" Tapi, aku jadi penasaran deh, sama Papanya twins. Selain jadi suami orang, apa dia juga tampan, dan mapan?" Desi berfikir, ia mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk. Dahinya berkerut, dan bibirnya dibuat miring kesamping. Ia seperti orang yang sedang berfikir keras.

" Oh, astaga!" Desi terpekik.

" Ada apa Des, kenapa teriak?" tanya Ayumi, berbalik menatap Desi.

" Apa jangan-jangan, Papanya twins adalah Bos kak Ayumi?" tanya Desi memicing.

Deg.

Nafas Ayumi tercekat, dan tiba-tiba ia merasakan mules." Maksud kamu apa sih!" elak Ayumi. Ia melangkah memasuki rumah kontrakannya.

Desi masih terus mengintili Ayumi," Maksudku, seperti cerita-cerita di novel itu lho. Yang menceritakan tentang scandal antara Bos dan sekretarisnya." Desi memperjelas ucapannya.

Ayumi meringis mendengar jawaban yang dilontarkan Desi. Namun ia berusaha tetap tenang, agar tak dicurigai Desi. " Kamu itu kebanyakan baca novel Desi. Pokoknya nih ya, hubungan aku dan dia nggak ada kesamaannya sama cerita novel scandal itu. Udah ah, kakak mau ke toilet dulu," Ayumi meninggalkan Desi.

Desi mengedikkan bahunya, lalu ia segera membereskan barang-barang yang ia dan Ayumi bawa.

Tak berselang lama, Ayumi datang. Dia juga ikut membantu Desi, walaupun hanya bisa bantu sedikit, karena ruang geraknya terbatas.

Setelah selesai, keduanya memutuskan untuk bersantai ditaman yang ada dibelakang rumah. Kedunya duduk beralaskan rerumputan dibawah pohon mangga.

" Kita mau buka usaha apa ya, Des?" tanya Ayumi.

" Kalau kita nggak usah kerja aja gimana? Kita gunakan kartu ajaib itu aja, kan kata kak Ayumi kartu itu tanpa batas." jawab Desi.

" Ish, dasar ya." Ayumi menggeplak pelan lengan Desi. " Nggak boleh seperti itu, Desi. Kita harus tetap kerja, jangan memanfaatkan kebaikan orang lain. Dan, kamu kalau nanti ketemu orangnya, harus segera mengembalikan kartu itu. Sudah cukup dia membantu kita." Ayumi menasehati Desi.

" Iya kak, nanti kalau ketemu, akan aku kembalikan lagi kartu ajaibnya." Desi menurut.

" Kak, gimana kalau kita buka usaha catering saja. Kakak kan, pintar masak," ujar Desi lagi.

" Ide kamu bagus, kakak setuju." ucap Ayumi.

Keduanya pun mulai berbincang, memikirkan nama apa yang akan mereka gunakan untuk usaha cateringnya.

...----------------...

Satu minggu berlalu....

Tiga hari yang Arga harapkan, tetap saja berakhir jadi satu minggu. Kini Arga tengah mengendarai mobilnya sendiri, menuju ke tempat dimana ia pernah dituduh mencuri sendal.

Hari sudah semakin menggelap, tapi Arga tak perduli. Selama perjalanan, ia tak pernah berhenti sama sekali. Ia ingin agar cepat sampai di kediaman Ayumi.

Waktu perjalanan yang biasanya ditempuh 4 jam, kini ia tempuh dalam waktu 3 jam saja.

Arga sampai pukul 11 malam, ia memarkirkan mobilnya didepan rumah yang ia yakini, adalah rumah milik Ayumi. Karena, ditempat ini ia bertemu dengan bocah yang sangat berani menuduhnya.

Arga langsung mengetuk pintu, namun hingga beberapa saat, tak ada sahutan dari dalam. Tapi Arga tak menyerah, ia terus mencoba. Bahkan sampai mengucapkan salam. Hingga 30 menit lamanya, masih tak ada jawaban dari dalam sana.

" Apa nggak ada orang ya?" Arga bergumam.

Karena lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Arga memutuskan istirahat sejenak, ia duduk di teras rumah Ayumi.

" Cari siapa Mas?" tanya seorang wanita muda, yang diperkirakan seusia adiknya Ayumi.

" Saya cari penghuni rumah ini, saya udah ketuk pintu dan panggil berkali-kali, tapi tidak ada sahutan." jawab Arga.

Wanita itu mendekati Arga, ia tersenyum penuh arti. " Yang punya rumah udah pindah satu minggu yang lalu Mas. Mas pasti salah satu pelanggan kak Ayumi ya?" tanya Bella, ia berusaha menggoda Arga dengan menurunkan sedikit bajunya di bagian dada.

" Maksud kamu apa?" Arga balik bertanya.

Bella duduk disebelah Arga, " Nggak usah pura-pura nggak faham Mas, saya tau kok, kalau kak Ayumi itu adalah wanita panggilan. Semua orang di Desa ini juga tau, kak Ayumi itu hanya diluarnya saja yang terlihat polos." ujar Bella, ia berusaha mendekatkan dirinya pada Arga, namun Arga selalu bergeser menjauh.

" Jangan bicara sembarangan ya, tentang Ayumi!" bentak Arga, ia berdiri dan menuju mobilnya.

Bella mengikuti, ia menyentuh tangan Arga, namun ditepis kasar oleh Arga.

" Jangan berani-berani sentuh saya! Sekali lagi kamu sentuh saya, saya akan pastikan, kalau tanganmu itu tidak akan lagi berada pada tempatnya!" ancam Arga.

Bella tak berani mendekat lagi, ia hanya bisa menatap Arga yang masuk kedalam mobil dan pergi.

" Dasar ganteng-ganteng psikopat! Apasih, istimewanya kak Ayumi? Sehingga dia terus dikejar-kejar laki-laki." ujar Bella kesal, ia menghentak-hentakkan kakinya ketanah.

Setelah melajukan mobilnya agak jauh, Arga berhenti. Ia memukul-mukul stir mobilnya sambil berteriak.

" Argh!"

" Kemana kamu Ayumi, kenapa kamu pergi disaat kamu masih meninggalkan tanda tanya untuk saya?! Kemana saya harus mencari kamu? Kemana?! Argh!"

Setelah dirasanya kembali tenang, Arga kembali melajukan mobilnya. Namun ditengah perjalanan, ia merasakan ada yang aneh dengan mobilnya. Arga berhenti sejenak, ternyata ban mobil belakang sebelah kanannya bocor.

" Argh! Sial! Setiap kali kesini, selalu saja sial! Dulu bannya pecah, dan dituduh maling! Sekarang bannya bocor, dan malah bertemu dengan wanita gila itu!" Arga emosi, ia mendang ban mobil yang bocor itu.

Disaat ia tengah emosi dengan nasibnya yang sial, Arga tiba-tiba mendapatkan telpon dari Jo, sopir pribadi Mami Sita.

" Iya, ada apa?" tanya Arga.

" Apa?! Baik saya segera kesana. Tolong kamu urus Mami saya dulu," ujar Arga lagi, lalu ia mematikan sambungan telponnya.